Ahlus Sunnah membolehkan bermu’amalah dengan orang- orang kafir, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para Sahabat radhiyallahu’anhum Di antara mu’amalah yang dibolehkan menurut syar’i adalah:
1. Boleh melakukan transaksi dengan mereka dalam perdagangan, sewa menyewa dan jual beli barang, selama alat tukar, dan barangnya dibenarkan menurut syari’at Islam.
2. Wakaf mereka dibolehkan selama pada hal-hal di mana wakaf terhadap kaum Muslimin dibolehkan. Misalnya, derma terhadap fakir miskin, perbaikan jalan, derma terhadap Ibnu Sabil dan semacamnya.
3. Boleh memberi pinjaman dan atau meminjam dari mereka walaupun dengan cara menggadaikan barang. Sebab diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam wafat sedangkan baju perangnya digadaikan kepada seorang Yahudi dengan 30 sha’ gandum.” (HR. Al-Bukhari No. 2916, dari ‘Aisyah radhiyallahu’anhaa)
4. Haram mengizinkan mereka untuk membangun rumah ibadah bagi mereka di negeri Muslim. Kaum Muslimin dan para pejabat Muslim tidak boleh sekali-kali mengizinkan membangun rumah ibadah orang kafir, apakah gereja, kelenteng, atau yang lainnya. (Al Madkhali Li Diraasatil ‘Aqiidah Al Islamiyyah, hal. 209).
5. Orang Dzimmi (non-muslim yang berada di negeri Muslim) dan Mu’ahad (non-muslim yang mempunyai perjanjian damai dengan negeri Muslim) tidak boleh diganggu selama mereka melaksanakan kewajiban mereka dan tetap mematuhi perjanjian.
6. Hukum qishas atas nyawa dan yang lainnya juga diberlakukan kepada mereka.
7. Boleh melakukan perjanjian damai dengan mereka, baik karen permintaan kita maupun karena permintaan mereka, selama hal itu untuk mewujudkan kemaslahatan umum bagi kaum Muslimin dan pemimpin kaum Muslimin sendiri cenderung ke arah itu berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
????? ????????? ????????? ????????? ?????
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya…” (QS. Al-Anfaal: 61)
Tetapi perjanjian damai itu harus bersifat sementara dan tidak mutlak atau tidak untuk selamanya.
8. Darah, harta dan kehormatan kaum Dzimmi (orang kafir yang mendapatkan perlindungan dari pemerintahan Islam) dan mu’ahad (orang kafir yang mempunyai perjanjian damai dengan kaum Muslimin) adalah haram (tidak boleh ditumpah- kan darahnya), apabila mereka bukan kafir Harbi yang memerangi kaum Muslimin. Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi yang shahih. Allah berfirman:
???? ??????????? ??????? ??? ????????? ???? ????????????? ??? ???????? ?????? ???????????? ???? ?????????? ??? ???????????? ???????????? ?????????? ????? ??????? ??????? ??????????????
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
???? ?????? ?????????? ???? ?????? ????????? ??????????? ?????? ????????? ????????? ???? ??????? ??????????? ??????
“Barangsiapa yang membunuh seorang kafir mu’ahad, maka ia tidak akan mencium aroma Surga. Sesungguhnya aroma Surga dapat tercium dari (jarak) perjalan 40 tahun.” (HR. Al-Bukhari, no. 3166, An-Nasai VIII/25, Ibnu Majah no. 2686 dari Sahabat Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhu)
Juga sabda beliau,
???? ?????? ???????? ???? ?????? ?????????? ???? ?????? ????????? ??????????? ?????? ????????? ???????? ???? ??????? ???????????? ??????
“Barangsiapa yang membunuh seorang dari ahli dzimmah, maka ia tidak akan mencium aroma Surga. Sesungguhnya aroma Surga dapat tercium dari (jarak) perjalan 40 tahun.” (HR. Ahmad, II/186, Al-Hakim II/ 126-127, al-Baihaqi dalam Sunannya IX/205, dari Sahabat Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhu).
Hal ini menunjukkan bahwa orang kafir saja tidak boleh ditumpahkan darahnya, apalagi terhadap seorang Muslim.
Ditulis ulang dari buku Syarah Aqiqah Ahlussunah wal Jama’ah, karya al Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas, Pustaka Imam Asy Syafi’i, cetakan ke 4; 2006.