Larangan lewat di depan orang yang sedang salat
Saudariku, salat merupakan suatu kewajiban yang Allah Ta’ala berikan kepada kita. Ini merupakan syariat yang Allah Ta’ala berikan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung tanpa perantara pada peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Tetapi, apakah saudaraku tahu kalau ada larangan melewati depan orang yang sedang salat? Bahkan jika wanita yang melewatinya, hal itu dapat membatalkan salat. Mari simak hadis berikut. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
يَقْطَعُ الصَّلَاةَ، الْمَرْأَةُ، وَالْحِمَارُ، وَالْكَلْبُ، وَيَقِي ذَلِكَ مِثْلُ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ
“Lewatnya wanita, keledai, dan anjing membatalkan salat. Itu dapat dicegah dengan menghadap pada benda yang setinggi mu’khiratur rahl.” (HR. Muslim no. 511)
Wanita yang dimaksud dalam hadis tersebut yaitu wanita balig (dewasa) yang sudah mengalami menstruasi.
Ancaman bagi orang yang melewati orang lain yang sedang salat sangatlah besar. Berdasarkan hadis dari Abu Juhaim Al-Anshari, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ مِنَ الإِْثْمِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Andaikan seseorang yang lewat di depan orang yang salat itu mengetahui dosanya perbuatan itu, niscaya diam berdiri selama 40 tahun itu lebih baik baginya dari pada lewat.” (HR. Bukhari no. 510 dan Muslim no. 507)
Arba’in di sini artinya 40 tahun (Syarhul Mumthi’, 3: 247). Ibnu Rajab rahimahullah juga mengomentari hadis ini, “Ini adalah dalil bahwa berdirinya seseorang selama 40 tahun untuk menunggu adanya jalan agar bisa lewat, itu lebih baik daripada lewat di depan orang yang salat jika ia tidak menemukan jalan lain.” (Fathul Baari li Ibni Rajab, 4: 80)
Maka hendaknya kita menunggu sampai orang tersebut selesai salat, baru kita bisa melewatinya.
Lalu, dari hadis sebelumnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan suatu cara agar tidak batal salatnya saat dilewati orang lain, yaitu dengan menghadap benda setinggi mu’khiratur rahl. Mu’khiratur rahl merupakan tiang atau sandaran di bagian belakang kendaraan yang tingginya sekitar 30 cm.
Apa itu “sutrah”?
Benda yang kita gunakan sebagai batas area salat kita, itulah yang disebut sebagai sutrah. Di dalam hadis di atas, kita dapat salat menghadap suatu benda yang tingginya sekitar 30 cm. Selain hadis tersebut, terdapat dalil lainnya. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
إذا صلَّى أحدُكُم إلى شيءٍ يستُرُهُ من الناسِ،فأرادَ أحَدٌ أنْ يَجتازَ بين يديْهِ، فليدفَعْهُ، فإنْ أبى فَليُقاتِلهُ، فإنما هو شيطانٌ
“Jika salah seorang dari kalian salat menghadap sesuatu yang ia jadikan sutrah terhadap orang lain, kemudian ada seseorang yang mencoba lewat di antara ia dengan sutrah, maka cegahlah. Jika ia enggan dicegah, maka perangilah (cegahlah dengan keras) ia, karena sesungguhnya ia adalah setan.” (HR. Bukhari no. 509)
Sutrah dapat berbentuk suatu benda yang tingginya minimal sekitar dua per tiga hasta. Kita bisa salat menghadap suatu tembok atau tiang bangunan. Bisa juga orang lain yang sedang salat juga atau yang sedang duduk. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang ukuran sutrah bagi orang yang salat. Maka beliau menjawab, “Sutrah yang diletakkan di hadapan orang yang yang salat itu yang lebih utama adalah seukuran pelana unta, sekitar dua pertiga hasta. Kalau kurang dari itu, tidak mengapa meskipun hanya busur panah atau tongkat. Maka hal itu tidak masalah.” (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 13: 326)
Baca juga: Ruh Bagi Salat
Jarak sutrah
Terkait dengan hal ini, terdapat beberapa pendapat mengenai jarak sutrah, di antaranya sebagai berikut:
Sekitar tiga hasta dari tempat berdirinya orang yang salat
Para ulama yang mengambil pendapat ini yaitu ulama mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali, juga sebagaimana yang dipahami dari perkataan ulama mazhab Maliki. Dalilnya yang digunakan yaitu hadis yang dibawakan oleh Nafi’,
عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ، كَانَ إِذَا دَخَلَ الْكَعْبَةَ مَشَى قِبَلَ وَجْهِهِ حِينَ يَدْخُلُ، وَجَعَلَ الْبَابَ قِبَلَ ظَهْرِهِ، فَمَشَى حَتَّى يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِدَارِ الَّذِي قِبَلَ وَجْهِهِ قَرِيبًا مِنْ ثَلاَثَةِ أَذْرُعٍ، صَلَّى يَتَوَخَّى الْمَكَانَ الَّذِي أَخْبَرَهُ بِهِ بِلاَلٌ
“Dari Nafi’, bahwa Abdullah bin Umar radhiyallah anhuma dahulu ketika masuk ka’bah, beliau berjalan ke arah depan membelakangi pintu, lalu beliau berjalan sampai antara dia dan dinding yang ada di depannya berjarak sekitar tiga hasta. Lalu beliau menunaikan salat dengan mencari tempat yang diberi tahu oleh Bilal, sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam salat di situ.” (HR. Bukhari no. 506)
Sehingga berdasarkan pendapat ini, pembatas antara orang yang salat dan sutrah itu sebatas apa yang dia butuhkan untuk berdiri dan rukuk serta sujud.
