Momen salat Id adalah momen yang seringkali dirindukan banyak orang. Setelah sebulan penuh berpuasa, salat Id menjadi puncak perayaan akan perjuangan melawan hawa nafsu dan godaan. Tak jarang banyak orang bergetar hatinya karena terharu dengan suasana ini. Namun, tak jarang juga, momen ini menjadi kurang syahdu karena suara tangis anak kecil. Bagaimana sebaiknya kita menyikapi hal ini?
Hukum Salat Id
Pertama, kita harus mengetahui dulu hukum salat Id itu sendiri. Para ulama berbeda pendapat terkait hukumnya. Syekh Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa ada yang mengatakannya sunah dengan dalil seorang Arab Badui yang bertanya kepada Nabi terkait salat lima waktu,
هل عليَّ غيرها؟ قال: لا إلا أن تطوع
“Apakah ada hal lain yang harus aku kerjakan selain ini?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak ada.”
Ada pula yang mengatakannya fardhu kifayah karena ia merupakan syiar agama Islam yang jelas. Melakukan salat Id haruslah berjamaah dan di lapangan terbuka. Hal ini tentu menunjukkan syiar agama Islam. Dan sesuatu yang merupakan syiar yang jelas, dihukumi fardhu kifayah sebagaimana azan.
Ada pula yang mengatakannya fardhu ‘ain dengan dalil bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai memerintahkan perempuan yang baru balig, perempuan haid, dan perempuan yang dipingit untuk keluar menghadiri salat Id. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ . قَالَتْ: « أَمَرَنَا – تَعْنِي النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَنْ نُخْرِجَ فِي الْعِيدَيْنِ الْعَوَاتِقَ، وَذَوَاتِ الْخُدُورِ. وَأَمَرَ الْحُيَّضَ أَنْ يَعْتَزِلْنَ مُصَلَّى الْمُسْلِمِينَ
“Dari Ummu Athiyyah ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah kami pada hari raya untuk menyuruh gadis remaja keluar, dan wanita yang dipingit dalam rumah. Adapun wanita haid hendaklah menjauh dari tempat salat kaum muslimin.” (HR. Muslim (3/20 No. 890))
Adapun Syekh Bin Baz mengatakan bahwa hukum salat Id menurut sebagian besar ulama adalah fardhu kifayah. Artinya jika sudah ada orang yang melaksanakannya, maka yang lain tidak wajib mengerjakannya. Namun, tentu menghadirinya adalah sunnah yang sangat ditekankan yang tidak semestinya ditinggalkan jika tidak ada uzur syari.
Hukum Membatalkan Salat
Pada asalnya, membatalkan salat secara sengaja itu tidak diperbolehkan. Namun, jika ada keadaan darurat atau hajat yang dibutuhkan, maka hal tersebut diperbolehkan. Bahkan menjadi wajib dalam beberapa hal yang sangat darurat seperti memadamkan api. Hal ini sebagaimana yang disampaikan dalam Kitab Qawa’id Al Ahkam karya Syaikh Al-Izz bin Abdi As-Salam.
Baca juga: Jika Belum Mengeluarkan Zakat Fitri Sebelum Shalat ‘Id
Hukum Mengganggu Orang Lain yang Beribadah
Syekh Utsaimin pernah ditanya terkait beberapa orang yang merasa terganggu dengan anak kecil ketika mereka berada di majelis beliau. Beliau pun menjelaskan bahwa jika anak-anak mengganggu jamaah lain, orang tuanya tidak boleh membawanya ke masjid. Dalilnya adalah bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membolehkan makan bawang sebelum ke masjid karena hal tersebut dapat mengganggu orang lain.
مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا، أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا، وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ
“Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka janganlah ia mendekati masjid kami dan hendaklah ia salat di rumahnya” (HR. Bukhari (5/2678 No.6926))
إن الملائكة تتأذى مما يتأذى منه الإنسان
“Sesungguhnya malaikat itu juga terganggu dengan apa-apa yang mengganggu manusia.” (HR. Ibnu Majah (2/1116 No.3365))
Solusi Jika Anak Rewel Ketika Salat Id
Jika memungkinkan bagi orang tua si anak untuk menenangkannya dengan sedikit pergerakan tanpa berpaling dari arah kiblat maka hal itu boleh dilakukan. Seperti mundur ke belakang kemudian menggendong si anak dan kembali ke saf tanpa harus memutus salat.
