Fatwa Syekh Abu Abdillah Musthafa bin Al-‘Adawi
Pertanyaan:
Apakah terdapat aspek yang perlu dilihat dalam masalah al-kafa’ah (sekufu dalam pernikahan) selain dari yang sudah disebutkan? Sebutkan sebagiannya.
Jawaban:
Ya, ulama menyebutkan aspek lain dalam masalah al-kafa’ah, misalnya:
Al-kafa’ah dalam masalah profesi (pekerjaan). Sebagian ulama mengatakan bahwa hal itu adalah syarat. Siapa saja yang memiliki profesi (pekerjaan) yang dianggap rendah, seperti penenun, tukang bekam, penjaga, penyamak kulit, tukang penjaga kamar mandi umum, atau pemulung, maka tidak dianggap sekufu dengan perempuan yang memiliki kehormatan dan memiliki pekerjaan yang dianggap lebih tinggi, seperti pedagang (pengusaha) atau arsitek. Karena hal itu bisa dianggap sebagai aib dalam urf (adat kebiasaan) manusia, sehingga sama seperti aib dalam masalah nasab.
Dalam hadis disebutkan,
الْعَرَبُ بَعْضُهُمْ أَكفَاءُ بَعضٍ، وَالْمَوَالِي بَعْضُهُمْ أَكفَاءُ بَعْضٍ، إلَّا حَائِكًا أوْ حَجَّامًا
“Orang-orang Arab sebagian mereka setara dengan sebagian yang lain, dan para bekas budak (mawali) sebagian mereka setara dengan sebagian yang lain, kecuali penenun atau tukang bekam.” Namun, hadis ini dha’if.
Ditanyakan kepada Imam Ahmad, “Bagaimana Engkau berdalil dengan hadis ini, sedangkan Engkau menilai hadis tersebut lemah?” Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Hadis tersebut (tetap) diamalkan.” Maksudnya, hadis tersebut sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
Adapun sebagian ulama berpendapat bahwa hal itu bukanlah aib. Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Abu Hanifah, karena bukanlah termasuk aib dalam masalah agama.
Pendapat Imam Abu Hanifah ini dikuatkan oleh hadis riwayat Abu Dawud dan selainnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ أَبَا هِنْدٍ، حَجَمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْيَافُوخِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا بَنِي بَيَاضَةَ أَنْكِحُوا أَبَا هِنْدٍ وَأَنْكِحُوا إِلَيْهِ
“Bahwa Abu Hind, telah membekam Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di bagian tengkuk (yafukh), lalu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai Bani Bayadah, nikahkanlah Abu Hind dan nikahkanlah wanita kalian dengannya.”
Sedangkan profesi Abu Hind adalah tukang bekam. [1]
Juga terdapat aspek yang dipertimbangkan dalam masalah al-kafa’ah, yaitu tidak memiliki penyakit tertentu (yang membahayakan). Para ulama berdalil dengan hadis,
فر من المجذوم فرارك من الأسد
“Lari dari orang yang terkena penyakit kusta seperti engkau lari dari singa.”
Dan juga hadis,
لا يوردون ممرض على مصح
“Tidak boleh membawa orang yang sakit menular ke tempat yang sehat.” [2]
Baca juga: Sekufu dalam Masalah Nasab (Keturunan)
***
@Unayzah, 7 Ramadan 1446/ 7 Maret 2025
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
[1] Wallahu a’alam, pendapat Imam Abu Hanifah inilah yang lebih kuat. Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,
ومعلوم أن الحجامة، والدباغة، والحياكة، والحدادة فيها مصالح عظيمة للمسلمين، فالذي يقوم بها جدير بأن يشكر لا بأن يهمل، فإهماله وعدم تزويجه معناه التنفير عن هذه المهن النافعة للناس، فكما أنَّه غَلَظ في الحكم هو غلط في المعنى …
“Sudah diketahui bahwa profesi seperti tukang bekam, penyamak kulit, penjahit, dan pandai besi membawa manfaat besar bagi umat Islam. Orang-orang yang menjalani profesi ini seharusnya diberi penghargaan, bukan diabaikan. Mengabaikan mereka dan menolak menikahkan mereka sama saja dengan mengurangi motivasi untuk menjalani profesi-profesi bermanfaat ini. Sebagaimana ini adalah kekeliruan dalam hukum, ini juga merupakan kekeliruan dalam makna …”
[2] Diterjemahkan dari Ahkaamun Nikah waz Zifaf, hal. 82.