Hari raya selalu identik dengan kegiatan pulang ke kampung halaman untuk bertemu dengan sanak keluarga atau yang dikenal dengan istilah ‘mudik’. Acapkali mudik tersebut harus ditempuh dengan perjalanan yang cukup jauh (safar). Seorang muslim yang baik tentu saja tidak akan melalaikan kewajiban utamanya untuk tetap beribadah pada Allah meski pun berada dalam kondisi safar yang melelahkan. Artikel berikut akan mengulas permasalahan sholat seorang musafir yang dikutip dari makalah karya Al Ustadz Abu ‘Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi – hafidzahullah- dalam Majalah Al Furqon edisi 11/tahun-8.
1. Meringkas Shalat
Meringkas shalat (qoshor) dimana shalat empat rakaat diringkas menjadi dua rakaat ketika safar disyariatkan. Dalil-dalil tentang masalah ini di antaranya:
Allah berfirman:
وَاِذَاضَرَبْتُمْ فِى اْلاَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَقْصُرُوْا مِنَ الصَّلَوٰةِ اِنْ خِفْتُمْ اَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا اِنَّ اْلكفِرِيْنَ كَانُوْالَكُمْ عَدُوًّامُّبِيْنًا
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qoshor sholat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu.” (Qs. An Nisa’: 101)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
أَنَّ الصَّلاَةَ أَوَّلُ مَافُرِضَتْ رَكْعَتَيْنِ،فَأُقِرَّتْ صَلاَةُ السَّفَرِوَأُتِمَّتْ صَلاَةُ الحَضَرِ
“Pertama kali sholat diwajibkan adalah dua raka’at, maka tetaplah sholat musafir dua raka’at dan shalat orang yang muqim (menetap) sempurna (empat raka’at).” (HR. Al Bukhari: 1090 dan Muslim:685)
Asy Syinqithi mengatakan, “Para ulama bersepakat atas disyariatkannya meng-qoshor sholat empat raka’at ketika safar. Berbeda dengan orang-orang yang mengatakan bahwa tidak ada qoshor kecuali ketika haji, umroh, atau ketika keadaan mencekam. sesungguhnya perkataan seperti ini tidak ada dasarnya menurut ahli ilmu.” (Adhwa’ul Bayan 1/265).
a. Shalat yang boleh diqoshor.
Merupakan perkara yang disepakati oleh para ulama, shalat yang boleh diringkas adalah shalat Zhuhur, Ashar, dan ‘Isya’. Imam Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama telah sepakat bahwa sholat Maghrib dan Shubuh tidak boleh diqoshor.” (al-Ijma’ hal. 9)
b. Kapan seorang musafir boleh meringkas shalat?
Orang yang safar diperbolehkan meringkas shalatnya apabila telah berangkat dan meninggalkan tempat tinggalnya. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,
صَلَّيْتُ الظُّهْرَ مَعَ النَّبِيِّ بِالْمَدِيْنَةِ أَرْبَعًا وَبِذِى الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ
“Aku shalat bersama Nabi di Madinah empat raka’at dan di Dzulhulaifah dua raka’at.” (HR. Al Bukhari:1039 dan Muslim:690)
c. Apabila musafir bermakmum kepada muqim.
Kewajiban seorang musafir apabila bermakmum di belakang muqim adalah tetap shalat secara sempurna mengikuti imamnya berdasarkan keumuman hadits,
إِنَّمَا جُعِلَ اْلإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ
“Sesungguhnya (seseorang) itu dijadikan imam untuk diikuti”. (HR. Al Bukhari:722 dan Muslim:414)
Dan juga para shahabat shalat di belakang Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, tatkala beliau shalat di Mina empat raka’at, maka para shahabat tetap mengikutinya shalat empat raka’at. Oleh karena itu Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma ketika ditanya, “Mengapa seorang musafir kalau shalat sendirian dia shalat dua raka’at tetapi kalau shalat bersama imam dia shalat empat raka’at ?”, beliau menjawab, “Demikianlah sunnah Abul Qashim (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam)” (Liqa’ Bab Maftuh hal. 40)
Mengomentari atsar Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma ini, Syaikh Al Albani rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat dalil yang sangat jelas bahwa seorang musafir apabila bermakmum kepada muqim maka dia menyempurnakan dan tidak menqoshor. Ini merupakan madzhab imam yang empat dan selain mereka. Bahkan Imam Syafi’i menceritakan dalam Al Umm (1/159) kesepakatan mayoritas ulama akan hal itu dan disetujui oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (2/465).” (Silsilah Ahadits Shohihah 6/387)
d. Lupa shalat ketika safar dan ingat ketika muqim.