Namun, apabila tidak memungkinkan untuk mendiamkan si anak kecuali harus memutus salat secara keseluruhan, maka perbuatan seperti itu tidak mengapa –insyaallah-. Hal tersebut agar suara anak tidak mengganggu jamaah lain. Adapun jika orang tua si anak bersikukuh meneruskan salat, ia mendapat keuntungan untuk dirinya sendiri tetapi mengorbankan kepentingan banyak orang. Hal ini bisa jadi menyebabkan ia berdosa.
Setelah anaknya tenang, ia bisa salat kembali bersama imam jika masih memungkinkan. Namun, jika salat telah usai, sebagaimana pendapat jumhur ulama, barangsiapa tertinggal melaksanakan salat Id maka hendaknya ia qada dengan melaksanakan salat dua rakaat sebagaimana tata cara salat Id. Hal itu dikuatkan oleh beberapa atsar, di antaranya:
- Imam Al-Bukhari berkata dalam sahihnya: (bab barangsiapa yang tertinggal salat Id hendaknya ia salat dua rakaat)
- Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan sanadnya melalui Ubaidillah bin Abi Bakar bin Anas bin Malik, pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata:
“Bahwasanya Anas bin Malik bila ia tertinggal salat Id bersama imam maka ia mengumpulkan keluarganya kemudian ia melaksanakan salat bersama mereka dengan dua rakaat (sebagaimana tata cara salat Id).”
Dengan demikian, jika salat Id telah usai, orang tua si anak bisa mengerjakan qada seorang diri jika memang hanya dia yang ketinggalan salat. Namun, perlu diperhatikan, jika ia mendapati khotbah Id, hendaklah ia mendengarkan khotbah terlebih dahulu baru kemudian ia mengqada salatnya dengan tata cara yang sama seperti salat Id bersama imam.
Wallahu a’lam
Baca juga: Uang Lebaran, Apakah Mengajarkan Mental Minta-Minta Kepada Anak?
—
Penulis : Rahma Aziza Fitriana
Murajaah: Ustadz Muhammad Rizki Radifan, Lc
Artikel Muslimah.or.id
Daftar Pustaka:
– Majmu Fatawa wal Maqalat Mutanawiah, Abdul Aziz bin Abdillah bin Abdirrahman bin Baz, Riasah Idarah Al-Buhuts Al-Ilmiyyah bil Mamlakat Al-Arabiyyah As-Su’udiyyah, tanpa menyebutkan tahun.
– Majmu Fatawa wa Rasail Fadhilah As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Dar Al Watan – Dar Ats-Tsuraya, Tahun 1413 H.
– Shahih Bukhari, Abdu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari Al-Ja’afi, Tahqiq Mustafa Dib Al-Bagha, Dar Ibnu Katsir, Dar Yamamah, Damaskus, Tahun 1414 H/ 1993 M.
– Shahih Muslim, Abu Al-Hussein Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qushayri Al-Naysaburi,Tahqīq Ahmad bin Rifa’at bin Utsman bin Hilmi Al-Qara Hisari dkk., Dar At-Taba’ah Al-Amira, Turki, Tahun 13834 H.
– Sunan Ibnu Majah, Ibnu Majah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini, Tahqiq Muhammad Fuad Abdu Al-Baqi, Dar Ihyaail Kutub Al-Arabiyyah, tanpa menyebutkan tahun.
– Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 1423 H, حكم أذية الناس من قبل الأطفال وغيرهم في المساجد, , www.islamweb.net pertemuan ke-77, diakses melalui Maktabah Syamilah.
– Lajnah Al Fatawa bi As-Sabakah Al-Islamiyyah, حكم قطع الصلاة للضرورة, www.islamweb..net , diakses melalui Maktabah Syamilah.
– Tanpa Nama Penulis. هل تخرج من صلاة الجماعة بسبب بكاء ولدها https://www.google.com/amp/s/islamqa.info/amp/ar/answers/75005
– Tanpa Nama Penulis. قضاء صلاة العيد https://fiqh.islamonline.net/%D9%82%D8%B6%D8%A7%D8%A1-%D8%B5%D9%84%D8%A7%D8%A9-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%8A%D8%AF/