Berikut ini, kita akan melanjutkan pembahasan tentang 10 dampak buruk dosa, di antaranya:
5. Mempengaruhi sikap hamba yang lain terhadap pelakunya
Di antara dampak buruk dosa dan maksiat adalah mempengaruhi akhlak dan perlakuan orang lain terhadap pelakunya. Mungkin ia akan mendapati orang-orang di sekelilingnya berbuat tidak baik padanya, mengintimidasinya. Baik dari keluarga terdekatnya, seperti istri dan anak-anak, atau pembantunya, tetangganya, sampai hewan ternak ataupun tunggangannya.
Salah seorang salaf mengatakan, “Sungguh aku bermaksiat kepada Allah dan aku ketahui dampak dari hal itu pada akhlak istriku dan hewan tungganganku.” (Al-Jawabul Kafi, hlm. 54)
Diriwayatkan dari salah seorang salaf bahwa ada seseorang yang suka mencelanya padahal ia tidak melakukan hal yang buruk pada orang tersebut. Maka ketika orang itu selesai mencacinya, ia pun berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosaku yang karena hal itu engkau memberikan kekuasaan kepada orang ini untuk mengintimidasi diriku. Benarlah firman Allah Ta’ala,
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka hal itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)
6. Membuahkan kehinaan
Sesungguhnya kemuliaan itu adalah dalam ketaatan kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلْعِزَّةَ فَلِلَّهِ ٱلْعِزَّةُ جَمِيعًا
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.” (QS. Fathir: 10)
Sebagian salaf berdoa,
اللَهُمَّ أَعِزَّنِي بِطَاعَتِكَ ، وَلاَ تُذِلَّنِي بِمَعْصِيَتِكَ
“Ya Allah muliakan aku dengan taat kepada-Mu, dan jangan Engkau hinakan aku dengan bermaksiat kepada-Mu.” (Al-Jawabul Kafi, hlm. 59)
Kehinaan dan kerendahan itu tampak pada raut wajah seorang pelaku maksiat, sebagaimana yang dikatakan oleh Khattab bin al-‘Abid: “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar melakukan suatu dosa antara dirinya dengan Allah ‘Azza wa Jalla, kemudian ia mendatangi saudara-saudaranya, maka mereka pun mengetahui hal itu (tampak) pada wajahnya.” (Syu’abul Iman V/451)
7. Menjadikan hati pelakunya sakit atau bahkan mati
Ibnul Qayyim mengatakan, “Hati juga bisa mengalami sakit seperti halnya badan. Kesembuhan hati terletak pada taubat dan menjaga dirinya dari perbuatan buruk. Hati juga dapat berkarat seperti cermin. Untuk mengkilapkannya adalah dengan dzikir. Hati juga bisa telanjang seperti halnya tubuh. Dan pakaian yang dapat menghiasinya adalah takwa. Hati juga lapar dan haus sebagaimana tubuh. Makanan dan minumannya adalah mengenal dan mencintai Allah, tawakal dan kembali kepada-Nya.” (Al-Fawaid, hlm. 146)
Jika diketahui demikian, maka hati membutuhkan sesuatu yang menjaganya agar tetap kuat. Dan itu adalah iman dan ketaatan. Juga membutuhkan pemeliharaan dari gangguan yang membahayakannya, yaitu dengan menjauhi dosa-dosa, maksiat, dan berbagai penyimpangan. Termasuk pula perlu dihilangkan setiap hal yang rusak dari padanya dengan taubat nasuha dan memohon ampun kepada Dzat Yang Maha Mengampuni dosa-dosa. Sakitnya hati, yaitu berupa kerusakan yang menimpanya, sehingga merusak pandangan dan keinginannya terhadap kebenaran. Ia tidak melihat kebenaran sebagai kebenaran, atau ia melihatnya sebagai sesuatu yang lain dari hakikat sebenarnya, atau pengetahuannya tentang kebenaran menjadi berkurang sehingga merusak keinginan terhadapnya. Akhirnya, ia membenci kebenaran yang bermanfaat atau mencintai kebatilan yang membahayakan, atau malah kedua hal tersebut secara bersama-sama melekat pada dirinya, dan inilah lazimnya yang terjadi.
