Di tengah gurun pasir kehidupan yang kering kerontang, janji-janji Allah Ta’ala laksana oasis yang menyegarkan. Setiap ketaatan yang kita lakukan, setiap kesabaran yang kita ukir, dan setiap air mata tobat yang kita tumpahkan, sesungguhnya sedang membangun jalan menuju taman-taman surga.
Allah Ta’ala berfirman,
وَبَشِّرِ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَهُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِىۡ مِنۡ تَحۡتِهَا الۡاَنۡهٰرُؕ
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.” (QS. Al-Baqarah: 25)
Ibarat seorang pedagang yang mengetahui pasti akan keuntungan besar di ujung perjalanan. Tidakkah ia akan bersemangat melewati segala rintangan? Begitulah analogi seorang mukmin yang memahami hakikat janji Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ فِي الجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ، أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِهِ، كُلُّ دَرَجَتَيْنِ مَا بَيْنَهُمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ
“Sesungguhnya surga memiliki seratus derajat (tingkatan ke atas, pen.) yang Allah Ta’ala siapkan untuk orang-orang yang berjihad di jalan-Nya. Jarak antara dua derajat itu sebagaimana jarak antara langit dan bumi.” (HR. Bukhari no. 7423)
Gambaran indah ini seharusnya menjadi motivasi kita setiap hari untuk istikamah dalam melaksanakan kebaikan dan kesalehan serta menghindari segala potensi kemaksiatan. Namun seringkali, debu-debu duniawi membuat kita lupa akan janji-janji agung ini. Kesibukan kerja, masalah keluarga, atau bahkan gemerlap dunia dapat mengaburkan visi akhirat kita.
Padahal, Allah Ta’ala telah mengingatkan,
اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّمَا الۡحَيٰوةُ الدُّنۡيَا لَعِبٌ وَّلَهۡوٌ وَّزِيۡنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيۡنَكُمۡ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu.” (QS. Al-Hadid: 20)
Lalu, mengapa kita masih sering terbuai?
Di sinilah pentingnya kita membangun mekanisme pengingat harian. Sebagaimana Nabi Yusuf ‘alaihis salam yang tetap istikamah meski dalam penjara, atau Maryam yang sabar menghadapi cibiran, kunci keteguhan mereka adalah pandangan tajam akan janji-janji Allah. Mari kita telusuri empat pilar utama dalam mengokohkan iman melalui janji-janji Ilahi.
Surga
Sebagaimana tertera dalam surah Al-Baqarah ayat 25 di atas, Allah menggambarkan surga dengan begitu hidup dalam Al-Quran, dimana perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa adalah seperti taman yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Gambaran ini merupakan realitas yang akan kita saksikan dengan mata kepala. Setiap daun di surga berbisik pujian kepada Allah Ta’ala, setiap batu permata memancarkan cahaya keimanan.
Kisah Asiyah binti Muzahim menjadi bukti nyata kekuatan visi surga ini. Di bawah siksaan Fir’aun yang tak terperi, ia tetap teguh karena pandangannya tertancap pada janji Allah. Doanya yang terekam dalam Al-Quran,
رَبِّ ٱبْنِ لِى عِندَكَ بَيْتًا فِى ٱلْجَنَّةِ وَنَجِّنِى
“Wahai Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu di surga.” (QS. At-Tahrim: 11)
Doa Asiyah di atas menunjukkan bagaimana surga menjadi kompas hidupnya. Ia memilih istana abadi daripada kemewahan dunia yang fana.
Mari kita renungi kaitannya dalam kehidupan kita sehari-hari, kita bisa meneladani keteguhan Asiyah dengan cara sederhana. Misalnya, ketika tergoda maksiat, ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِنَّ فِى الْجَنَّةِ لَسُوقًا يَأْتُونَهَا كُلَّ جُمُعَةٍ
“Sesungguhnya di surga terdapat pasar yang hanya dikunjungi setiap Jumat.” (HR. Muslim no. 7324)
Pasar yang tak ada penipuan, tak ada kelelahan, hanya kebahagiaan sempurna. Latihan spiritual ini perlu dibiasakan setiap hari. Buatlah catatan khusus yang mencatat janji-janji Allah tentang surga. Dengan demikian, visi akhirat akan selalu hidup dalam benak kita, menjadi penuntun setiap langkah kehidupan.
