Safar di bulan Ramadan
Bulan Ramadan adalah surga bagi orang-orang yang beriman. Karena di bulan inilah segala perbuatan baik dilipatgandakan dengan ganjaran yang jauh lebih besar serta pintu ampunan dibuka selebar-lebarnya bagi siapa pun yang bertobat dari segala kesalahannya. Siapa yang tidak berharap memasukinya dan keluar darinya dalam keadaan kembali suci seperti bayi yang terlahir kembali?
Sebagai seorang muslimah yang sangat merindukan momen ini, sudah pasti kita berharap bisa menjalani ibadah di bulan suci Ramadan dari awal sampai akhir secara maksimal. Tentunya kondisi yang paling ideal untuk menjalani ibadah di bulan ini adalah saat kita dalam keadaan mukim (tidak safar). Namun, ada kalanya harapan kita tak berjalan sebagaimana mestinya. Terkadang di penghujung Ramadan, mau tidak mau kita harus melakukan kegiatan safar, baik dalam urusan keluarga seperti mudik ke kampung halaman, maupun urusan pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain. Sudah pasti dalam kondisi seperti ini akan ada beberapa ibadah yang sulit untuk dilakukan, salah satu contohnya adalah i’tikaf.
Barangsiapa yang pernah menjalani keadaan safar, tentu pernah merasakan pula bagaimana pahitnya hidup dengan segala kesulitan di perjalanan. Dari mulai sulitnya fasilitas ibadah, terganggunya makan, minum, dan tidur, serta kesulitan-kesulitan lain, seperti terbatasnya penggunaan listrik dan susahnya mendapatkan sinyal internet.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
السفر قطعة من العذاب يمنع أحدكم طعامه وشرابه ونومه، فإذا قضى أحدكم نهمته من سفره فليعجل إلى أهله
“Safar (bepergian) itu bagian dari azab. Seseorang akan terhalang (terganggu) makan, minum, dan tidurnya. Maka, apabila seseorang telah menunaikan maksud safarnya, hendaklah ia menyegerakan diri kembali kepada keluarganya.” (Shahih Al-Bukhari no. 1804 dan Shahih Muslim no. 179)
Safar di bulan Ramadan tentunya memiliki tantangan yang lebih berat dibandingkan safar di bulan lainnya. Selain harus terus menjaga fisik agar tetap prima selama perjalanan, kita juga berusaha untuk tetap memaksimalkan ibadah di tengah keterbatasan dan kesulitan yang ada. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menyempurnakan syariat agama Islam. Saudariku sekalian, betapa indahnya agama kita, bahkan dalam kondisi seperti ini saja Islam telah mengaturnya secara rinci dengan memberikan solusi terbaik untuk menghadapi berbagai rintangan saat safar. Sungguh Islam adalah agama yang mudah, Allah bahkan memudahkan kita dengan adanya syariat berupa keringanan dan kemudahan yang bisa kita pilih sesuai dengan keadaan atau yang sering disebut dengan rukhshah.
Pengertian rukhshah
Rukhshah secara bahasa bermakna التسهيل والتيسير yakni kemudahan dan keringanan dalam perkara amal perbuatan maupun keadaan. Adapun secara istilah menurut para ulama ushul fiqih, rukhshah bermakna ما ثبتَ على خلاف دليل شرعي لمعارِض راجح yakni apa-apa yang berbeda dengan dalil syar’i karena adanya penghalang.
Dalam suatu kaidah fikih disebutkan,
المشقّة تجلب التيسير
“Kesulitan mendatangkan kemudahan.”
Makna kaidah ini adalah adanya kesulitan akan memunculkan kemudahan, tidaklah syariat Islam hadir kecuali untuk memudahkan. Apabila terdapat kesulitan bagi seorang hamba dalam melaksanakan sebuah ibadah, maka Allah telah memberikan solusi berupa kemudahan dengan adanya rukhshah yang bisa diambil oleh seorang hamba.