Kalau ada seorang musafir lalu dia ingat bahwa dia belum shalat Zhuhur – misalnya—ketika masih di rumah, apakah dia shalat qoshor dua raka’at (mengingat keadaan dirinya sekarang sebagai musafir) ataukah empat raka’at (karena keadaan ketika lupa adalah saat muqim)? Demikian juga sebaliknya, kalau ketika muqim teringat bahwa dia lupa belum shalat ketika dalam safarnya, apakah dia melakukannya qoshor ataukah menyempurnakan shalat?!
Masalah ini diperselisihkan para ulama. Akan tetapi yang benar – Wallahu a’lam – bahwa yang menjadi patokan adalah keadaan ketika dia lupa tersebut. Artinya, dia qoshor kalau shalat yang dia tinggalkan adalah ketika safar walaupun dia ingat ketika muqim. Begitu pula, dia tetap shalat secara sempurna kalau shalat yang dia tinggalkan adalah ketika muqim meskipun dia ingat ketika dalam keadaan safar. Dasarnya adalah keumuman hadits,
مَنْ نَسِيَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa yang lupa akan shalat atau tertidur maka hendaknya dia mengerjakannya ketika dia ingat.” (HR. Al Bukhari:572 dan Muslim:682)
e. Sudah qoshor dan jama’ kemudian tiba di kampung sebelum waktu shalat kedua.
Gambaran masalahnya, ada seorang musafir telah mengerjakan shalat zhuhur dan asar dengan qoshor di perjalanan. Kemudian sampai di rumah sebelum masuknya waktu shalat asar. Apakah dia berkewajiban untuk mengulang shalatnya? Jawabnya tidak harus karena dia telah menunaikan kewajibannya (Ta’liqot Syaikh Ibni ‘Utsaimin ‘ala Qowa’id Ibni Rojab 1/35).
2. Menjama’ (Menggabung) Dua Shalat
Termasuk kesempurnaan rahmat Allah bagi seorang musafir adalah diberi keringanan untuk menjama’ dua shalat di salah satu waktunya. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلاَةِ الظُّهْرِ وَالعَصْرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَاْلعِشَاءِ
“Apabila dalam perjalanan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjama’ shalat Zhuhur dengan Asar serta Maghrib dengan ‘Isya’.” (HR. Al Bukhari:1107 dan Muslim:704)
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Boleh menjama’ shalat Zhuhur dan Asar di salah satu waktu keduanya sesuai kehendaknya. Demikian pula shalat Maghrib dan ‘Isya’, baik safarnya jauh atau dekat.” (Syarh Shahih Muslim 6/331)
Imam Ibnu Qudamah rahimahulah berkata, “Boleh menjama’ antara Zhuhur dan Asar serta Maghrib dan ‘Isya’ pada salah satu waktu keduanya.” (Al Muqni’ 5/84)
Shalat yang boleh dijama’ adalah shalat Zhuhur dengan Asar serta shalat Maghrib dengan ‘Isya’. Adapun shalat shubuh tidak boleh dijama’ dengan shalat yang sebelumnya atau sesudahnya. Demikian pula tidak boleh menjama’ shalat asar dengan maghrib. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,
كَانَ النَّبِيُّ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيْغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا وَإِذَا زَاغَتْ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ
“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berangkat sebelum matahari tergelincir maka beliau mengakhirkan shalat Zhuhur hingga Asar kemudian menjama’ keduanya. Apabila beliau berangkat setelah Zhuhur maka beliau shalat Zhuhur kemudian baru berangkat.” (HR. Al Bukhari:1111 dan Muslim:704)
Adapun tatacara menjama’ shalat adalah menggabungkan dua shalat dalam salah satu waktu, baik diakhirkan maupun dikedepankan. Misalnya shalat Zhuhur dan Asar dijama’ (digabung) dikerjakan pada waktu Zhuhur atau pada waktu Asar, keduanya boleh. Hendaklah adzan untuk satu kali shalat dan iqomah pada setiap shalat. yaitu satu kali adzan cukup untuk Zhuhur dan Asar dan iqomah untuk setiap shalat (HR. Al Bukhari: 629).
