Berikut ini, kita akan melanjutkan pembahasan tentang 10 dampak buruk dosa, di antaranya:
2. Terhalang dari rezeki
Dosa dan maksiat akan menghalangi pelakunya mendapatkan rezeki dari Allah Ta’ala, baik rezeki berupa harta, kedudukan, ataupun yang lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه
“Sesungguhnya seorang hamba terhalang dari rezeki dikarenakan dosa yang diperbuatnya.” (HR. Ibnu Majah no. 4022)
Atau ia terhalang dari rezeki secara maknawi berupa kemudahan untuk melakukan amal-amal ketaatan yang mendekatkannya kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَٰكِن كَرِهَ ٱللَّهُ ٱنۢبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ
“Tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka.” (QS. At-Taubah: 46)
Di dalam ayat ini, terdapat peringatan yang keras bagi siapa saja yang melihat dirinya terpaling dari ketaatan, boleh jadi Allah Ta’ala membencinya untuk menjadi bagian dari hamba-hamba yang taat kepada-Nya sehingga Allah pun melemahkan keinginannya untuk berbuat taat. (Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah karya Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin)
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Apabila engkau tidak mampu untuk qiyamul lail dan puasa pada siang hari, maka ketahuilah bahwasannya engkau telah terhalangi oleh perbuatan dosa yang membelenggumu.” (Shifatush shofwah, II/238)
Atau boleh jadi Allah akan tetap memberinya rezeki, berupa harta dan kedudukan, tetapi ia terhalang dari keberkahan, kelapangan, serta taufik untuk mensyukurinya. Bahkan, dibukanya pintu rezeki itu adalah hukuman tersendiri baginya, agar ia semakin tenggelam dengan kemaksiatan tersebut, lalai dan bergembira atasnya. Hingga Allah pun mendatangkan adzab yang berlipat. Wal ‘iyya dzubillah.
Allah Ta’ala berfirman:
فَلَمَّا نَسُوا۟ مَا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَٰبَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُوا۟ بِمَآ أُوتُوٓا۟ أَخَذْنَٰهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44)
Baca juga: Dzikir-Dzikir Penghapus Dosa
3. Melemahkan pengagungan terhadap Allah di hati pelakunya
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا قَدَرُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِۦ
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya.” (QS. Az-Zumar: 67)
Sekiranya mereka benar-benar mengagungkan Allah, tentu mereka tidak akan bermaksiat pada-Nya.
مَا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا
“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” (QS. Nuh: 13)
Al-Hasan menerangkan maksud surat Nuh ayat 13: “Mengapa kamu tidak mengakui hak Allah dan tidak mensyukuri pemberian-Nya?”
Mujahid menafsirkan: “Mengapa kalian tidak memperdulikan kebesaran Rabb kalian?”
Ibnu Zaid menjelaskan: “Mengapa kamu tidak menyadari kewajiban taat kepada Allah?”
Ibnu ‘Abbas mengartikan: “Mengapa kamu tidak mengenali hak kebesaran-Nya?” (Ad-Durrul Mantsur , (VII/516)
Semua pendapat di atas bermuara pada satu makna, yaitu “Seandainya manusia membesarkan Allah dan mengenali hak kebesaran-Nya, niscaya mereka akan mentauhidkan-Nya, menaati-Nya, dan mensyukuri-Nya.” Dengan kata lain, kadar ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, upaya menghindari maksiat, dan rasa malu kepada-Nya adalah sebesar kadar kebesaran-Nya di dalam hati hamba tersebut. (Fawaidul Fawaid , hlm. 124)
Terkadang seseorang tertipu, dia berani mengatakan, ‘Aku berani melakukan perbuatan maksiat ini karena saya berperasangka baik dan sangat berharap akan mendapatkan ampunan dari-Nya, bukan karena pengagungan terhadap-Nya di dalam hati ini mulai melemah!’
