Telah berlalu pembahasan tentang merawat keindahan rambut bagi seorang muslimah. Dan kami rasa kurang cukup jika tidak disertai dengan pembahasan hukum dari beberapa perawatan rambut yang ada. Maka di bawah ini, akan kami sebutkan beberapa jenis perawatan rambut dan bagaimana hukumnya dalam syariat Islam yang mulia ini.
Memotong rambut
Diperbolehkan bagi seorang muslimah untuk memotong sebagian dari rambutnya dengan potongan yang tidak menyerupai laki-laki dan tidak bersifat qaza’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ عَلَى النِّسَاءِ الْخَلْقُ إِنَّمَا عَلَى النِّسَاءِ التَّقْصِيرُ
“Kaum wanita tidak boleh mencukur botak kepalanya, namun mereka cukup memendekkannya saja.” (HR. Abu Dawud no. 1985)
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya tentang seorang wanita yang tidak mampu mengurus rambutnya dan tentang cara pengobatannya? Beliau berkata, “Mengapa ia harus mencukur rambutnya?” Dikatakan kepada beliau, “Karena wanita itu tidak sanggup lagi meminyaki dan mengurusinya.” Beliau berkata, “Apabila karena darurat (kebutuhan mendesak), aku harap tidaklah mengapa.” (Ahkamun Nisa’, riwayat al-Khallal dari Imam Ahmad (19), yang merupakan bagian dari kitab al–Jami’ fil Fiqh tulisan al-Khallal)
Mencabut uban
Haram hukumnya untuk mencabut uban yang kita miliki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيبُ شَيْبَةً في الْإِسْلَامِ (قَالَ عَنْ سُفْيَانَ) إِلَّا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Janganlah mencabut uban. Tidaklah seorang muslim beruban dalam Islam, melainkan uban itu akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat.”
Dalam riwayat lain,
إلَّا كَتَبَ اللهُ لَهُ بهَا حَسَنَةٌ وَحَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ
“Melainkan Allah akan menulis baginya satu kebaikan dan menghapus darinya satu kesalahan.” (HR. Abu Dawud no. 4202)
Mewarnai rambut
Mewarnai rambut bagi seorang wanita terutama yang telah memiliki uban di kepalanya hukumnya boleh bahkan dianjurkan. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ
“Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mewarnai uban mereka, maka selisihilah mereka.” (Muttafaqun ‘alaih)
Akan tetapi, tidak boleh mewarnainya dengan warna hitam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
غَيَّرُوا هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
“Ubahlah rambut yang beruban ini dengan sesuatu dan jauhilah warna hitam.” (HR. Muslim no. 2102)
Dalam hadis yang lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَكُونُ قَوْمُ يَخْضِبُونَ فِي آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لَا يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
“Akan muncul kaum di akhir zaman yang mewarnai uban dengan warna hitam seperti paruh burung merpati, mereka tidak akan mencium aroma surga.” (HR. Abu Dawud no. 4212 dan An-Nasa`i, 8: 138)
Disebutkan dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (4: 2679), “Menyemir rambut dengan warna merah, kuning, dan warna lainnya termasuk perkara yang dibolehkan.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحْسَنَ مَا غَيَّرْتُمْ بِهِ الشَّيْبَ الحِنَّاءُ وَالْكَتَمُ
“Sesungguhnya bahan terbaik untuk mewarnai uban kalian adalah inai dan katam.” (HR. Abu Dawud no. 4205, at-Tirmidzi no. 1753, an-Nasa`i 7: 139, dan Ibnu Majah no. 3622)
Baca juga: Merawat Keindahan Rambut
Meluruskan atau mengikalkan rambut
Seorang wanita muslimah boleh meluruskan rambutnya yang ikal ataupun mengikalkan rambutnya, baik sifatnya sementara ataupun untuk waktu yang lama. Ulama besar Kerajaan Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah ditanya, “Beberapa pelajar yang berambut halus (lurus) menjadikan rambutnya keriting dengan cara yang sudah dikenal di tengah-tengah mereka. Apa hukum perbuatan semacam ini, padahal diketahui bahwa hal ini sering dilakukan oleh orang barat?”
Beliau menjawab, “Para ulama mengatakan bahwa perbuatan mengkeriting rambut itu tidak mengapa, artinya asalnya boleh saja. Asalkan mengkeriting rambut tersebut tidak menyerupai model wanita fajir dan kafir, maka tidaklah mengapa.” (Fatawa al-Jami’ah lil Mar’ah al-Muslimah, 3: 889)
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah (salah satu anggota Komisi Fatwa di Saudi Arabia, Al Lajnah ad–Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiyyah wal Ifta’) juga pernah ditanya mengenai hukum taj’id ar ra’si. Yang dimaksud di sini adalah mengkeriting rambut atau membuatnya lebih keriting. Keriting tersebut bertahan beberapa waktu. Terkadang wanita yang ingin mengkeriting rambutnya ini pergi ke salon-salon dan menggunakan bahan atau alat tertentu sehingga membuat rambut tersebut keriting sampai enam bulan.