3. Shalat Berjama’ah (Terutama Bagi Laki-Laki)
Shalat berjama’ah tetap disyariatkan ketika safar. Bahkan para ulama mengatakan bahwa hukum shalat berjama’ah tidak berubah baik ketika safar maupun muqim berdasarkan dalil-dalil berikut:
a. Al Qur’an. Allah berfirman,
اِذَا كُنْتَ فِيْهِمْ فَاَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَوٰةَ فَلْتَقُمْ طَآ ئِفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوۤاْ اَسْلِحَتَهُمْ
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata.” (Qs. An Nisa’: 102)
b. As-Sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa tetap shalat berjama’ah ketika safar sebagaimana dalam kisah tertidurnya beliau bersama para shahabatnya ketika safar hingga lewat waktu shubuh. Sedangkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Al Bukhari:631. Lihat Syarh Al Mumthi’ 4/141)
4. Shalat di Atas Kendaraan
Pada asalnya, shalat wajib tidak boleh ditunaikan di atas kendaraan. Hendaknya dikerjakan dengan turun dari kendaraan sebagaimana perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkecuali dalam keadaan terpaksa seperti khawatir akan habisnya waktu shalat. Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ يُصَلِّيْ عَلَى رَاحِلَتِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُصَلِّيْ الْمَكْتُوْبَةَ نَزَلَ
“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat (sunnah) di atas kendaraannya ke arah timur. Apabila beliau hendak shalat wajib maka beliau turun dari kendaraan kemudian menghadap kiblat”. (HR. Al Bukhari : 1099).
Adapun tatacara shalat di atas kendaraan, baik itu pesawat, bus, kereta, atau kapal laut, adalah sebagai berikut:
Hendaklah shalat dengan berdiri menghadap kiblat apabila mampu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang shalat di atas perahu. Beliau menjawab,
صَلِّ قَائِمًا إِنْ لَمْ تَخَفْ اْلغَرَقَ
“Shalatlah dengan berdiri kecuali apabila kamu takut tenggelam.” (HR. Al Hakim 1/275, Daraqutni 1/395, Al Baihaqi dalam Sunan Kubro 3/155, dishahihkan oleh Al Albani dalam Ashlu Shifat Shalat Nabi 1/101)
Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan, “Hukum shalat di atas pesawat itu seperti shalat di atas perahu. Hendaklah shalat dengan berdiri apabila mampu. Jika tidak, maka shalatlah dengan duduk dan berisyarat ketika ruku’ dan sujud” (Ashlu Shifat Shalat Nabi 1/102).
Berusahalah tetap shalat berjama’ah (terutama bagi laki-laki). Apabila dalam kendaraan ada ruang yang bisa digunakan shalat berjama’ah maka shalatlah dengan berjama’ah walaupun hanya dua orang. Bila tidak, maka shalatlah berjama’ah dengan duduk.
Kerjakan shalat seperti biasa: niat dalam hati, takbiratul ihram, membaca doa iftitah, membaca Al Fatihah, membaca surat dalam Al Qur’an, ruku’, kemudian bangkit dari ruku’, lalu sujud. Bila tidak mampu ruku’, maka cukup dengan menundukkan kepala dan engkau dalam keadaan berdiri. Bila tidak mampu sujud, maka cukup dengan duduk seraya menundukkan kepala. Apabila shalatnya dikerjakan dalam keadaan duduk, maka ketika ruku’ dan sujud cukup dengan menundukkan kepala dan jadikan posisi kepala untuk sujud itu lebih rendah. (Majma’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu ‘Utsaimin 15/250)
Demikian penjelasan sholat bagi musafir. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
***
Artikel muslimah.or.id
Perlu diketahui tidak setiap safar diharuskan menjama’. Yang diharuskan adalah mengqoshor shalat. Perhatikan pembahasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berikut.