Ini hanya dalih dan pembelaan diri. Karena sesungguhnya rasa pengagungan terhadap Allah ‘Azza wa Jalla yang bersemayam dalam hati seseorang akan menjadi penghalang antara dia dan perbuatan maksiat. (Al-Jawabul Kafi, hlm 46)
4. Menghilangkan kelezatan dalam beribadah
Kelezatan dan rasa manis terdapat pada sebua ibadah yang dilakukan. Bukan seperti manisnya gula atau madu, tetapi manis yang lebih besar dari semua rasa manis. Rasa manis yang didapati oleh seseorang di dalam hatinya, kelezatan yang tidak setara dengan apa pun. (Syarah Riyadish Shalihin Syaikh ‘Utsaimin, III/258)
Ruh kita senang karenanya, hati bergembira atasnya, dan dada pun menjadi lapang olehnya. Sehingga terlupakanlah rasa lelah dan letih dalam mengerjakannya, hilang rasa lapar dan hausnya.
‘Abdullah bin Wahb mengatakan, “Semua kenikmatan di dunia, kenikmatannya hanya sekali kemudian hilang, kecuali ibadah. Padanya ada tiga nikmat; nikmat ketika engkau mengerjakannya, nikmat ketika terkenang engkau melakukannya, dan nikmat saat engkau mendapatkan pahalanya.”
Ibnul Qayyim mengatakan: “Aku mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Jika engkau tidak mendapatkan dalam beramal itu, rasa manis di dalam hatimu dan kelapangan bagi dadamu maka hendaklah engkau mewaspadainya, sebab Allah Ta’ala adalah Rabb Yang Maha Bersyukur, yaitu Dia pasti memberikan balasan bagi amal yang telah dikerjakan pelakunya di dunia, berupa rasa manis di dalam hatinya, kekuatan dan kelapangan serta penyejuk bagi matanya. Apabila dia tidak mendapatkan hal tersebut, berarti amal itu telah bercampur dengan sesuatu yang lain.” (Madarijus Salikin, II/51)
Ada seorang yang bertanya kepada Wuhaib bin al-Ward, “Tidakkah ada rasa manis dalam beribadah bagi siapa yang bermaksiat kepada Allah?” Beliau berkata, ”Tidak. Tidak pula bagi yang berniat untuk melakukan maksiat.” (Syu’abul Iman, V/477)
Dzun Nun rahimahullah telah berkata, “Jasad sakit karena penyakit, dan hati itu sakit karena dosa. Maka sebagaimana jasad tidak akan dapat untuk merasakan lezatnya makan saat sakit, maka begitu pula dengan hati. Dia tidak akan mampu untuk mengecap nikmatnya ibadah karena berbagai dosa.” (Shifatus Shafwah, IV/316)
Diterjemahkan dari Syarah Mukaffirat adz- Dzunub Lisyaikhil Islam Ahmad bin Taimiyyah karya Syaikhah bintu Muhammad al-Qasim secara ringkas dengan sedikit penambahan.
Kembali ke bagian 1: 10 Dampak Buruk Dosa (Bagian 1)
Lanjut ke bagian 3: 10 Dampak Buruk Dosa (Bagian 3)
—
Penulis: Annisa Auraliansa
Referensi:
- 10 Amal Penghapus Dosa (Sesi 1), Ustadz Aris Munandar, https://www.youtube.com/live/IW-KZ4syvEo?si=uMVLHoz-0XNF9yHY
- Fawaidul Fawaid, Penerbit Pustaka Imam Syafi’i Jakarta
- Tiga Perkara Yang Jika Ada Pada Seseorang, Dia Akan Merasakan Manisnya Iman, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, https://almanhaj.or.id/13431-tiga-perkara-yang-jika-ada-pada-seseorang-dia-akan-merasakan-manisnya-iman-2.html
- Sudahkah Kita Mengagungkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Abu Abdillah Hamzah An Nayili, https://almanhaj.or.id/11367-sudahkah-kita-mengagungkan-allah-subhanahu-wa-taala.html
- Kenapa Hilang Nikmat Ibadah Kepada Allah, Ustadz Najmi Umar Bakkar, https://nasihatsahabat.com/kenapa-hilang-nikmat-ibadah-kepada-allah/amp/
Artikel Muslimah.or.id