Imam Ahmad bin Abdul Halim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya di dunia ini ada surga, barangsiapa yang belum merasakan surga dunia ini, maka dia tidak akan merasakan surga di akhirat. Dan surga dunia adalah kelezatan iman.”
Dan seseorang tidak akan merasakan lezatnya keimanan hingga Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga perkara, barangsiapa yang dalam dirinya terdapat tiga hal tersebut, maka dia akan mendapatkan manisnya iman: (Pertama) Hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selainnya. (Kedua) Hendaklah ia mencintai seseorang di mana dia tidak mencintainya kecuali hanya karena Allah, dan (ketiga) hendaklah ia benci kembali kepada kekafiran seperti kebenciannya bila dia dilemparkan ke dalam api.” (Muttafaqun ‘alaih)
Maka barangsiapa yang mengaku cinta kepada Allah, hendaklah ia mengikuti jalan hidup kekasih-Nya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Quran,
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
Banyak orang yang mengaku-ngaku cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, ketika diminta bukti nyata cintanya, mereka berpaling. Ketahuilah kecintaan itu memiliki tanda-tanda. Dan di antara tanda-tanda cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:
Memiliki keinginan yang kuat untuk melihat dan menyertai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Tentu keinginan terbesar seorang mukmin adalah bertemu dan berkumpul bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga Allah ‘azza wa jalla. Sebagaimana sahabat yang bernama Rabi’ah bin Ka’ab Al-Aslami, beliau mengatakan,
كُنْتُ أَبِيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوْئِهِ وَحَاجَتِهِ، فَقَالَ لِي: سَلْ، فَقُلْتُ: أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ، قَالَ: أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ؟ قُلْتُ : هُوَ ذَاكَ، قَالَ: فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُوْدِ
“Aku pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku membawakan air wudu dan keperluan beliau, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Mintalah sesuatu (kepadaku).’ Aku katakan, ‘Aku meminta kepada Anda agar bisa menemani Anda di surga.’ Beliau bersabda, ‘Barangkali selain itu?’ Aku menjawab, ‘Itu saja permintaanku.’ Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Maka bantulah aku terhadap dirimu dengan memperbanyak sujud.’” (HR. Muslim no. 489)
Demikianlah seseorang yang jujur dalam mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, yang ketika diberikan kesempatan untuk meminta sesuatu, maka tidak ragu-ragu untuk meminta agar bisa menyertai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam; baik pada kesempatan pertama atau kedua, pasti yang diminta adalah itu dan tidak terpikir untuk menggantinya dengan permintaan yang lain.
Mengorbankan harta dan jiwa demi membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Orang yang mencintai secara jujur pasti menunggu dengan segala kerinduan dan keinginan kuat kesempatan yang memungkinkan dirinya untuk mengorbankan istirahatnya, dirinya, dan segala apa yang dimilikinya untuk membela orang yang dicintainya. Dan begitulah orang-orang yang jujur mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia dari kalangan para sahabat, telah mencatat contoh-contoh paling indah dalam hal pembelaan dan pengorbanan bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam Ahmad meriwayatkan kepada kita dari Al-Bara’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata,
فَارْتَحَلْنَا وَالْقَوْمُ يَطْلُبُوْنَنَا، فَلَمْ يُدْرِكْنَا أَحَدٌ مِنْهُمْ غَيْرُ سُرَاقَةَ بْنِ مَالِكِ بْنِ جُعْشُمٍ عَلَى فَرَسٍ لَهُ، فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، هَذَا الطَّلَبُ قَدْ لَحِقَنَا، فَقَالَ: {لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا}، حَتَّى إِذَا دَنَا مِنَّا فَكَانَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُ قَدْرُ رُمْحٍ أَوْ رُمْحَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ، قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! هَذَا الطَّلَبُ قَدْ لَحِقَنَا، وَبَكَيْتُ، قَالَ: لِمَ تَبْكِي؟ قُلْتُ: أَمَا وَاللهِ، مَا عَلَى نَفْسِي أَبْكِي وَلَكِنْ أَبْكِي عَلَيْكَ. قَالَ: فَدَعَا عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: اَللَّهُمَّ اكْفِنَاهُ بِمَا شِئْتَ، فَسَاخَتْ قَوَائِمُ فَرَسِهِ إِلَى بَطْنِهاَ فِي أَرْضٍ صَلْدٍ
“… lalu kami berangkat dan orang-orang mengejar kami. Tidak ada seorang pun yang bisa menyusul kami kecuali Suraqah bin Malik bin Ju’syum dengan mengendarai seekor kuda miliknya. Maka aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, orang yang mengejar kita telah menyusul kita.’ Maka beliau bersabda, ‘Janganlah engkau berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita’ (QS. At-Taubah: 40). Hingga ketika Suraqah telah (benar-benar) mendekati kami dan jarak kami dengannya kira-kira satu, atau dua, atau tiga tombak, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, orang yang mengejar kita telah menyusul kita’, dan aku pun menangis. Maka beliau bertanya, ‘Kenapa kamu menangis?’ Aku menjawab, ‘Demi Allah, aku menangis bukan karena mengkhawatirkan keselamatan diriku, akan tetapi aku mengkhawatirkan keselamatan Anda.’”
