Pembaca yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, setiap dari kita yang hidup di dunia ini pasti menginginkan kebahagiaan pada dirinya. Lalu, kebahagiaan yang seperti apakah yang kita inginkan? Tentunya kita sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah Ta’ala pastinya menginginkan kebahagiaan yang sejati yang senantiasa ada, yaitu kebahagiaan di dunia, lebih-lebih kebahagiaan di akhirat.
Syekh Muhammad at-Tamimi rahimahullah mengatakan bahwa kebahagiaan sejati bisa diraih dengan tiga perkara, yaitu:
إِذَا أُعطِىَ شَكَرَ، وَإذِاَ ابْتُلِيَ صَبَرَ، وَإِذَا أَذنَبَ اسْتَغفَرَ، فَإِنَّ هَؤلَاءِ الثَّلاَثَ عُنوَانُ السَّعَادَةِ
“Jika diberi nikmat, ia bersyukur; jika ditimpa musibah, ia bersabar; dan jika ia terjerumus dalam dosa, ia memohon ampun kepada Allah. Tiga perkara ini adalah tanda kebahagiaan.” (Matan Al-Qawa’idu al-Arba’)
Jika diberi nikmat, ia bersyukur
Kita tahu bahwa sangat banyak sekali nikmat yang Allah berikan kepada kita dan apabila kita mencoba menghitungnya, maka kita tak akan mampu menghitungnya. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ ۗ
“Jika kalian (mencoba) menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak akan mampu menghitungnya.” (QS. Ibrahim: 34)
Tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang tidak henti-hentinya selalu menerima nikmat dan anugerah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Untuk itu, ia harus senantiasa bersyukur kepada Rabb-nya setiap waktu. Ini sebagaimana perintah Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
وَاَمَّا بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثۡ
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu nyatakan (dengan bersyukur).” (QS. Adh-Dhuha: 11)
Dengan bersyukur, maka Allah akan menambahkan nikmat kepadanya dan menjadikan nikmat tersebut langgeng dan berkah. Allah Ta’ala berfirman,
لَٮِٕنۡ شَكَرۡتُمۡ لَاَزِيۡدَنَّـكُمۡ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7)
Sebaliknya, jika ingkar terhadap nikmat Allah, sungguh azab-Nya sangatlah pedih. Ini sebagaimana lanjutan ayat tersebut,
وَلَٮِٕنۡ كَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِىۡ لَشَدِيۡدٌ
“Tetapi jika kamu mengingkari (nikmat–Ku), maka pasti azab–Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim: 7)
Dan di antara cara mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dengan meyakini dengan hati bahwa seluruh nikmat datangnya dari Allah Ta’ala,
وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ
“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah.” (QS. An-Nahl: 53)
Kemudian bersyukur dengan lisannya, yaitu lisannya senantiasa memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Allah sangat mencintai hamba-Nya yang senantiasa menyanjung dan memuji-Nya atas nikmat yang Allah berikan.
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat menyukai hamba–Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum.” (HR. Muslim no. 2734)
Dan masih banyak lagi cara untuk mensyukuri nikmat Allah, yaitu dengan memanfaatkan nikmat yang Allah berikan untuk beribadah kepada-Nya semata dan beramal shalih.
Jika ditimpa musibah, ia bersabar
Sebagai seorang mukmin, tentunya kita meyakini bahwa setiap musibah yang menimpa kita itu tidak lepas dari kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana firman-Nya,
مَاۤ اَصَابَ مِنۡ مُّصِيۡبَةٍ اِلَّا بِاِذۡنِ اللّٰهِؕ وَمَنۡ يُّؤۡمِنۡۢ بِاللّٰهِ يَهۡدِ قَلۡبَهُؕ
“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At-Taghabun: 11)
Dan seyogyanya seorang ketika ia diuji, ia bersabar, ridha, dan menerimanya. Mengapa demikian? Karena Allah telah menyiapkan pahala yang besar dan akan meninggikan derajat orang yang diuji.
Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya ada pahala yang besar sebagai balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridha, maka ia yang akan meraih ridha Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, dihasankan oleh Syekh al-Albani rahimahullah)
Hadis ini menunjukkan bahwa di antara tanda Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai hamba-Nya, yakni Dia akan segerakan hukumannya di dunia dengan menimpakan ujian/musibah pada hamba-Nya.
Cara bersabar atas musibah yang menimpa kita adalah dengan meyakini bahwa semua musibah itu tidak lepas dari takdir Allah Ta’ala, meyakini bahwa pasti ada hikmah di balik musibah tersebut, yakin bahwa semakin berat ujiannya, maka semakin besar pahalanya, dan ucapkan kalimat istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) ketika ditimpa musibah.
Baca juga: Mencari Kebahagiaan Sejati
Jika ia terjerumus dalam dosa, ia memohon ampun kepada Allah
Sikap seorang mukmin setiap kali ia berbuat dosa adalah ia bersegera memohon ampun dan bertobat kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah memerintahkan orang-orang beriman yang melakukan dosa untuk segera bertobat. Allah Ta’ala berfirman,
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا تُوۡبُوۡۤا اِلَى اللّٰهِ تَوۡبَةً نَّصُوۡحًا ؕ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya.” (QS. At-Tahrim: 8)
Dan suatu keberuntungan jika seseorang yang berbuat dosa, dia segera bertobat. Allah Ta’ala berfirman,
وَتُوۡبُوۡۤا اِلَى اللّٰهِ جَمِيۡعًا اَيُّهَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ
“Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31)
Perintah tobat ini juga berlaku bagi mereka yang melampaui batas, tenggelam dalam kubangan dosa kemaksiatan, dan merasa putus asa tidak akan diampuni Allah Ta’ala. Allah memberikan kabar gembira bagi mereka yang masih ada kemauan untuk bertobat dalam firman-Nya,
قُلۡ يٰعِبَادِىَ الَّذِيۡنَ اَسۡرَفُوۡا عَلٰٓى اَنۡفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُوۡا مِنۡ رَّحۡمَةِ اللّٰهِ ؕ اِنَّ اللّٰهَ يَغۡفِرُ الذُّنُوۡبَ جَمِيۡعًا ؕ اِنَّهُ هُوَ الۡغَفُوۡرُ الرَّحِيۡمُ
“Katakanlah, “Wahai hamba-hamba–Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)
Penutup
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Shuhaib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya itu baik, dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan nikmat, dia bersyukur dan itu baik baginya. Dan apabila dia mendapatkan musibah, dia bersabar dan itu pun baik baginya.” (HR. Muslim no. 5318)
Jika seseorang telah merealisasikan perkara-perkara itu dalam hidupnya, maka ia sejatinya telah mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Dan tidaklah kebahagiaan itu bisa didapatkan, kecuali jika ia adalah seorang yang beriman dan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan atas pertolongan dan taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufik-Nya dan kemudahan kepada kita agar mampu meraih tiga tanda kebahagiaan itu sehingga kita bisa mendapatkan kebahagiaan sejati di dunia dan di akhirat.
Baca juga: Bahagianya Menjadi Perempuan yang Terjaga
***
Penulis: Chrisna Tri Hartadi, A.Md.
Artikel Muslimah.or.id