Beliau menjawab, “Diperbolehan bagi wanita untuk mengkeriting rambutnya asalkan tidak mengikuti model orang kafir. Syarat lainnya, ia tidak boleh menampakkan rambutnya tadi kepada para pria selain mahramnya. Ia boleh mengkeriting rambutnya dengan bantuan wanita lain yang dapat dipercaya. Keriting rambut tersebut boleh bertahan sebentar atau dalam waktu yang lama. Ia boleh menggunakan bahan yang mubah (dibolehkan) atau selainnya untuk mengkeriting rambut tersebut. Namun, catatan yang perlu diperhatikan, hendaklah wanita tersebut tidak pergi ke salon untuk melakukan hal ini. Karena jika ia mesti keluar rumah, itu akan menimbulkan fitnah (godaan bagi para pria) atau ia akan terjerumus dalam hal yang dilarang. Pekerja salon boleh jadi adalah wanita yang tidak paham agama (sehingga tidak dapat dipercaya dan dapat membuka aibnya, -pen), atau bahkan lebih parah lagi jika pekerjanya adalah seorang pria, jelas-jelas ia haram untuk menampakkan rambutnya pada mereka.”
Menyambung rambut dengan rambut palsu atau memakai wig
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan,
لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan meminta disambungkan rambutnya, wanita yang bertato dan yang meminta ditatokan.” (HR. Bukhari, 4: 43; Muslim, 3: 1677; Abu Dawud no. 4168; at-Tirmidzi, 5: 105; an-Nasa`i, Tuhfah, 6: 172)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ كَلَابِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ
“Orang yang bangga dengan sesuatu yang tidak dimilikinya seperti mengenakan sepasang pakaian palsu.” (HR. Bukhari, 3: 263; Muslim (an-Nawawi, 4: 841); Abu Dawud no. 4997; an-Nasa`i dalam al–Kubra (Tuhfah, 11: 255)
Akan tetapi, diperbolehkan untuk menyambung rambut dengan benda selain rambut, seperti benang sutera atau qaramil (benang penyambung rambut wanita) sebagai hiasan yang tidak menyerupai rambut. Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam rahimahullah berkata, “Para fuqaha’ memberikan keringanan menggunakan qaramil dan penyambung rambut lainnya, selama penyambungnya bukan rambut.” (Ahkamun Nisa’, hal. 88)
Tanam rambut
Bagi seorang wanita yang mengalami kebotakan, maka tidak mengapa baginya untuk melakukan terapi tanam rambut. Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Terdapat terapi penanaman rambut dengan sempurna terhadap seseorang yang mengalami kebotakan, yaitu dengan cara mengambil rambut dari bagian belakang kepala dan menanamkannya pada bagian kepala yang botak, apakah hal itu dibolehkan?”
Beliau menjawab, “Iya, hukumnya boleh, karena termasuk bab mengembalikan sesuatu yang telah diciptakan Allah dan juga termasuk menghilangkan aib, dan tidak termasuk mempertampan diri dan juga bukan menambah sesuatu yang telah diciptakan Allah ‘Azza Wa Jalla. Sehingga hal itu tidak termasuk mengubah ciptaan Allah, melainkan mengembalikan sesuatu yang kurang serta menghilangkan aib. Terdapat dalam sebuah kisah mengenai tiga orang manusia, di mana salah seorang dari mereka kepalanya botak dan ia menuturkan bahwa ia merasa senang; jika Allah ‘Azza Wa Jalla mengembalikan rambutnya, kemudian malaikat mengusapnya, sehingga Allah mengembalikan rambutnya dan ia diberi rambut yang bagus.” (Fatawa Ulama Baladil Haram, hal. 1185)
Baca juga: Hukum Memakai Rambut Palsu
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
1) Atsary, Abu Ihsan dan Ummu Ihsan Choiriyyah. 2016. Kecantikan Wanita dalam Perspektif Islam. Bekasi Timur: Pustaka Imam Adz-Dzahabi
2) Fatwa, Abu Anisah Syahrul. 2024. Fikih Skincare agar Tampil Cantik dan Glowing Sesuai Syariat. Bekasi: Pustaka Syahrul Fatwa
3) Tuasikal, Muhammad Abduh. “Meluruskan Hukum Rebonding”. https://rumaysho.com/852-meluruskan-hukum-rebounding.html