Muslimah.or.id
Donasi muslimah.or.id
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah
No Result
View All Result
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah
No Result
View All Result
Muslimah.or.id
No Result
View All Result
Donasi muslimahorid Donasi muslimahorid

Batasan dalam Bercanda

Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd oleh Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd
9 Mei 2025
di Adab dan Doa
0
Batasan dalam Bercanda
Share on FacebookShare on Twitter

Daftar Isi

Toggle
  • Pertama, konten atau isi
    • Tidak mengandung kebohongan
    • Tidak menyinggung perasaan orang lain
    • Tidak menakut-nakuti orang lain
    • Tidak menjadikan agama sebagai bahan candaan
  • Kedua, porsi
  • Ketiga, situasi dan kondisi

Bercanda adalah bagian dari interaksi sosial yang kita alami dan sering kali menjadi sarana mempererat hubungan dengan sesama. Namun, dalam ajaran Islam yang penuh hikmah, bercanda tidak boleh melampaui batas. Islam memberikan pedoman agar canda tetap dalam koridor akhlak mulia, tidak menyakiti orang lain, dan tidak menimbulkan murka Allah Ta’ala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri terkadang juga bercanda, namun selalu dalam kebenaran dan mengandung hikmah. Salah satu kisah canda beliau adalah saat beliau mengatakan kepada seorang wanita tua bahwa ia tidak akan masuk surga sebagai orang tua. Kemudian beliau menjelaskan bahwa ia akan masuk surga dalam keadaan muda. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa seorang nenek tua mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nenek itu pun berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ

“Wahai Rasulullah! Berdoalah kepada Allah agar Dia memasukkanku ke dalam surga!”

فَقَالَ: يَا أُمَّ فُلاَنٍ، إِنَّ الْجَنَّةَ لاَ تَدْخُلُهَا عَجُوزٌ

Donasi Muslimahorid

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan, “Wahai ibu si Fulan! Sesungguhnya surga tidak dimasuki oleh nenek tua.”

Nenek tua itu pun pergi sambil menangis. Beliau pun mengatakan, “Kabarkanlah kepadanya bahwasanya wanita tersebut tidak akan masuk surga dalam keadaan seperti nenek tua.” Sesungguhnya Allah Ta’ala mengatakan (yang artinya), “Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS Al-Waqi’ah: 36-37).” (HR. Tirmidzi dalam Syamaa-il Muhammadiyah no. 240. Lihat Mukhtashar Syamaa-il dan Ash-Shahihah no. 2987)

Dalam bercanda, Islam memberikan bimbingan dan arahan agar melihat beberapa aspek:

Pertama, konten atau isi

Tidak mengandung kebohongan

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّي لأَمْزَحُ وَلاَ أَقُوْلُ إِلاًّ حَقًّا

“Sesungguhnya aku juga bercanda, namun aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” (HR. Ath-Thabrani dalam al-Kabir, 12: 13443. Lihat Shahih al-Jami’ no. 2494)

Dalam sabda beliau yang lain,

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

“Aku memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Aku memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan kedustaan walaupun dalam bentuk candaan. Aku memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang bagus akhlaknya.” (HR. Abu Dawud no. 4800. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadis ini hasan)

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

“Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Dawud no. 4990, Tirmidzi no. 2315. Lihat Shahih al-Jami’ no. 7126)

Kebohongan, walaupun kecil atau terihat sepele, jika dilakukan terus menerus dapat menanamkan kebiasaan buruk dan merusak kepercayaan orang lain.

Tidak menyinggung perasaan orang lain

Biasanya, candaan yang menyinggung perasaan orang lain ini adalah candaan yang mengandung unsur penghinaan, baik fisik, profesi, ras, ataupun etnis tertentu.

Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al-Hujurat: 11)

Candaan yang menyakiti hati orang lain, baik secara fisik maupun mental, bertentangan dengan prinsip kasih sayang dalam Islam.

Tidak menakut-nakuti orang lain

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لَاعِبًا وَلَا جَادًّا

“Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.” (HR. Abu Dawud no. 5003,  dan Tirmidzi no. 2161. Lihat Shahih Abu Dawud no. 4183)

Dalam riwayat lainnya, pernah suatu hari para sahabat bepergian bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika ada salah satu sahabat yang tertidur, maka sebagian sabahat ada yang menyembunyikan anak panah (dalam riwayat lain: cambuk) milik sahabat yang tertidur tersebut. Begitu sahabat itu terbangun, ia kaget karena anak panahnya hilang dan para sahabat pun tertawa melihat respon kaget sahabat tersebut. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا

“Tidak halal bagi seorang muslim membuat takut muslim yang lain.” (HR. Abu Dawud no. 5004. Lihat Shahih Abu Dawud no. 4184)

Tidak menjadikan agama sebagai bahan candaan

Agama adalah anugerah dari Allah Ta’ala yang menjadi pedoman hidup manusia. Agama Islam memiliki posisi yang sangat mulia dan tidak boleh dijadikan bahan candaan. Menjadikan agama Islam sebagai bahan olok-olok atau lelucon adalah tindakan yang tidak hanya merendahkan nilai agama itu sendiri, tetapi juga dapat mendatangkan dosa besar.

