Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al’Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)
Pertanyaan:
Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerja sama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini?
Jawaban:
Tidak boleh bagi kita bekerja sama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong-menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
?? ???????????? ????? ??????? ???????????? ????? ???????????? ????? ???????? ?????????????
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah: 2)
Semoga Allah memberi taufiq pada kita. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pengikut dan sahabatnya. (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah no. 8848 yang saat itu diketuai oleh: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz)
Pedagang muslim boleh saja membuka toko saat perayaan orang kafir asalkan memperhatikan dua syarat:
- Tidak menjual barang yang nanti digunakan oleh orang kafir untuk bermaksiat atau yang akan menolong mereka untuk mengadakan perayaan mereka. Contoh: penjual tidak boleh menjual aksesoris natal seperti sinter klas serta berbagai hadiah, kue dan makanan untuk perayaan natal.
- Tidak menjual barang kepada kaum muslimin yang akan membuat mereka meniru-niru perayaan orang kafir. Contoh: saat tahun baru tidak menjual petasan, mercon, kembang api untuk mendukung perayaan tahun baru masehi karena hal ini akan membuat kaum muslimin meniru-niru perayaan tahun baru yang memang menjadi perayaan orang kafir. (Lihat Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 145676, Syaikh Sholeh Al-Munajjid).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Iqtidha’ (1:454) menukil adanya kesepakatan para sahabat dan seluruh pakar fiqih terhadap persyaratan ‘Umar untuk kafir dzimmi, “Di antaranya adalah kafir dzimmi baik ahli kitab maupun yang lain tidak boleh menampakkan hari raya mereka … Jika kaum muslimin telah bersepakat untuk melarang orang kafir menampakkan hari raya mereka lalu bagaimana mungkin seorang muslim diperbolehkan untuk menyemarakkan hari raya orang kafir. Tentu perbuatan seorang muslim dalam hal ini lebih parah dari pada perbuatan orang kafir.”
Bentuk menyemarakkan hari orang kafir di antaranya adalah membuat kue dan menjual aksesoris yang berkaitan dengan acara natal.
——————————————————————————
Diketik ulang dari buku “Natal, Hari Raya Siapa?” karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal –hafizhahullâh–
Artikel muslimah.or.id