Tanpa disadari, lisan yang tidak terjaga sering kali menjadi alat untuk merendahkan martabat sesama. Mengolok-olok dapat merusak ukhuwah Islamiyah yang menjadi fondasi masyarakat Islam.
Namun, betapa seringnya kita mengabaikan nilai-nilai ini dengan alasan bercanda. Padahal, candaan yang melukai hati orang lain tidak hanya meruntuhkan kehormatan dirinya, tetapi juga mencerminkan akhlak buruk pelakunya. Inilah saatnya kita mengevaluasi diri: sudahkah kita menggunakan lisan untuk kebaikan, atau justru sebaliknya?
Larangan mengolok-olok
Allah Ta’ala berfirman,
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٌ مِّنۡ قَوۡمٍ عَسٰٓى اَنۡ يَّكُوۡنُوۡا خَيۡرًا مِّنۡهُمۡ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)…” (QS. Al-Hujurat: 11).
Kadangkala, kita menganggap remeh dosa tertentu, seperti bercanda dengan cara merendahkan orang lain. Alasannya sering kali sederhana: untuk memancing tawa atau menghidupkan suasana. Namun, bercanda yang mencederai harga diri orang lain tidak pernah dibenarkan dalam Islam, apalagi jika dilakukan di hadapan banyak orang. Candaan semacam ini, meski tidak termasuk dosa besar, tetap merupakan pelanggaran serius terhadap ajaran agama.
Merendahkan martabat orang lain, baik melalui olokan, celaan, maupun gelar buruk, adalah cerminan akhlak yang tercela. Apapun niat atau motifnya, tindakan ini bertentangan dengan prinsip kasih sayang yang diajarkan Islam. Sungguh, Islam sangat menghargai kehormatan individu, hingga menjadikan larangan ini sebagai bagian dari syariat yang tidak boleh diabaikan.
Sebagai seorang muslim, menjaga lisan adalah tanggung jawab besar. Lebih dari itu, perilaku kita adalah cerminan keindahan Islam. Maka, jauhilah candaan yang menyakiti hati orang lain, dan gantilah dengan kata-kata yang membawa kebaikan serta mendekatkan hati kepada Allah
Baca juga: Mengucapkan Cerai Kepada Istri Dengan Maksud Bercanda
Bagaimanakah Rasulullah bercanda?
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari no. 6018; Muslim no.47)
Perkataan yang tidak membawa manfaat atau bahkan menyakiti orang lain sebaiknya ditahan, karena setiap kata yang terucap akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Akhlak mulia dalam berbicara adalah cerminan keimanan yang kokoh.
Anas radhiyallahu ‘anhu menceritakan salah satu bentuk canda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berkata kepadanya,
!يَا ذَا الأُذُنَيْنِ
“Wahai, pemilik dua telinga!” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi).
Candaan ini sederhana, ringan, dan tidak menyinggung perasaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunjukkan bahwa bercanda bisa menjadi sarana mendekatkan hati tanpa perlu melukai atau meremehkan.
Riwayat-riwayat lain juga menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menjaga kehormatan orang yang diajak bercanda. Beliau bercanda dengan penuh kelembutan, tanpa kebohongan, dan tetap menjaga adab serta martabat lawan bicaranya. Hal ini menjadi teladan bagi umat Islam untuk tidak melampaui batas dalam bercanda sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Candaan yang melecehkan atau merendahkan hanya akan melukai hati orang lain dan mencoreng citra Islam. Oleh karena itu, mari berhati-hati dalam berkata dan menjadikan akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai standar dalam berinteraksi dengan sesama
Akibat dari mengolok-olok orang lain
Mengolok-olok dapat menyebabkan kerusakan hubungan sosial dan spiritual. Setiap muslim memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kehormatan satu sama lain, bukan justru mencederainya melalui kata-kata atau tindakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخذُلُهُ، وَلَا يَكْذِبُهُ، وَلَايَحْقِرُهُ
“Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain.” (HR. Muslim no. 2564)
Perbuatan mengolok-olok adalah bentuk penghinaan yang bisa memicu kebencian dan permusuhan di tengah masyarakat. Orang yang menjadi korban olok-olok mungkin merasa direndahkan, kehilangan harga diri, bahkan terasing dari lingkungannya. Tindakan ini juga berbahaya bagi pelakunya, karena mencerminkan kurangnya kesadaran akan hakikat persaudaraan Islam.
Mengolok-olok berarti menyalahi prinsip dasar ukhuwah Islamiyah, yang seharusnya mengajarkan kasih sayang dan saling menghormati. Orang yang terus memupuk kebiasaan buruk ini, dikhawatirkan bisa terjerumus dalam sifat zalim, bahkan tanpa disadarinya.
Oleh karenanya, saudaraku, pahamilah bahwa setiap kata yang keluar dari lisan kita memiliki dampak. Daripada mengolok-olok yang merusak hubungan dan mendatangkan murka Allah, lebih baik kita menggunakan lisan untuk mendoakan, memotivasi, atau memberikan nasihat yang membangun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah teladan dalam menunjukkan kasih sayang kepada sesama, dan kita dituntut untuk meniru beliau agar hubungan sosial dan spiritual kita tetap harmonis.
Wallahu a’lam.
Baca juga: Bercanda yang Berpahala
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel Muslimah.or.id