Allah Ta’ala berfrman,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah dengan Allah. ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?” Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian kafir sesudah beriman.” (QS. At Taubah: 65-66)

Ayat ini turun terkait orang-orang munafik yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai bahan candaan. Allah mengingatkan bahwa bercanda mengenai agama bukanlah hal yang ringan, bahkan dapat mengeluarkan seseorang dari keimanan.

Baca juga: Candaan yang Melampaui Batas Syariat

Kedua, porsi

Islam tidak melarang umatnya untuk bercanda. Sebagai manusia, kita membutuhkan hiburan dan momen santai agar kehidupan tidak terasa kaku. Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّي لَأَمْزَحُ وَلَا أَقُوْلُ إِلَّا حَقًّا

“Sesungguhnya aku juga bercanda, tetapi aku tidak mengatakan kecuali yang benar.”
(HR. Tirmidzi no. 1990 dan HR. Ath-Thabrani dalam As-Shaghir, 2: 59)

Sebagaimana hadis di atas, bercanda pada asalnya diperbolehkan selama tidak berlebihan, dilakukan dengan batasan yang wajar, dan tidak melampaui batas. Sebab, terlalu banyak bercanda dapat mematikan hati sehingga ia akan jauh dari kebenaran.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ القَلْبَ

“Dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Ahmad no. 8081, Tirmidzi no. 2305, Ibnu Majah no. 4193, dan lainnya. Lihat Shahih Ibnu Majah no. 3400)

Ketiga, situasi dan kondisi

Pada asalnya, sebuah candaan memiliki tujuan untuk mencairkan suasana tanpa bermaksud menyakiti perasaan lawan bicara. Jika bercanda tidak melihat situasi dan kondisi yang tepat, hal itu bisa menimbulkan ketersinggungan atau bahkan permusuhan. Siatuasi atau kondisi yang ideal untuk bercanda misalnya saat santai, kumpul dan makan bersama, atau yang lainnya. Kemudian juga mempertimbangkan dengan siapa kita bercanda, karena tipe dan karakter orang tidak sama dan bermacam-macam.

“Bercanda itu bagai bumbu dalam kehidupan; tanpa bumbu, hidup terasa hambar; sedikit ia memberi rasa, cukup menciptakan kenikmatan; tapi jika terlalu banyak, bisa merusak. Maka bijaklah dalam menakar, agar hidup tetap di jalan yang benar dan tidak terjungkar.”

Semoga Allah Ta’ala membimbing kita untuk selalu menjaga lisan dan menjadikan setiap interaksi kita sebagai ibadah. Wallahu a’lam bishawab.

Baca juga: Bercanda yang Berpahala

***

Penulis: Arif Muhammad N

Artikel Muslimah.or.id

 

Catatan kaki:

Disarikan dari Kajian Ustaz Abdullah Zaen, Lc. M.A., dengan tautan: https://www.youtube.com/watch?v=mkobLbLiVA0

ShareTweetPin
Muslim AD Muslim AD Muslim AD
Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd

Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd

- S1 Jurusan Kewarganegaraan dan Hukum UNY - Ketua Hijrah Dakwah (@hijrahdakwah.id) - Pernah belajar di: PPTQ Harun Syafi’i, Markas Riwayah Ibnu Qudamah, Markas Takallam Duri - Pernah mengambil sanad Azan ke asatidz Markas Ibnu Syubah Boyolali

Artikel Terkait

Berlindungnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dari Lima Perkara (1)

oleh Umi Farikhah
23 Juni 2010
31

"Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari siksaan kubur, siksa neraka Jahanam, fitnah kehidupan dan setelah mati, serta dari kejahatan...

Berburu Do’a Mustajab

oleh Ummu Sa'id
14 Oktober 2010
36

Hidup ini tak lekang dengan masalah, silih berganti dari masalah satu ke masalah lain. Akan tetapi jika kita mau berfikir...

Adab Makan Pembuka Pintu Keberkahan

Bukan Sekadar Kenyang! Inilah Adab Makan Pembuka Pintu Keberkahan

oleh Rizka Fajri Indra
3 April 2025
0

Pernahkah kita menyadari bahwa setiap suapan nasi yang kita kunyah bukan hanya mengenyangkan, tetapi juga bisa membuka pintu keberkahan? Dalam...

Artikel Selanjutnya
Basahi Lisanmu dengan Berdzikir

Basahi Lisanmu dengan Berdzikir (Bag. 3)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid
Logo Muslimahorid

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslim.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.

No Result
View All Result
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.