Perlu diketahui bahwa musafir itu ada dua macam. Ada musafir saa-ir yaitu yang berada dalam perjalanan dan ada musafir naazil yaitu musafir yang sudah sampai ke negeri yang ia tuju atau sedang singgah di suatu tempat di tengah-tengah safar selama beberapa lama.
Menjama? shalat yaitu menjamak shalat Zhuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya? boleh dilakukan oleh musafir saa-ir maupun musafir naazil. Namun yang paling afdhol (paling utama) untuk musafir naazil adalah tidak menjamak shalat. Musafir naazil diperbolehkan untuk menjamak shalat jika memang dia merasa kesulitan mengerjakan shalat di masing-masing waktu atau dia memang butuh istirahat sehingga harus menjamak. Adapun untuk musafir saa-ir, yang paling afdhol baginya adalah menjamak shalat, boleh dengan jamak taqdim (menggabung dua shalat di waktu awal) atau jamak takhir (menggabung dua shalat di waktu akhir), terserah mana yang paling mudah baginya.
Lihat pembahasan di web Arabic Al Islam Suu-al wa Jawaab pada link http://islamqa.com/ar/ref/49885, di dalamnya terdapat penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin yang cukup menarik.
Semoga Allah beri taufik.
Bagaimana hukumnya seseorang yang wudhu dalam keadaan telanjang di kamar mandi (kebetulan selesai mandi)
Izin copy ya…
hanya mau nanya nih…
jika dalam perjalanan dari menuju semarang..dari batam kejakartanya jam terbang pesawat setengah tiga..takut ngga sempat sholat ashar sementa ra sholat dhuhur masih bisa di tegakkan berjamaah(4 rokaat) .apakah sholat ashar bisa di qosor?
@ Bpk Soetarmo
Setahu saya, dikitab-kitab yang membahas fikih terutama masalah thaharah, tidak pernah ada yang menyebutkan larangan tersebut Pak. Jadi insyaallah ngga masalah wudhu dengan telanjang.
@ Bpk Susanto
Maksud Bapak, perjalanan Batam-Semarang transit di Jakarta?
Kalo demikian, ini termasuk safar Pak. Bahkan Bapak dianjurkan mengqashar sholat baik ketika dlm perjalanan maupun ketika tiba di Semarang.
Bagaimana melaksanakan shalat jama’ misalnya zhuhur dengan asar diwaktu shalat asar. Shalat asar dulu atau zhuhur dulu? terimakasih
Terima kasih infonya, artikel spt ini sangat bermanfaat sekali dan tidak ada lagi alasan untuk seorang muslim untuk meninggalkan shalat.
Assalamu’alaikum Wr. Wb., apabila kita bertugas dalam waktu yg lama, masih dapat melakukan shalat sebagaimana musafir?
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Afwan,saya ga ngerti klu mau kirim pertanyaan di web ini d bagian mana ya ?Maf saya mau tanya,,jika hingga pukul 11 saya blum makan lalu saya teruskan tidak mkan dengan maksud brpuasa dlm niat bayar hutang puasa ramadhan,apakah itu diperbolehkan?Apakah puasa saya itu sah?
Assalaamu’alaikum. Alhamdulillah ana menemukan artikel ini, karena ana bener-bener belum paham masalah jama’-qoshor sholat…
Hanya ingin mempertegas. Berarti kalau sedang safar lalu mampu sholat tepat waktunya, sholatnya itu diqoshor tapi tidak usah di-jama’? Misalkan dari Bogor ke Tasik. Ketika di Tasik selama beberapa hari, sholatnya di-qoshor tapi tidak di-jama’?