Berjarak sekedar tempat berjalannya kambing dari tempat sujudnya orang yang salat
Para ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dari hadis berikut. Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu berkata,
كَانَ بَيْنَ مُصَلَّى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَبَيْنَ الْجِدَارِ مَمَرُّ الشَّاةِ
“Jarak antara tempat salat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dinding adalah seukuran tempat lewatnya kambing.” (HR. Bukhari no. 474)
Syekh Al-Albani rahimahullah berkata dalam kitab Sifatus Shalat (1: 114), “Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri dekat dengan sutrah-nya. Jarak antara beliau dengan tembok sejauh tiga hasta, dan antara tempat sujudnya dengan tembok itu seukuran tempat berlalunya kambing.”
Sehingga berdasarkan pendapat ini, pembatas antara orang yang salat dan sutrah itu dari batas ujung sujudnya ditambah dengan sedikit jarak, yang dapat dilewati kambing yang berjalan.
Makmum tidak perlu menghadap sutrah
Ketika salat berjamaah, setiap orang tidak disunahkan untuk menghadap sutrah, kecuali imam saja. Karena sutrah-nya makmum adalah sutrah-nya imam. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
أَقْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى أَتَانٍ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ، قَدْ نَاهَزْتُ الاِحْتِلاَمَ وَرَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي بِالنَّاسِ بِمِنًى فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَىِ الصَّفِّ فَنَزَلْتُ فَأَرْسَلْتُ الأَتَانَ تَرْتَعُ وَدَخَلْتُ فِي الصَّفِّ فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ عَلَىَّ أَحَدٌ
“Saya dan Fudhail datang dengan mengendarai keledai betina dan ketika itu, aku hampir balig. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat mengimami para sahabat di Mina. Maka kami melewati sebagian saf, kemudian kami turun dan kami tinggalkan keledai itu merumput. Lalu kami masuk salat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada satu pun yang menegur (mengingkari) tindakan kami tersebut.” (HR. Muslim no. 504)
Dari hadis tersebut, keledai melewati sebagian saf salat makmum. Akan tetapi, salat makmum yang dilewati keledai itu tidaklah batal. Di dalam Fathul Baari (1: 572), Ibnu Abdil Bar berkata, “Hadis Ibnu ‘Abbas ini memberi kekhususan kepada hadis Abu Sa’id, “Jika ada salah seorang dari kalian salat, maka janganlah dia membiarkan seseorang melewati di depannya.” Yang demikian itu khusus bagi imam dan orang yang salat sendirian. Adapun untuk makmum, orang yang lewat di depannya tidak membahayakannya, berdasarkan hadis Ibnu ‘Abbas ini.”
Penutup
Sudah selayaknya kita sebagai muslimah untuk menjalankan sunah menghadap sutrah yang dilakukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga dengan adanya pembahasan ini, kita dapat menyempurnakan salat kita dengan mempraktikannya. Wallahu Ta’ala a’lam.
Baca juga: Muslimah yang Percaya Diri
***
Penulis: Lisa Almira
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
- Ustadz Yulian Purnama, 2021, “Sutrah Shalat (4) : Hukum Lewat Di Depan Orang Yang Sedang Shalat”, diakses di: https://muslim.or.id/18356-sutrah-shalat-4-hukum-lewat-di-depan-orang-yang-sedang-shalat.html
- Syaikh Abu ‘Ubaidah Masyhur bin Hasan bin Salman dari buku Al-Qawl Al-Mubin Fii Akhthaa Al-Mushalliin, diakses di: https://almanhaj.or.id/1265-kesalahan-orang-orang-yang-shalat-dalam-menghadap-sutrah.html
- Artikel IslamQA berjudul “Ukuran Sutrah (Pembatas dalam Shalat) panjang dan lebarnya”, diakses di: https://islamqa.info/id/answers/145200/ukuran-sutrah-pembatas-dalam-shalat-panjang-dan-lebarnya