Terkadang seseorang mempunyai semangat dalam menuntut ilmu. Ia menghadiri kajian ini dan itu, membaca ini dan itu, menghafal ini dan itu. Akan tetapi, baru berjalan beberapa saat, rasa kantuk mulai datang dan kelopak mata menjadi berat rasanya. Bahkan, sering terjadi, ketika membuka satu halaman dari buku, membaca setengah halaman mulai jenuh dan malas. Pada hakikatnya, ini termasuk masalah yang serius dan bisa dihilangkan dengan menempuh 2 sebab dari sebab syar’i dan qadari
Sebab syar’i: Berdoa
Sebab syar’i adalah sebab yang kita tempuh berlandaskan Al-Qur’an dan as-Sunnah. Dan yang paling manjur adalah berdoa, terutama doa yang diajarkan oleh Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
رب زدني علما وارزقني فهما
“Ya Allah, tambahkanlah aku ilmu.” (QS. Thaha: 114)
اللهم إني أسألك علما نافعا ورزقا طيبا وعملا متقبلا
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima.” (Hadis dari Ummu Salamah, dikeluarkan oleh Syu’aib al-Arnauth dalam Tajrih Zaadul Ma’ad no. 342 dinilai sebagai hadis hasan)
رب أعوذ بك من الكسل وسوء الكبار
“Wahai Rabbku, aku berlindung kepada-Mu dari rasa malas, dan keburukan di hari tua.” (HR. Muslim no. 2088)
أللهم إني أسألك علما نافعا وأعوذ بك من علم لا ينفع
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, dan aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.” (Hadis dari Jabir ibn ‘Abdillah, dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dan shahih-nya no. 82)
Sebab Qadari
Yaitu, sebab yang ditempuh berdasarkan logika, pengalaman, dan penelitian yang sudah terbukti secara ilmiah. Agar tidak jenuh dalam membaca, menghafal, kita bisa menempuh sebab-sebab berikut:
Membaca kembali kisah tentang para ulama dan para imam yang mendapat petunjuk
Hal tersebut merupakan sarana terbesar untuk menanamkan keutamaan dalam jiwa, demi mengobarkan semangat dan memotivasi untuk kebaikan serta ketakwaan.
Melakukan refreshing
Melakukan refreshing, di antaranya:
1) Membasuh muka dengan air dingin atau mandi ketika merasakan kantuk atau malas.
2) Mengubah posisi duduk ketika membaca.
3) Berpindah dari ruang baca ke kamar yang lain di ruangan yang memungkinkan.
4) Menghirup udara yang segar dengan cara berdiri di dekat jendela.
5) Berjalan-jalan sebentar.
6) Berbincang-bincang sebentar dengan keluarga dalam hal dan kondisi yang mubah.
7) Membuat kopi atau teh.
8) Istirahat sejenak, tapi jangan sampai menjadi tidur yang berkepanjangan.
9) Mengubah kegiatan ketaatan menjadi ibadah yang lain.
10) Mengubah indera dalam belajar. Misal, lelah mendengarkan rekaman, menggantinya dengan membaca, atau melihat video kajian.
11) Melakukan peregangan dan bergerak yang ringan.
Baca juga: Jangan Minder dengan Identitas Sebagai Penuntut Ilmu Syar’i
Rehat sejenak itu diperbolehkan
Disyariatkan bagi seorang muslim untuk melakukan istirahat dengan yang halal, dan menggunakan waktunya untuk memberikan kebahagiaan untuk anggota keluarganya, dan bersenang-senang dengan mereka dengan perkara yang dibolehkan. Agar seimbang di berbagai aspek kemanusiaan, menghilangkan kebosanan dan memperbarui semangat dan aktivitas, semisal jalan-jalan ke taman, berlibur, dan bermain dengan permainan yang diperbolehkan.
