Tabiat seorang insan ketika telah terbiasa melakukan suatu pekerjaan ialah kehilangan sensitivitasnya. Seperti menunaikan salat. Ketika menegakkannya lima waktu dalam sehari, sering kali kita lalai dari esensi salat tersebut. Salat hanya sebatas gerakan dan bacaan semata. Hati tak hadir ketika melakukannya. Akibatnya salat yang kita dirikan tidak memberikan dampak apa pun terhadap perilaku kita sehari-hari.
Padahal Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut: 45)
Alangkah meruginya seorang hamba yang seperti ini. Tidak merasakan buah manis dari salatnya.
Ketahuilah bahwa salat memiliki ruh yang menghidupkannya. Dan itu ialah kekhusyukan. Tanpanya salat yang kita dirikan tiada berarti.
Riwayat yang menegaskan hal ini adalah keterangan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
لَيسَ لَـكَ مِنْ صَلَاتِكَ إِلَّا مَا عَقَلْتَ مِنْـهاَ
“Pahala dari salatmu hanya senilai apa yang kamu pikirkan dari salatmu.” (Imam al-Albani menilai: shahih dari sebagian salaf – Silsilah al Ahadits Dhaifah, 14/1026)
Lantas, apa itu khusyuk? Khusyuk secara syariat ialah perilaku yang sesuai sunnah, yang terhimpun di dalamnya ketundukan dan kepatuhan kepada Allah, Rabb semesta alam, serta berisikan pengagungan, kecintaan, dan ketenangan kepada kebenaran yang nyata. (Beruntunglah Orang yang Khusyuk, Syaikh Salim bin ‘Ied al Hilali, hal. 17)
Pokok kekhusyukan itu di peroleh di hati. Jika hati telah khusyuk, maka akan diikuti oleh semua anggota badan. Karena hati bagaikan pemimpin. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal darah, jika baik maka baiklah seluruh tubuh, dan jika rusak, maka rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah segumpal darah itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhari (I/126 – al-Fath), Muslim no. 1599)
Jika hati telah khusyuk, maka pendengaran, penglihatan, kepala, wajah dan seluruh anggota tubuh serta apa yang terlahir darinya, hingga ucapan pun (menjadi khusyuk). (Beruntunglah Orang yang Khusyuk, Syaikh Salim bin ‘Ied al Hilali, hal. 20)
Baca juga: Keutamaan Salat Sunnah yang Dikerjakan di Rumah
Diantara yang membantu kita untuk khusyuk dalam menegakkan salat ialah,
1. Tidak Memalingkan Pandangan Ketika Salat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ فَإِذَا صَلَّيْتُمْ فَلَا تَلْتَفِتُوا فَإِنَّ اللَّهَ يَنْصِبُ وَجْهَهُ لِوَجْهِ عَبْدِهِ فِي صَلَاتِهِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan salat pada kalian. Maka apabila kalian salat, maka janganlah kalian berpaling dalam pandangan atau hati, karena Allah menatapkan wajah-Nya ke wajah hambaNya dalam salatnya, selama ia tidak berpaling.” (HR. Tirmidzi)
Berpaling yang terlarang dalam salat itu ada dua macam:
Pertama, memalingkan hati dari Allah ‘azza wa jalla kepada selainNya.
Kedua, memalingkan pandangan.
Kedua hal tersebut terlarang.
Allah senantiasa menghadap kepada hambaNya, selama hamba tersebut menghadap pada salatnya. Jika ia memalingkan hatinya atau penglihatannya, maka Allah ta’ala juga berpaling darinya. (Beruntunglah Orang yang Khusyuk, Syaikh Salim bin ‘Ied al Hilali, hal. 72)
Maka hendaknya ketika mendirikan salat, jiwa kita juga ikut mendirikannya. Melibatkan hati dengan memahami dan merenungkan apa yang kita baca dari salat kita. Merasakan pengawasan Allah terhadap diri kita, sehingga timbul rasa cinta dan pengagungan terhadap Rabb ‘azza wa jalla. Seolah-olah kita melihatNya dan Dia melihat kita. Dan ini tingkatan yang paling utama dalam beribadah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Kamu beribadah kepada Allah, seolah-olah kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Bukhari, no. 50 dan Muslim, no. 102)
2. Mengingat Kematian Dalam Salat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَتَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ وَاَجْمَعِ الْيأْسَ عَمَّا فِي اَيْدِي النَّاسِ
“Jika engkau berdiri dalam salatmu, maka salatlah seperti salat perpisahan (terakhir), janganlah berbicara dengan ucapan yang kelak kamu menyesal darinya, dan himpunlah keputusasaan terhadap apa yang ada di tangan manusia.” (HR. Ibnu Majah-4171, Ahmad-V/412)
Hamba yang khusyuk, ketika ia melaksanakan salatnya, ia akan memperbagus rukuk, sujud dan kekhusyukannya, seakan-akan salat tersebut merupakn saat akhir masa hidupnya di dunia ini, kemudian ia kembali kepada keluasan Rabb-nya. Maka ia pun memperbagus salatnya dan rindu berjumpa dengan penciptanya. Singkatnya kehidupan terpampang di pelupuk matanya sedangkan penghancur kelezatan (kematian) berada di hadapannya, sehingga penglihatannya tidak berpaling, hatinya tidak lalai, dan fikirannya pun tidak kacau. (Beruntunglah Orang yang Khusyuk, Syaikh Salim bin ‘Ied al Hilali, hal. 83)
Semoga Allah memudahkan kita untuk mencapai kekhusyukan di dalam salat, menjadikan salat penyejuk mata bagi kita dan waktu rehat yang mendamaikan jiwa kita.
Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.
Baca juga: Kunci agar Tidak Hilang Arah Ketika Menghadapi Ujian Hidup
—
Penulis: Annisa Auraliansa
Referensi:
- Tafsir Salat, Ustadz Ammi Nur Baits, Pustaka Muamalah Jogja
- Beruntunglah Orang Yang Khusyuk’, Salim bin ‘Ied al Hilali, Pustaka Ibnu Katsir
Artikel Muslimah.or.id