Wanita boleh memakai parfum apa saja yang ia inginkan, baik di pakaian maupun di anggota badannya. Namun, karena parfum merupakan zinah zahirah, maka wajib baginya untuk tidak memakai wewangian di hadapan ajnabi (bukan suami dan bukan mahram).
Sesungguhnya Islam mengharamkan memakai parfum bagi wanita yang hendak keluar dari rumahnya karena pastinya ia akan berpapasan dengan lelaki ajnabi. Wangi semerbak dari parfumnya dapat menggerakkan syahwat lelaki dan membuat pandangan mata para lelaki tertuju padanya.
Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ، فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Wanita mana saja yang memakai parfum yang semerbak wanginya lalu melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya, maka ia adalah wanita pezina.” (Hadis shahih. HR. Abu Daud (4173), at-Tirmidzi (2786), an-Nasa’i (8/153), dan Ahmad (4/414))
Maknanya, perbuatan semacam ini (keluar menggunakan parfum yang semerbak) merupakan perbuatan para pezina. Sehingga zina di sini maksudnya bukan zina yang hakiki (hubungan intim) yang harus dihukum dengan hukuman had. Yang menjadi tolak ukurnya adalah karena perbuatan ini identik dengan kelakuan para pezina yang dapat menyebabkan gejolak syahwat dan menarik perhatian agar mata menoleh ke arahnya sehingga terjadilah zina hati dan mata.
إِنَّ اللّٰـهَ كَـتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا ، أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَـحَالَـةَ: فَزِنَا الْعَيـْنِ: النَّظَرُ ، وَزِنَا اللّـِسَانِ: الْـمَنْطِـقُ ، وَالنَّـفْسُ تَـمَنَّى وَتَشْتَهِيْ ، وَالْفَـرْجُ يُصَدِّقُ ذلِكَ وَيُـكَذِّبُـهُ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menetapkan bahwa setiap manusia memiliki kesempatan dalam berbuat zina sehingga ia pasti akan menemuinya. Zina mata dengan memandang, zina lisan dengan ucapan atau rayuan, zina hati dengan berangan-angan dan menginginkan, sedangkan kemaluanlah yang membenarkan atau mendustakannya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Bahkan, hidung pun dapat berzina dengan bernikmat-nikmat menghirup wanginya parfum wanita.
Dalil lainnya yang melarang wanita keluar rumah dengan memakai parfum, yaitu hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أيُّما امرأةٍ أصابتْ بخورًا فلا تشهدنَّ عِشاءَ الآخرةِ
“Wanita mana saja yang memakai bukhur (jenis parfum), jangan sekali-kali menghadiri salat isya bersama kami.” (HR. Muslim)
Waktu salat isya adalah malam hari yang mana suasana gelap dan memungkinkan untuk tidak saling mengenal orang yang satu dengan yang lainnya saja terlarang menggunakan parfum, lebih-lebih waktu salat lainnya yang dilaksanakan pada pagi atau siang hari.
Larangan yang serupa juga terdapat dalam hadis dari Zainab ats-Tsaqafiyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا شَهِدَتْ إحْداكُنَّ المَسْجِدَ فلا تَمَسَّ طِيبًا
“Jika salah seorang di antara kalian (wanita) menghadiri salat di masjid, maka janganlah memakai parfum.” (HR. Muslim)
Dua hadis terakhir melarang keras wanita keluar rumah dengan memakai parfum dalam rangka melaksanakan salat di masjid, maka lebih-lebih lagi jika wanita keluar rumah karena keperluan lain tentunya lebih terlarang.
Yang perlu menjadi perhatian juga dalam hal ini adalah sebagaimana wanita diharamkan keluar rumah dengan memakai parfum, maka sama halnya jika di dalam rumahnya juga terdapat ajnabi, seperti saudara lelaki suami, tamu, dan yang lainnya berlaku pula hukum ini.
Adapun, jika di rumah bersama suaminya, ia seharusnya bersemangat berhias atau berdandan di hadapan suami, salah satunya dengan memakai wewangian terutama di malam hari karena ini akan menimbulkan kedekatan dengan pasangan. Bukan termasuk akhlak yang baik seorang istri memakai pakaian atau dari tubuhnya tercium aroma dapur di hadapan suaminya sedangkan jika ada tamu atau jika hendak menghadiri suatu acara ia berdandan dan memakai parfum layaknya pengantin.
Dalil bolehnya hal tersebut adalah kisah ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang mengusapkan parfum ke tubuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mana otomatis parfum tersebut menempel juga pada ibunda ‘Aisyah.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata,
كُنْتُ أُطَيِّبُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَطْيَبِ مَا يَجِدُ ، حَتَّى أَجِدَ وَبِيصَ الطِّيبِ فِي رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ.
“Dahulu aku mengenakan parfum pada tubuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan parfum yang paling baik. Sehingga aku mendapati kemilau wewangian tersebut di kepala dan jenggotnya.” (HR. Bukhari no.5923)
Dengan demikian, wanita diharamkan memakai parfum di hadapan ajnabi, baik di luar rumah maupun di dalam rumahnya, sebaliknya ia dihalalkan memakai parfum di hadapan suaminya.
Baca juga: Karakteristik Parfum Wanita
***
Penulis: Atma Beauty Muslimawati
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Salim, Amru Abdul Mun’im. 1996. Ahkamuz Zinah lin Nisa`. Saudi Arabia: Maktabah As-Sawadi
Al-Fauzan, Abdullah bin Shalih. 2013. Zinah Mar’ah Muslimah. Saudi Arabia: Dar Ibnul Jauzi
Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdillah. 2013. Tanbihat ‘ala Ahkam Takhtashshu bil Mu’minat. (A. Fattah, Terjemahan). Solo: As-Salam Publishing