Pada pembahasan yang telah lalu, kita sudah mempelajari dua di antara faedah-faedah dari khotbah Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu. Oleh karena itu, di kesempatan ini, akan kita pelajari faedah lainnya dari khotbah tersebut.
Larangan saling membantu dalam kemaksiatan dan nasihat bagi sesama muslim
Beliau melarang umat Islam untuk mengikutinya jika ia berada di jalan yang salah, serta tidak segan untuk meminta nasihat agar bisa kembali ditunjukkan ke jalan yang benar.
Hal ini sejalan dengan firman Allah Ta’ala yang berisi sebuah pedoman bagi kita agar tidak tolong-menolong dalam hal keburukan. Allah Ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
Selain itu, Allah Ta’ala juga berfirman,
وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (QS. Ali ’Imran: 104)
Dalam khotbah ini pula, dapat kita simpulkan bahwasanya saling menasihati ketika masih memiliki kesalahan bukanlah perkara yang asing di dalam agama Islam ini.
Allah Ta’ala pun berfirman dalam Al-Qur’an terkait saling menasihati ini,
وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu mengenai nasihat bagi sesama muslim,
حَقُّ اَلْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَإِذَا اِسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اَللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ
“Hak muslim kepada muslim yang lain ada enam.” Beliau bersabda, ”Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam kepadanya; apabila engkau diundang, penuhilah undangannya; apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasihat kepadanya; apabila dia bersin, lalu dia memuji Allah (mengucapkan ’alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan ’yarhamukallah’); apabila dia sakit, jenguklah dia; dan apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya (sampai ke pemakaman).” (HR. Muslim)
Baca juga: Salatnya Abu Bakar Ash Shiddiq
Taat kepada pemimpin
Taat kepada pemimpin adalah salah satu hal yang disyariatkan dalam Islam selama perintah dari pimpinan kita bukan dalam perkara yang haram atau perilaku maksiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.” (QS. An-Nisa`: 59)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang kita untuk taat pada aturan yang mengajak kita kepada kemaksiatan. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلى المَرْءِ المُسْلِم السَّمْعُ والطَّاعَةُ فِيما أَحَبَّ وكَرِهَ، إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإذا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلا سَمْعَ وَلا طاعَةَ
“Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat (pada perintah pemimpinnya), baik yang dia sukai atau yang dia benci, kecuali jika dia diperintahkan untuk melakukan maksiat, maka tidak boleh baginya mendengarkan dan menaatinya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Tidak berbuat zalim dan membantu yang terzalimi
Zalim adalah perbuatan yang diharamkan Allah ‘Azza wa Jalla karena hal itu memiliki dampak buruk yang sangat besar. Pengharaman ini termaktub dalam firman-Nya,
مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ
“Tidak ada seorang pun teman setia bagi orang yang zalim dan tidak ada baginya seorang penolong yang diterima (pertolongannya).” (QS. Ghafir: 18)
Kelak bagi orang yang zalim, tidak akan ada yang bisa menolong dirinya dari azab Allah,
وَالظَّالِمُونَ مَا لَهُمْ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
“Adapun orang-orang zalim, mereka sama sekali tidak memiliki pelindung dan penolong.” (QS. Asy-Syura’: 8)
Dan kelak bagi mereka ada azab yang besar.
وَمَنْ يَظْلِمْ مِنْكُمْ نُذِقْهُ عَذَابًا كَبِيرًا
“Siapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya Kami menimpakan kepadanya azab yang besar.” (QS. Al-Furqan: 19)
Demikianlah yang dapat kita ambil sebagai hikmah dari khotbah Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu. Semoga Allah Ta’ala mudahkan kita untuk menerapkan apa yang telah Allah syariatkan, serta Allah berikan kita taufik dan hidayah-Nya untuk menjauhi segala hal yang haram. Wallahu Ta’ala A’lam.
***
Penulis : Evi Noor Azizah
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
1) Muhsin, Abdur Razaq. 2019. Sifat ‘Ibadurrahman. Madinah Al-Munawarah.
2) Ibn Hamid, Abdullah. 2004. Silsilah Ta’lim al-Lughah al-Arabiyah al-Adab. Riyadh: Jami’atul Imam Muhammad bin Su’ud al-Islamiyyah.
3) Fatwa Syekh Bin Baz: https://binbaz.org.sa/audios/2228/79-من-باب-تحريم-الظلم-والامر-برد-المظالم