Abu Bakar berkata, ‘Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan keburukan atas Suraqah dengan mengucapkan, ‘Ya Allah, lindungilah kami dari keburukannya dengan apa yang Engkau kehendaki.’ Maka tiba-tiba kaki kuda Suraqah terperosok ke dalam tanah yang keras hingga perut kudanya menyentuh tanah …” (HR. Ahmad di dalam Musnad-nya, no. 3, 1: 155)
Baca juga: Doa Terbaikku untuk Pemimpin dan Negeri Tercinta
Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Nabi
Tidak bisa dipungkiri bahwa orang akan selalu taat kepada orang yang dicintainya. Dia pasti berusaha melakukan apa saja yang dicintai oleh kekasihnya dan menghindari segala yang dibenci olehnya.
Begitu juga dengan orang yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia akan selalu berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengikuti jejak beliau, bersegera mewujudkan perintah dan menjauhi larangan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Yakni, walau bagaimanapun perintah beliau, maka laksanakanlah; dan walau bagaimanapun larangan beliau, maka jauhilah, karena beliau pasti memerintahkan yang baik dan melarang yang buruk. (Tafsir Ibnu Katsir)
Diriwayatkan oleh Ahmad, dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Allah telah melaknat perempuan yang mentato dan yang meminta ditato, yang mencabut bulu wajahnya (alis), yang membelah (giginya) untuk kecantikan, yang mengubah ciptaan Allah ‘Azza Wa Jalla.’
Hal itu didengar oleh seorang perempuan dari Bani Asad yang ada di dalam rumah yang biasa dipanggil dengan nama Ummu Ya’qub, maka dia mendatangi Ibnu Mas’ud seraya berkata, “Apakah benar kamu yang mengatakan begini dan begini?’ Dia menjawab, “Mengapa saya tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah, sedangkan hal itu tertera di dalam Al-Quran.” Perempuan itu berkata, “Saya telah membaca seluruh isi Al-Quran, tetapi saya tidak menemukannya.” Dia berkata, “Jika kamu benar-benar membacanya, maka kamu akan mendapatkannya. Tidakkah kamu membaca firman Allah,
وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Perempuan itu menjawab, “Tentu.” Dia (Ibnu Mas’ud) berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarangnya.” Perempuan itu berkata, “Saya kira keluargamu juga melakukannya.” Dia berkata, “Pergi dan lihatlah.” Maka perempuan itu pun pergi dan tidak menemukannya. Perempuan itu datang kembali dan berkata, “Saya tidak melihat apa-apa.” Dia berkata, “Kalau saja hal itu terjadi, niscaya kami tidak akan bersatu lagi (yakni, aku akan menceraikannya).” (HR. Ahmad (1: 433). Hadis ini diriwayatkan juga dalam Ash-Shahihain dari hadis Sufyan Ats-Tsauri (Fathul Bari (8: 498) dan Muslim (3: 1678) [Al-Bukhari (no. 4887) dan Muslim (no. 2125)])
Membela sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memperjuangkan syariat
Suatu yang wajar bila orang yang mencintai selalu mengorbankan waktu, tenaga, dan seluruh harta kekayaan, serta apa yang dimilikinya demi memperjuangkan apa yang telah menyebabkan kekasihnya juga mengorbankan harta dan dirinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tercinta telah mengorbankan seluruh pemberian Allah, baik berupa potensi, kemampuan, harta, dan jiwa, untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam, dari penyembahan kepada hamba menuju penyembahan kepada Rabb-Nya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh agar kalimat Allah tinggi dan kalimat kekufuran hancur dan hina, dan beliau berperang agar tidak muncul fitnah di muka bumi dan agar semua agama itu hanya milik Allah Ta’ala.