Sabar
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَـنَبۡلُوَنَّكُمۡ بِشَىۡءٍ مِّنَ الۡخَـوۡفِ وَالۡجُـوۡعِ وَنَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَالۡاَنۡفُسِ وَالثَّمَرٰتِؕ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيۡنَۙ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155)
Di era modern ini, kesabaran kita diuji dalam berbagai bentuk. Mulai dari tekanan pekerjaan, masalah keluarga, hingga godaan gaya hidup yang tak sesuai syariat. Kunci menghadapinya adalah dengan memandang setiap ujian sebagai investasi akhirat. Dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ’anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.” (HR. Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573)
Mari kita bangun mekanisme penyikapan ujian yang sehat. Pertama, biasakan mengucapkan istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) saat menghadapi masalah. Kedua, buat daftar “pahala tersembunyi” di balik setiap ujian, tentunya dengan sebelumnya mempelajari dan memahami hikmah di setiap masalah yang dihadapi. Ketiga, baca kisah-kisah kesabaran para nabi dan sahabat sebagai inspirasi. Dengan demikian, ujian akan berubah menjadi hadiah yang berharga. Insyaa Allah.
Baca juga: Hubungan Antara Ilmu, Amal, Iman, dan Takwa
Qana’ah
Allah Ta’ala menggambarkan karakter penghuni surga dalam Al-Quran,
ءَاخِذِينَ مَآ ءَاتَىٰهُمْ رَبُّهُمْ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ
“Mereka menerima dengan lapang dada apa yang diberikan Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Adz-Dzariat: 16)
Inilah gambaran sempurna dari qana’ah, merasa cukup dengan pemberian Allah. Bukan berarti kita tidak boleh kaya, tetapi kita harus kaya hati terlebih dahulu.
Rasulullah ﷺ mengajarkan doa yang indah,
اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal sehingga aku tidak memerlukan yang haram.” (HR. Tirmidzi no. 3563)
Di zaman media sosial yang penuh dengan pamer kemewahan ini, qana’ah menjadi tameng penting. Berapa banyak orang terjerumus dalam utang hanya karena ingin mengikuti gaya hidup orang lain? Berapa banyak keluarga hancur karena mengejar harta dengan cara haram?
Allah Ta’ala berfirman,
لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ اِلٰى مَا مَتَّعْنَا بِهٖٓ اَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ەۙ لِنَفْتِنَهُمْ فِيْهِ ۗوَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَّاَبْقٰى
”Dan janganlah engkau tujukan pandangan matamu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, (sebagai) bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Thaha: 131)
Namun, qana’ah bukan berarti pasif. Dalam hal ilmu dan ibadah, kita justru harus selalu merasa kurang, yang menunjukkan bahwa dalam bidang spiritual dan intelektual, kita harus terus berkembang tanpa batas.
Qiyamul lail
Allah Ta’ala berfirman,
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ ٱلْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa dari rezeki yang Kami berikan.” (QS. As-Sajdah: 16)
Rasulullah ﷺ bersabda,
فْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ : شَهْرُ اللهِ المُحَرَّمُ ، وَأفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيضَةِ : صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah bulan Allah Muharam. Dan salat yang paling utama setelah salat wajib adalah salat malam.” (HR. Muslim no. 1163)
Dalam kesunyian malam, ketika orang lain terlelap, seorang hamba bangun untuk merintih kepada Rabbnya. Inilah saat-saat mustajab ketika Allah Ta’ala turun ke langit dunia sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
”Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam, yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, ’Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku penuhi. Dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni.” (HR. Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 1808)
Sujud dalam qiyamul lail adalah puncak kedekatan dengan Allah Ta’ala. Rasulullah ﷺ bersabda, “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Keadaan seorang hamba paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” (HR. Muslim no. 482)
Untuk memulai qiyamul lail, kita bisa memulainya dengan langkah-langkah praktis. Pertama, tidur lebih awal setelah salat Isya. Kedua, pasang alarm satu jam sebelum subuh. Ketiga, mulailah dengan dua rakaat yang ringan. Keempat, perbanyak doa dalam sujud. Dengan konsistensi, kita akan merasakan lezatnya munajat di sepertiga malam terakhir.
Menjadi muslim visioner
Allah Ta’ala berfirman,
لَٰكِنِ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوْا۟ رَبَّهُمْ لَهُمْ غُرَفٌ مِّن فَوْقِهَا غُرَفٌ مَّبْنِيَّةٌ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ ۖ وَعْدَ ٱللَّهِ ۖ لَا يُخْلِفُ ٱللَّهُ ٱلْمِيعَادَ
“Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya mereka mendapat tempat-tempat yang tinggi, di atasnya dibangun pula tempat-tempat yang tinggi yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Allah telah berjanji dengan sebenar-benarnya. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya.” (QS. Az-Zumar: 20)
Mari kita hidup dengan visi akhirat yang jelas. Buatlah “peta perjalanan” spiritual yang berisi target-target ibadah dan amal saleh. Jadikan qiyamul lail sebagai rutinitas harian. Dengan demikian, mudah-mudahan kehidupan kita akan menjadi perjalanan yang terarah menuju ridha-Nya.
Wallahu a’lam.
Baca juga: Meraih Ketenangan dengan Keimanan
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel Muslimah.or.id