Ketika tubuh yang sakit merasa terganggu dengan sesuatu yang bila menimpa tubuh yang sehat tidak berpengaruh apa-apa; misalnya sedikit panas, dingin, gerakan, atau lainnya, maka demikian pula dengan hati yang sakit, ia akan merasa terganggu dengan sesuatu yang amat remeh, baik berupa syubhat atau syahwat. Ia tidak akan kuat bila kedua hal tersebut menimpanya. Sedangkan, hati yang sehat, berkali lipat ditimpa hal yang sama ia masih kuat menolaknya dengan kekuatan dan kesehatan yang ada pada dirinya.
Secara ringkas dapat dikatakan, jika orang yang sakit tertimpa dengan sesuatu yang sama dengan sebab penyakitnya, maka penyakitnya akan bertambah, kekuatannya akan melemah, bahkan akan mengantarkannya pada kematian, jika ia tidak segera mendapatkan sesuatu yang dapat memulihkan kekuatannya dan menghilangkan penyakitnya. (Ibnul Qayyim)
Baca juga: Bertaubatlah dari Dosa Durhaka kepada Orang Tua
8. Mendatangkan maksiat setelahnya
Sebagian salaf mengatakan, “Di antara hukuman maksiat adalah maksiat setelahnya, dan di antara ganjaran kebaikan adalah kebaikan setelahnya.”
“Dan senantiasa seorang hamba tertatih di dalam ketaatan, mendekatkan diri padanya, mencintainya, dan mengedepankannya hingga Allah dengan rahmat-Nya mengutus para malaikat untuk mendekatkan hamba tersebut dengan ketaatan sedekat-dekatnya. Dan tidaklah seorang hamba dekat dengan kemaksiatan, menyukainya, dan mengedepankannya hingga Allah mengirimkan setan-setan untuk mendorong hamba tersebut pada kemaksiatan sedekat-dekatnya.” (Al-Jawabul kafi, hlm. 56)
9. Menghapus keberkahan
Maksiat menghapuskan keberkahan umur, keberkahan rezeki, keberkahan ilmu, keberkahan amal, keberkahan ketaatan, dan secara umum menghapuskan keberkahan agama dan dunia.
Tidak akan ditemukan orang yang paling sedikit keberkahan pada umur, agama, dan dunianya dibandingkan orang yang bermaksiat kepada Allah.
Dan tidaklah keberkahan itu dicabut dari muka bumi kecuali karena kemaksiatan para makhluk. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَلَّوِ ٱسْتَقَٰمُوا۟ عَلَى ٱلطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَٰهُم مَّآءً غَدَقًا
“Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” (QS. Al-Jin: 16)
10. Terjerumus dalam murka Allah
Barangsiapa yang bermaksiat, berpaling dari Rabbnya, dan perlindungan-Nya, maka ia telah menjerumuskan dirinya dalam azab. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدْخِلْهُ نَارًا خَٰلِدًا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٌ مُّهِينٌ
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. An-Nisa: 14)
Dan hukuman bertambah berat apabila hamba tersebut telah mengetahui hukum dari perbuatannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِۦ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَآ ۚ إِنَّا مِنَ ٱلْمُجْرِمِينَ مُنتَقِمُونَ
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS. As-Sajadah: 22)
Diterjemahkan dari Syarah Mukaffirat adz-Dzunub Lisyaikh al-Islam Ahmad bin Taimiyyah karya Syaikhah Bintu Muhammad al-Qasim secara ringkas dengan sedikit penambahan.
Kembali ke bagian 2: 10 Dampak Buruk Dosa (Bagian 2)
—
Penulis: Annisa Auraliansa
Referensi:
- 10 Amal Penghapus Dosa (Sesi 2), Ustadz Aris Munandar, https://www.youtube.com/live/TDBwnrO4Y0c?si=tgU2nCBORslLBT5W
- Fawaidul Fawaid (terjemahan), Ibnu Qayyim, Pustaka Imam Syafi’I, Jakarta.
- Manajemen Qalbu (terjemahan), Ibnu Qayyim, Darul Falah, Jakarta.
Artikel Muslimah.or.id