Teks Hadis
Dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
خَيرُ الصَّدَاقِ أَيسَرُهُ
“Mahar yang paling baik adalah yang paling mudah (paling ringan).” (HR. Abu Dawud no. 2117 dan Al-Hakim, 2: 181-182. Hadis ini dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’, 6: 344)
Kandungan Hadis
Hadis ini menunjukkan bahwa mahar yang terbaik (paling afdhal) dan paling membawa berkah bagi pasangan suami istri adalah mahar yang paling mudah dan ringan bagi suami, sehingga tidak memberatkan (calon) suami dalam mempersiapkannya. Hal ini menunjukkan dianjurkannya meringankan dan mempermudah mahar. Suami hendaknya memberikan mahar yang mudah dijangkau, dan istri beserta walinya hendaknya menerima apa yang diberikan kepada mereka. Ini juga mengisyaratkan bahwa mahar yang tidak mudah didapat atau memberatkan, bertentangan dengan petunjuk yang terkandung dalam hadis ini.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
السنة: تخفيف الصداق، وألا يزيد على نساء النبي – صلى الله عليه وسلم – وبناته … ويكره للرجل أن يصدق المرأة صداقًا يضر به إن نقده، ويعجز عن وفائه إن كان دينًا … وإن قصد الزوج أن يؤديه وهو في الغالب لا يطيقه فقد حَمَّلَ نفسه، وشغل ذمته، وتعرض لنقص حسناته، وارتهانه بالدين، وأهل المرأة قد آذوا صهرهم وضروه …
“Sunahnya adalah meringankan mahar, dan tidak melebihi mahar istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan putri-putrinya… Dimakruhkan bagi seorang laki-laki untuk memberikan mahar yang memberatkan dirinya jika dibayarkan secara langsung (tunai), atau ia tidak mampu melunasinya jika (mahar tersebut) berupa utang… Jika seorang suami bermaksud untuk memberikan mahar tertentu, namun kemungkinan besar dia tidak akan mampu, maka dia telah membebani dirinya sendiri, memberatkan tanggung jawabnya, dan mengurangi pahala (kebaikan) bagi dirinya, serta terikat (terjerat) oleh utang. Keluarga perempuan juga telah menyakiti menantu mereka dan merugikannya…” (Al-Fataawa, 32: 192-194)
Diriwayatkan dari jalur Muhammad bin Sirin, dari Abu al-‘Ajfa’ -dan menurut riwayat Ahmad, ia mendengarnya langsung dari Abu al-‘Ajfa’-, beliau berkata, “Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkhotbah di hadapan kami, dan beliau berkata,
أَلَا لَا تُغَالُوا بِصُدُقِ النِّسَاءِ، فَإِنَّهَا لَوْ كَانَتْ مَكْرُمَةً فِي الدُّنْيَا، أَوْ تَقْوَى عِنْدَ اللَّهِ لَكَانَ أَوْلَاكُمْ بِهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَا أَصْدَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ، وَلَا أُصْدِقَتْ امْرَأَةٌ مِنْ بَنَاتِهِ أَكْثَرَ مِنْ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ أُوقِيَّةً
“Ketahuilah, janganlah kalian berlebihan dalam memberi mahar kepada wanita. Jika mahar itu merupakan suatu kemuliaan di dunia atau tanda ketakwaan di sisi Allah, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang paling layak melakukannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memberikan mahar kepada seorang pun dari istri-istrinya, dan tidak ada seorang pun dari putri-putrinya yang diberi mahar lebih dari dua belas uqiyah … “ (HR. Abu Dawud no. 2106, Tirmidzi no. 1114, An-Nasa’i 6: 117, Ahmad 1: 382, hadis ini sahih)
Riwayat dari Umar tersebut di atas menunjukkan lemahnya riwayat yang menyebutkan adanya keberatan dari seorang wanita terhadap Umar radhiyallahu ‘anhu ketika beliau melarang dari perbuatan berlebih-lebihan dalam memberi mahar. Kemudian wanita itu membantahnya dengan menyebutkan ayat,
وَآتَيتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا
“Dan kamu telah memberikan kepada salah seorang dari mereka harta yang banyak” (QS. An-Nisa: 20); sehingga Umar pun menarik kembali ucapannya. [2]
Diriwayatkan dari ‘Urwah, dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
من يُمْنِ المرأة أن تتيسر خِطبتها، وأن يتيسر صداقها، وأن يتيسر رحمها
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Termasuk tanda keberkahan seorang wanita adalah kemudahan dalam proses peminangannya, kemudahan dalam maharnya, dan kemudahan rahimnya.”
‘Urwah berkata, “Maksudnya adalah kemudahan dalam melahirkan.” ‘Urwah juga berkata, “Dan aku menambahkan dari pendapatku sendiri, bahwa salah satu tanda buruknya adalah jika maharnya terlalu banyak.” (HR. Ahmad, 41: 27-28; Ibnu Hibban, 9: 405; Al-Baihaqi, 7: 235; lafal hadis ini dari Al-Baihaqi. Dinilai hasan oleh Al-Albani di Al-Irwa’, 6: 350)
Mempermudah mahar memiliki banyak manfaat (faedah), di antaranya:
1) Mengamalkan sunah dan menaati apa yang telah dianjurkan oleh syariat.
2) Mempermudah jalan menuju pernikahan, yang memiliki banyak manfaat baik bagi pemuda, pemudi, dan masyarakat secara keseluruhan.
3) Meringankan mahar merupakan salah satu sebab munculnya cinta dan kelanggengan kasih sayang. Ketika seseorang menikah dengan mahar yang ringan, ia tidak akan merasa terbebani dan tidak akan membenci istrinya, berbeda dengan yang menikah dengan mahar yang sangat mahal.
4) Meringankan mahar mempermudah bagi suami untuk berpisah dengan istrinya jika terjadi hubungan yang buruk dan ketidakcocokan di antara keduanya. Hal ini juga mempermudah urusan khulu’ (perceraian yang diminta atau digugat oleh istri) jika ada alasan untuk melakukannya. Jika maharnya ringan, maka pihak wanita dan keluarganya dapat dengan mudah memberikan pengganti. Berbeda jika maharnya sangat besar, maka akan menjadi sulit.
Demikianlah pembahasan ini, semoga bermanfaat untuk diri penulis sendiri dan juga para pembaca sekalian. [3]
Baca juga: Budak Hanya Boleh Menikah dengan Seizin Tuannya
***
@8 Rabiul akhir 1446/ 11 Oktober 2024
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
[1] Dua belas uqiyah itu setara dengan 500 dirham atau sekitar 15-20 juta rupiah. Di masa silam, mahar seperti itu tidaklah terlalu mahal. Silakan dilihat pembahasan di sini:
https://www.radiorodja.com/46871-berapa-mahar-rasulullah-untuk-istri-istrinya/
[2] Kisah ini diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur (1: 166), ‘Abdurrazaq (6: 180), melalui beberapa jalur yang semuanya lemah (dha’if).
[3] Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (7: 397-399). Kutipan-kutipan dalam hadis di atas adalah melalui perantaraan kitab tersebut.