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang yang jujur dan benar dalam mencintai Rasulullah, mereka mengikuti dan mencontoh petunjuk beliau serta meneladani jalan hidup beliau dalam semua ini. Mereka mengerahkan apa yang ada pada mereka dari kekuatan dan kemampuan, mengeluarkan harta bahkan nyawa demi untuk tujuan yang karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mempersembahkan waktu, harta, dan jiwa beliau. Jiwa mereka yang mahal pun menjadi sangat murah pada saat membela sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menegakkan ajaran yang diturunkan Allah kepada RasulNya.
Mengikuti dan menghidupkan sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Quran,
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
Ibnu Katsir mengatakan, “Ayat yang mulia ini menghukumi setiap orang yang mengaku mencintai Allah, namun ia tidak menempuh jalan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa pengakuannya itu dusta hingga dia mengikuti syariat Muhammad dan agama nabawi dalam setiap ucapan dan perbuatannya. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis shahih, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan itu tertolak.” (Fathul Bari (5: 355) [HR. Bukhari (no. 2697) dan Muslim (no. 1718).” (Tafsir Ibnu Katsir)
Al-Qadhi ‘Iyadh al-Yahshubi berkata, “Ketahuilah bahwa barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka dia akan mengutamakannya dan berusaha meneladaninya. Kalau tidak demikian, maka berarti dia tidak dianggap benar dalam kecintaannya dan hanya mengaku-aku (tanpa bukti nyata). Maka orang yang benar dalam (pengakuan) mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jika terlihat tanda (bukti) kecintaan tersebut pada dirinya. Tanda (bukti) cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang utama adalah (dengan) meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, menghidupkan sunnah-nya, mengikuti semua ucapan dan perbuatannya, melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangannya, serta menghiasi diri dengan adab-adab (etika) yang beliau (contohkan), dalam keadaan susah maupun senang dan lapang maupun sempit.” (Kitab Asy-Syifa Bita’riifi Huquuqil Mushthafa, 2: 24)
Adalah sahabat Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhum, sosok yang sangat berusaha mengikuti dan menghidupkan sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari ‘Ashim Al-Ahwal, beliau berkata,
كان ابن عمر إذا رئي في طريق، كأنه ذكر كلمة من شدة اتباعه لأثر رسول الله صلى الله عليه وسلم، فإن قيل له: إن النبي صلى الله عليه وسلم لصق بالحائط لصق، وإن قيل له: قعد قعد، وإن قيل له: مشى مشى
“Dahulu Ibnu ‘Umar apabila terlihat di suatu jalan, seolah-olah sosoknya mengingatkan untuk berusaha keras (totalitas) mengikuti jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila dikatakan kepadanya, ‘Sesungguhnya Rasulullah menempelkan kepala beliau di dinding ini’, maka beliau akan menempelkan kepalanya ke dinding tersebut. Apabila dikatakan kepadanya, ‘Rasulullah duduk di sini’, maka beliau akan duduk. Dan apabila dikatakan, ‘Rasulullah berjalan di sini’, maka beliau akan berjalan.” (Syarah Kital Al-Ibanah min Ushuli Ad-Diyanah, hal. 7)
Demikianlah potret yang sebenar-benarnya dari seorang yang kecintaannya begitu besar kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga Allah memudahkan kita untuk meniti jalan mereka radhiyallahu ‘anhum dan semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita yang mulia, kekasih yang tercinta, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat. dan orang-orang yang mengikuti mereka di dalam kebaikan.
Baca juga: Cinta Nabi Butuh Bukti
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
Diintisarikan dari buku Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Sebagaimana Para Sahabat radhiyallahu ‘anhum Mencintai Beliau (Terjemah) karya Dr. Fadhl Ilahi dengan penambahan.
Referensi:
- Buku Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Sebagaimana Para Sahabat radhiyallahu ‘anhum Mencintai Beliau, Dr. Fadhl Ilahi, Penerbit Darul Haq Jakarta, Cetakan Ketiga, Jumadal Ula 1434 / April 2013.
- Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta, Cetakan Kesepuluh, Jumadal Awal 1435 / Maret 2014
- Mari Menghidupkan Sunnah Nabi, Ustadz Abdullah Taslim, Lc., MA., diakses dari: https://muslim.or.id/3316-mari-menghidupkan-sunnah-nabi.html