Hal tersebut sebagaimana dalam kutipan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَقِيَنِي أَبُو بَكْرٍ، فَقالَ: كيفَ أَنْتَ؟ يا حَنْظَلَةُ قالَ: قُلتُ: نَافَقَ حَنْظَلَةُ، قالَ: سُبْحَانَ اللهِ ما تَقُولُ؟ قالَ: قُلتُ: نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ، يُذَكِّرُنَا بالنَّارِ وَالْجَنَّةِ، حتَّى كَأنَّا رَأْيُ عَيْنٍ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِن عِندِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ، عَافَسْنَا الأزْوَاجَ وَالأوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ، فَنَسِينَا كَثِيرًا، قالَ أَبُو بَكْرٍ: فَوَاللَّهِ إنَّا لَنَلْقَى مِثْلَ هذا، فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ، حتَّى دَخَلْنَا علَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ، قُلتُ: نَافَقَ حَنْظَلَةُ، يا رَسُولَ اللهِ، فَقالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ وَما ذَاكَ؟ قُلتُ: يا رَسُولَ اللهِ، نَكُونُ عِنْدَكَ، تُذَكِّرُنَا بالنَّارِ وَالْجَنَّةِ، حتَّى كَأنَّا رَأْيُ عَيْنٍ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِن عِندِكَ، عَافَسْنَا الأزْوَاجَ وَالأوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ، نَسِينَا كَثِيرًا فَقالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسِي بيَدِهِ إنْ لو تَدُومُونَ علَى ما تَكُونُونَ عِندِي، وفي الذِّكْرِ، لَصَافَحَتْكُمُ المَلَائِكَةُ علَى فُرُشِكُمْ وفي طُرُقِكُمْ، وَلَكِنْ يا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
“Abu Bakar radhiyallahu’anhu menjumpaiku dan berkata, ‘Bagaimana kabarmu ya, Hanzhalah?‘ Aku pun menjawab, ‘Aku telah menjadi munafik.‘ Abu Bakar berkata, ‘Subhanallah, apa yang sedang kau katakan?‘ Jawabku, ‘Ketika kami berada di majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seakan-akan surga dan neraka ada di hadapan kami (ketika Rasulullah mengingatkan kami tentangnya – pent.). Namun, saat kami berada di luar majelisnya, maka kami disibukkan dengan istri-istri, anak-anak, dan kehidupan kami hingga kami banyak lupa (terhadap akhirat).‘ Maka Abu Bakar radhiyallahu’anhu berkata, ‘Demi Allah, Aku pun merasakan hal yang sama.‘
Maka kami pun bermaksud mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pun berkata, ‘Hanzhalah telah munafik wahai Rasulullah.‘ Rasulullah bertanya, ‘Apa maksudmu?‘ Jawabku, ‘Wahai Rasulullah seakan surga dan neraka ada di hadapan kami ketika engkau mengingatkan kami tentangnya dalam majelismu. Akan tetapi, ketika kami tidak lagi berada di majelismu, kami pun dilalaikan dengan anak, istri, dan kehidupan kami sehingga kami banyak melupakan (akhirat).‘
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Demi Dzat yang jiwaku ada pada genggaman-Nya, jika kalian terus beramal sebagaimana keadaan kalian ketika berada di sisiku dan selalu mengingat akhirat, maka niscaya malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat tidur kalian maupun di jalan-jalan. Namun Hanzhalah, manusia itu sesat begini dan sesat begitu.‘ Beliau mengulanginya sampai tiga kali.” (HR. Muslim no. 2750)
Maksud hadis ini adalah: Ada saatnya kita kuat dan terjaga, dan ada saatnya kita lelah dan perlu istirahat, agar tidak bosan dan jenuh dalam ibadah. Ada saatnya kita menunaikan hak-hak Allah, dan ada saatnya kita futur karena sudah lelah jiwa. (Lihat Muraqoh al-Mafatih lil Malla ‘alal Qari)
“Istirahat” bukan artinya ada saatnya waktu untuk taat dan ada saatnya waktu untuk bermaksiat, atau ada saatnya untuk yang halal dan ada saatnya untuk yang haram, sebagaimana yang dipahami olrh sebagian orang!
Istirahat sejenak bukan untuk bersenang-senang saja, tetapi untuk memperbarui semangat dalam beribadah
Dikisahkan bahwa Syaikhul Islam Asbijani pernah mengalami kegoncangan jiwa atau patah semangat dalam belajar selama dua belas tahun karena terjadi perubahan pemerintahan di negerinya. Kemudian beliau keluar bersama temannya untuk belajar bersama. Mereka setiap hari duduk untuk belajar bersama dan tidak terlewat satu hari pun dalam belajar bersama. Hal itu mereka lakukan selama dua belas tahun sampai temannya mendapat gelas Syaikhul Islam di madzhab Syafi’i karena beliau memang Syafi’iyyah.
Baca juga: Karakter Seorang Penuntut Ilmu
***
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Ash-Shaya’ri. Muhammad bin Shalih bin Ishaq. 2000. Kaifa Tatahammas Lith Thalabil Ilmi Syariy. Riyadh: Al-Malik Fahd al-Wathoniyyah.
Munajjid, Muhammad Shalih. 2020. 20 Faidah fil Istiqamah Ba’da Ramadhan wal Ijazah ash-Shaifiyyah. E-book Zad Group. https://almunajjid.com/books/lessons/134.
Zarnuji, Imam Burhanuddin. 2015. Ta’limul Muta’allim fi Thariqit Ta’allum. Damaskus: Dar Ibn Katsir.
Qahthani, Said bin ‘Ali bin Wahf. 2012. Hishnul Muslim (Terjemahan). Solo: At-Tibyan