Ada beberapa pertanyaan lagi,
Bagaimana tata caranya sholat jama’? Sholatnya yang mana dulu? Trus kalo pindah dari sholat (misalnya) zuhur ke asar, apa ada syari’at iqomah terlebih dulu?
Kalo sholatnya berjama’ah dengan yang sama2 sedang safar bagaimana? Kalau sendiri bagaimana?
Apa ada dalilnya kalau jama’-qoshor itu adalah sedekah dari Alloh yang mesti diterima? atau hanya salah satu saja (jama’ saja atau qoshor saja)
Apa ada ketentuan lama waktu 19 hari ketika menginap di suatu tempat untuk singgah masih dianggap bagian dari safar, sehingga boleh menjama’ sholat?
Berapakah waktu singgah maksimal sehingga sholat masih boleh di-qoshor?
‘Afwan banyak tanya, doakan ana semoga dapat paham masalah ini sehingga tidak salah ketika safar.
@ ummu maryam
wa’alaykumussalaam warohmatulloh wabarokaatuh
1. jika sedang bersafar, ruqsah seorang musafir adalah qashar. akan tetapi jika memang musafir tersebut TIDAK BISA SHALAT PADA WAKTUNYA dikarenakan suatu uzur, maka dia juga boleh menjamal shalatnya.
2. menjamak shalat dilakukan berdasarkan urutan waktu shalat. maka jika keadaannya seperti yg ukhti sebutkan, maka baik jamak taqdim maupun jamak ta’khir, urutan pelaksanaannya tetap shalat zuhur dulu kemudian shalat ashar. wallohu a’lam.
3. untuk tiga pertanyaan selanjutnya, mudah-mudahan link berikut ini bisa menjawabnya. semoga kita bisa memahami permasalahan ini. baarokallohu fiik. zaadakillahu hirshan (semoga Allah menambahkan semangat untuk ukhti) -> http://abuzubair.wordpress.com/2007/07/26/seputar-hukum-shalat-jama%E2%80%99-dan-qashar/
Shalat di atas kendaraan apakah boleh diringkas raka’atnya..?
@ gunawan
Qashar (meringkas rakaat shalat) bukan rukhsah bagi orang yang shalat di atas kendaraan, namun rukhsah bagi musafir. Sehingga orang yang shalat di atas kendaraan wajib mengerjakan shalat dengan bilangan rakaat lengkap. Lebih baik lagi jika dia berhenti sejenak dari perjalanannya kemudian mencari tempat singgah untuk shalat.
Sebagai tambahan, jika seorang musafir melakukan shalat di atas kendaraan, maka dia memiliki uzur untuk meng-qashar shalatnya karena di adalah musafir, bukan karena dia sedang berada di atas kendaraan. wallohu a’lam.
Assalamu’alaikum warohmatulloh
ukhty ana mau tanya ada yg bilang kalau bermuqim lebih dari 3 hari mengerjakan sholat secara sempurna tapi kalau tidak lebih dari 3 hari boleh di qasar. apakah ada dalil yg menegaskan hal itu?
lalu apabila kita sedang dlm perjalanan pulang lalu masuk waktu sholat dan singgah ke sebuah masjid atau langgar apakah kita mengikuti imam sholat dengan sempurna atau mengerjakan sholat sendiri dan mengqasarnya? mohon penjelasannya y ukhty jazakillahu khoyron
izin copas,jazakillahu khoyron
bismillah
assalamu’alaikum…izin share
Bismillah, kalau kita musafir misalnya ke tasik, berangkat pada jam 4 sore, lalu diperjalanan menemukan orang yang mukim pada waktu isya, sedangkan kami belum mengerjakan solat magrib, bagaimna kami mengikuti solatnya, apakah kami solat isya dulu atau magrib dulu, mohon penjelasnnya.jazkalloh
bagaimana hukumnya apabila kita sudah tiba di tempat tujuan pada waktu maghrib, apakah solat isya nya tetap bisa diqoshor ke maghrib, atau berdiri sendiri. Maksudnya solat maghrib tetap pd waktu maghrib 3 rokaat, solat isya tetap pada waktu isya 4 rokaat? kita hanya menginap 2 hari saja.
mo nanya nih,klo meng-qodlo sholat itu bagaimana ya?
mohon pencerahannya…
terimakasih.
