Kapanpun dan dimanapun, seseorang senantiasa beresiko untuk terjatuh pada kesalahan dan dosa. Maka setiap hamba sangat butuh akan istighfar dalam kesehariannya.
Syaikh Muhmmad Isma’il Al-Muqaddam di dalam kitab beliau Fiqhul-Istighfar menjelaskan beberapa keutamaan dan buah istigfar, yaitu:
- Istigfar seorang hamba akan mendatangkan penerimaan tobat, rahmat dan ampunan dari Allah ta’ala.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَمَن يَعْمَلْ سُوٓءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ ٱللَّهَ يَجِدِ ٱللَّهَ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 110)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
أخبر الله عباده بحلمه، وعفوه وكرمه، وسَعَةِ رحمته ومغفرته، فمن أذنب ذنبًا صغيرًا كان أو كبيرًا ، ثم استغفر الله يجد الله غفورا رحيما، ولو كانت ذنوبه أعظم من السموات والأرض والجبال
“Allah mengabarkan kepada hamba-hambaNya tentang kemaafan, sifat santun, kemurahan, kemuliaan dan keluasan Rahmat serta ampunanNya. Maka barangsiapa yang melakukan satu dosa, baik kecil maupun besar, kemudian ia memohon ampun kepada Allah niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sekalipun dosanya lebih besar dari langit, bumi atau gunung-gunung.” (Tafsir Ath-Thabari (VII/476) dan Ad-Dur Al-Mantsur (IV/691)
Allah ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ جَآءُوكَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ ٱللَّهَ وَٱسْتَغْفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُوا۟ ٱللَّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا
“Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 64)
Nabi Shalih ‘alaihissalam berkata kepada kaumnya,
فَٱسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓا إِلَيْهِۚ إِنَّ رَبِّى قَرِيبٌ مُّجِيبٌ
“Karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (QS. Hud: 61)
Nabi Syu’aib ‘alahissalam berkata kepada kaumnya,
وَٱسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوٓاإِلَيْهِۚ إِنَّ رَبِّى رَحِيمٌ وَدُودٌ
“Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (QS. Hud: 90)
Baca juga: Jalan untuk Kembali Kepada-Nya
- Istigfar merupakan pelindung dari azab Allah dan hukumanNya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al-Anfal: 33)
Dari Abdullah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
انكَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ ، فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَلَمْ يَكَدْ يَرْكَعُ، ثُمَّ رَكَعَ فَلَمْ يَكَدْ يَرْفَعُ، ثُمَّ رَفَعَ فَلَمْ يَكَدْ يَسْجُدُ، ثُمَّ سَجَدَ فَلَمْ يَكَدْ يَرْفَعُ ، ثُمَّ رَفَعَ فَلَمْ يَكَدْ يَسْجُدُ، ثُمَّ سَجَدَ فَلَمْ يَكَدْ يَرْفَعُ، ثُمَّ رَفَعَ، وَفَعَلَ فِي الركعةِ الأُخرى مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ نَفَخَ فِي آخِرِ سجودِهِ، ثُمَّ قَالَ: «رَبِّ أَلم تَعِدْنِي أَلَّا تُعَذِّبَهُمْ وَأَنَا فِيهِمْ؟ رَبِّ، أَلم تَعِدْنِي أَلَّا تُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يستغفرون؟ وَنَحْنُ نَسْتَغْفِرُكَ» فَفَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – من صلاتِهِ وَقَدْ أَمْحَصَتِ الشَّمْسُ
“Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Rasulullah pun berdiri (salat), seakan-akan tidak ruku’ (karena saking lamanya). Kemudian beliau ruku’, seakan-akan tidak mengangkat kepalanya (untuk i’tidal). Kemudian beliau mengangkat kepalanya (i’tidal), seakan-akan tidak sujud. Kemudian beliau sujud, seakan-akan tidak mengangkat kepalanya (untuk duduk di antara dua sujud). Kemudian beliau mengangkat kepalanya (duduk di antara dua sujud), seakan-akan tidak sujud. Kemudian beliau sujud, seakan-akan tidak akan bangkit (untuk rakaat kedua). Kemudian beliau bangkit berdiri dan beliau melakukan hal yang sama pada rakaat berikutnya. Kemudian beliau menghembuskan nafas pada akhir sujudnya, dan bersabda,
رَبِّ أَلم تَعِدْنِي أَلَّا تُعَذِّبَهُمْ وَأَنَا فِيهِمْ؟ رَبِّ، أَلم تَعِدْنِي أَلَّا تُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يستغفرون؟ وَنَحْنُ نَسْتَغْفِرُكَ
“Wahai Rabbku, bukankah Engkau telah berjanji kepadaku, bahwa Engkau tidak akan menyiksa mereka sedangkan aku bersama mereka? Wahai Rabbku, bukankah Engkau telah berjanji kepadaku, bahwa Engkau tidak akan menyiksa mereka sedangkan mereka memohon ampun? Dan kami memohon ampun kepadaMu.”
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai dari salatnya, matahari menjadi cerah kembali. (HR. Abu Dawud no. 1194, At-Tirmidzi no. 309, An-Nasai no. 1867 dan 547 dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 1491)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘ahuma berkata,
كان في هذه الأُمَّةِ أمانان؛ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ والاستغفارُ،فذهَب أمانٌ –يعني – رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -وبقى أمانٌ ـ يعني ـ الاستغفار
“Pada umat ini terdapat dua pengaman: Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dan istigfar. Telah pergi pengaman yang pertama – yaitu Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Dan yang tersisa adalah pengaman yang kedua – yaitu istighfar -.” (Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul-Iman/1491)
Dan dari Fadhalah bin ‘Ubaid radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
الْعَبْدُ آمِنٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مَا اسْتَغْفَرَ اللَّه
“Seorang hamba aman dari adzab Allah selama ia beristigfar kepada Allah.” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (no. 23953) dan berkata Muhaqqiq-nya: Hadis hasan berdasarkan seluruh jalur riwayat dan penguat-penguatnya (39/376)
Dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ! تَصَدَّقْنَ، وَأَكْثِرْنَ الِاسْتِغْفَارَ، فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ
“Wahai para wanita! Bersedekahlah dan perbanyaklah istighfar, karena sesungguhnya aku melihat kebanyakan kalian adalah penduduk neraka.” (HR. Muslim, no. 79)
Lanjut ke bagian 2: Keutamaan Dan Buah Istigfar (Bagian 2)
—
Diterjemahkan dari Kitab Fiqhul Istighfar karya Syaikh Muhammad Isma’il Al Muqaddam.
Referensi:
- Kajian Fikih Istighfar, Ustadz Aris Munandar, diakses dari https://youtube.com/playlist?list=PLVbmW1LOF7K3GUTtWXQh0jeHJX2pruIWf&si=FY64XF13CBNlQZ7b
- Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id