Pengertian tasyabbuh
Salah satu cara berhias yang terlarang adalah tasyabbuh. Secara bahasa, tasyabbuh artinya meniru atau menyerupai.
Tasyabbuh menurut Imam Muhammad Al-Ghazi Asy-Syafi’i yaitu,
عبارة عن محاولة الإنسان أن يكون شبه المتشبه به، وعلى هيئته وحليته ونعته، وصفته
“Usaha seseorang untuk menyerupai orang yang ditirunya, baik penampilan, cara berhias, sifat-sifat, maupun ciri-cirinya.”
Larangan Allah ada dua macam, yaitu makruh dan haram. Larangan haram terdiri dari dosa kecil dan dosa besar, sedangkan tasyabbuh kepada lawan jenis adalah salah satu contoh dosa besar.
عن أبي عبدالله بن عباس – رضيى الله عنهما – قال : لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم المخنثين من الرجل ، والمترجلات من النساء
وفي رواية : لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم المتشبهين من الرجال بالنساء ، والمتشبهات من النساء بالرجال (رواه البخاري)
“Dari Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menjadi waria karena bersikap sebagaimana perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki’.
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari)
Ketika perempuan menyerupai laki-laki, maka ia keluar dari fitrah yang lurus yang Allah berikan padanya, fitrah yang sesuai dengan sifat fisik dan kemampuan fisik kerja perempuan dan fungsi seksual perempuan. Adapun yang menjadi tolak ukur menyerupai lawan jenis adalah kekhasan pada perempuan atau laki-laki.
Jika wanita memakai parfum lelaki ataupun sebaliknya, apakah itu termasuk tasyabbuh?
Perempuan boleh menggunakan parfum laki-laki karena terdapat beberapa hadis yang menunjukkan hal ini. Di antaranya adalah hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menjelaskan tentang tata cara mandi haid, yaitu mengusap tempat keluarnya darah dengan sebuah kapas yang telah dibaluri dengan kasturi. Sedangkan kasturi merupakan parfum laki-laki. Dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ.
قَالَ خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا
قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ ؟
قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا
قَالَتْ كَيْفَ ؟
قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي
فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ
“Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Seorang wanita bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang cara mandi dari haid. Beliau lalu memerintahkan wanita itu bagaimana cara mandi.”
Beliau bersabda, “Ambillah sepotong kapas yang diberi kasturi, lalu bersucilah.”
Wanita itu bertanya, “Bagaimana aku bersuci dengannya?”
Beliau menjawab, “Bersucilah dengan kapas itu!”
Wanita itu berkata lagi, “Bagaimana (caranya aku bersuci)?”
Maka beliau berkata, “Subhaanallah. Bersucilah!”
Aku pun manarik wanita itu ke arahku, lalu aku katakan, “Usaplah bekas tempat keluarnya darah haid dengan kapas tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih)
Adapun bagi laki-laki, terdapat hadis dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu yang menjelaskan tentang parfum pada hari Jumat, di mana Rasulullah membolehkan lelaki menggunakan parfum wanita,
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : غسل يوم الجمعة على كل محتلم ، وسواك ، ويمس من الطيب ما قدر عليه
وفي رواية : ولو من طيب المرأة
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Mandi sebelum menunaikan salat Jumat hukumnya wajib atas orang yang sudah baligh, begitupun dengan bersiwak dan menggunakan parfum semampunya.”
Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Meskipun ia hanya memiliki parfum wanita.” (HR. Muslim)
Sehingga memakai parfum lawan jenis menurut Syaikh Amru Abdul Mun’im Salim hafizhahullah bukan merupakan tasyabbuh karena berhias dengan parfum tidak mengeluarkan dari fitrah suci yang Allah tetapkan bagi wanita. Fungsi parfum adalah menghilangkan bau yang tidak sedap atau melembutkan tabiat dan ia sesuai dengan fitrah yang lurus.
An-Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan hadis ini di dalam Syarh Muslim berpendapat,
( وَلَوْ مِنْ طِيب الْمَرْأَة ) وَهُوَ الْمَكْرُوه لِلرِّجَالِ , وَهُوَ مَا ظَهَرَ لَوْنه ، وَخَفِيَ رِيحه ، فَأَبَاحَهُ لِلرَّجُلِ هُنَا لِلضَّرُورَةِ ، لِعَدَمِ غَيْره
“Meskipun ia hanya memiliki parfum wanita”, maksudnya adalah pada dasarnya makruh bagi laki-laki memakai parfum wanita yang jelas warnanya dan samar wanginya. Hal ini diperbolehkan dalam keadaan darurat jika tidak ada parfum lainnya.”
Sikap yang terbaik tentunya keluar dari perselisihan sebagaimana kaidah fikih,
الخروج من الخلاف مستهب
“Keluar dari perbedaan pendapat itu dianjurkan”.
Sehingga yang terbaik bagi laki-laki adalah tetap memakai parfum laki-laki, kecuali dalam keadaan darurat maka diperbolehkan memakai parfum wanita. Adapun wanita tidak mengapa memakai parfum laki-laki, selain di hadapan laki-laki ajnabi (laki-laki yang bukan mahram) karena bukan termasuk tasyabbuh.
Baca juga: Haramnya Wanita Muslimah Memakai Parfum di Hadapan Laki-Laki Ajnabi
***
Penulis: Atma Beauty Muslimawati
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Ahkamuz Zinah lin Nisa`, hal. 18-19 dan 26, Syaikh Amru Abdul Mun’im Salim, Maktabah As-Sawadi, Saudi Arabia, cetakan pertama tahun 1416/ 1996.
https://www.islamweb.net/ar/fatwa/12438 (diakses pada hari Minggu, 22 September 2024 pukul 11.51 WITA)
https://islamqa.info/ar/answers/117506 (diakses pada hari Minggu, 22 September 2024 pukul 12.37 WITA)