Syukran ilmunya…
Mengenai musafir dan menjama dua sholat:
ini pengalaman saya dgn teman waktu bepergian ke surabaya
hari pertama (dalam perjalanan) ga masalah kita menjama dua sholat.
hari kedua (sudah berada di tempat tujuan) saya tidak menjama sholat karena saya menganggap sudah ‘stay’ tapi teman saya masih menjama sholat zuhur dgn ashar dgn alasan dia musafir.
Kalau ada yang bisa menjelaskan, pertanyaannya adalah : kalau kita sudah ada ditempat tujuan apakah boleh menjama sholat ? terimakasih sebelumnya
assalamu’alaikum
kejadian ini kami alami ketiga kami melakukan safar dan berhenti disebuah masjid untuk melakukan sholat berjamaah bersama imam masjidnya. waktu itu masuk waktu sholat isya sedangkan kami belum sholat maghrib. kemudian kami bergabung dengan jamaah yang di masjid yang sedang melakukan sholat isya. yang kami tanyakan bagaimanakah kami melakukan sholat maghribnya. mohon penjelasannya disertai dengan dalilnya. sebelumnya kami ucapkan jazakallahu khairan katsira.
@ Agung
Sependek pengetahuan kami, Anda masbuk menunggu Imam yang sedang shalat Isya’ sampe pada raka’at kedua baru Anda gabung shalat berjamaah bersama mereka dengan niat shalat maghrib. Sehingga tidak ada selisih jumlah raka’at Imam dengan Anda. Setelah selesai salam Anda wirid shalat rawatib baru kemudian shalat Isya’ dengan cara diqashar (2raka’at). Wallahua’lam bishshowab
Assalamu ‘allaikum warahmatullahi wabarakatuh
Mohon bantuan ilmu nya untuk menjawab pertanyaan ana, agar ana bisa mengikuti sunnah dan ketentraman dalam beribadah.
Ana bekerja di lepas pantai (pengeboran) dan Jadwal kerja 2 minggu Kerja dan 2 minggu libur, selama bekerja 2 minggu ana tinggal di laut/ dilokasi kerja. Adapun jadwal ini adalah rutin dilakukan selama ana bekerja.
Ana mau menanyakan selama dilokasi kerja/dilaut apakah ana berstatus musafir? dan wajib untuk qoshor sholat? Semua pegawai disini jadwalnya sama seperti ana hanya saja berbeda hari pulangnya saja, ada yang rabu dan jumat. Jazakkallahu khairan
@ Alfons
??????????? ?????????? ?????????? ????? ?????????????
Ada beberapa pendapatentang berapa lamakah seseorang bisa berstatus sbg musafir. Dan pendapat paling kuat insyaallah adalah pendapat yang menyatakan musafir tidak dibatasi dengan waktu tertentu selama ia berniat tidak bermukim ditempat tersebut. Silahkan Anda baca penjelasan lebih lengkap di link berikut:
http://majalah-assunnah.com/index.php/soal-jawab/111-musafir-nazil-meng-qashar-shalat
sy seorang pelaut, jika berlayar apakah sholat sy hrs di qoshor padahal waktu n tempat utk ibadah ada, mhn pendapatnya
Dalam perjalanan pulang dari safar, apabila kita sudah berniat Shalat Jama’ Takhir (Magrib-Isya), kemudian ternyata kita sampai lingkungan rumah lebih awal (jam 18.30 WIB) dan belum masuk waktu Shalat Kedua (Isya).
Bagaimana cara shalat kita yang kita pilih :
1. Tetap menunggu waktu Isya untuk jama’ Takhir,
2. Merubah Shalat menjadi Jama’ Taqdim, atau
3. Shalat tidak di Jama’ (di waktu masing – masing)
Jazakumullahu khairan katsira
Assalamualaikum, izin copas dan share setiap artikelnya … syukhron katsiran