Kaidah ini merupakan kesimpulan berdasarkan ayat-ayat Al-Quran berikut,
يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS. Al-Baqarah: 185)
يريد الله أن يخفف عنكم و خلق اﻹنسان ضعيفا
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia diciptakan bersifat lemah.” (QS. An-Nisa: 28)
وما جعل عليكم في الدين من حرج
“Dia tidak menjadikan untukmu kesulitan dalam agama.” (QS. Al-Hajj: 78)
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها
”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
فاتقوا الله ما استطعتم
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)
Dan juga dalam hadis disebutkan,
يسّروا ولا تعسّروا
“Berilah kemudahan dan jangan mempersulit.” (HR. Bukhari no. 69 dan Muslim no. 1734)
Beberapa rukhshah bagi orang yang safar
Rukhshah tidak hanya terbatas bagi orang yang safar saja. Terdapat beberapa keadaan lain yang menyebabkan rukhshah seperti sakit, lupa, dipaksa dan lain sebagainya. Adapun rukhshah bagi orang yang safar mencakup beberapa hal:
Menjamak salat
Yaitu dengan menggabungkan dua salat dan dikerjakan di salah satu waktu, baik di waktu salat pertama atau jamak taqdim, maupun di waktu salat kedua atau jamak ta’khir). Dalam sebuah hadis disebutkan,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يجمع بين صلاة الظهر والعصر، إذا كان على ظهر سير ويجمع بين المغرب والعشاء
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak salat Zuhur dan Asar ketika safar, ketika beliau berada di tengah perjalanan, dan juga menjamak antara salat Magrib dan Isya.” (HR. Bukhari no. 1107)
Meng-qashar salat (meringkas salat yang berjumlah 4 rakaat menjadi 2 rakaat)
وﺇذا ضربتم في الأرض فليس عليكم جناح أن تقصروا من الصلوة
“Dan apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu mengqashar salat.” (QS. An-Nisa: 101)
Ketetuan jarak safar yang membolehkan qashar salat adalah sejauh 16 farsakh, yaitu 4 burd, atau 48 mil, yakni mendekati 80 km.
Meninggalkan salat Jumat dan menggantinya dengan salat Zuhur
ليس على المسافر جمعة
“Tidak wajib salat Jumat bagi orang yang musafir.” (HR. Ad-Daruquthni no. 111)
Bertayamum sebagai pengganti wudu
و ﺇن كنتم مرضى أو على سفرأو جاء أحد منكم من الغائط أو لا مستم النساء فلم تجدوا ماء فتيمّموا صعيدا طيّبا فامسحوا بوجوهكم و أيديكم ﺇنّ الله كان عفوّا غفورا
”Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); usaplah muka dan tanganmu. Sesungguhnya Allah maha pemaaf lagi maha pengampun.” (QS. An-Nisa: 43)
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
[Bersambung]
***
Penulis: Putri Idhaini
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Mushaf Al-Quran terjemah online https://quran.com/id
Mesin pencari hadis online https://dorar.net/hadith
Al-Wajiiz fii Fiqhi As-Sunnah wa Al-Kitaab Al-Aziiz, Syaikh Abdul ‘Adzim bin Badawi, Dar Ibn Rajab, 2017.
Al-Fiqhu Al-Muyassar fii Dhaui Al-Kitaab wa As-Sunnah, kompilasi para ulama, Maktabah Al-Hidayah Ad-Dar Al-Baidha’, 2016
Panduan Ramadhan Kontemporer, Muhammad Abduh Tuasikal, Penerbit Rumaysho, Yogyakarta, 2018.
Kitaab As-Shalah min Al-fiqhu Al-Muyassar fii Dhaui Al-Kitaab wa As-Sunnah (Terjemah), Beni Sarbeni, Penerbit Yayasan Belajar Islam Bandung, 2023.
https://islamqa.info/ar/answers/202279/شرح-حديث-ان-الله-يحب-ان-توتى-رخصه
https://muslim.or.id/40459-safar-adalah-sebagian-dari-adzab.html
https://almanhaj.or.id/19443-makna-rukhshah-dan-pembagiannya-2.html
https://almanhaj.or.id/2502-kaidah-ke-3-adanya-kesulitan-akan-memunculkan-adanya-kemudahan.html
https://muslimah.or.id/20278-rukhsah-dalam-ibadah.html
https://muslim.or.id/44793-sebab-yang-membolehkan-untuk-menjamak-shalat-bag-1.html