Negara-negara barat acapkali mengkampanyekan tentang kebebasan. Kebebasan dalam berbicara, bersikap, dan segala aspek dalam kehidupan. Harapannya agar mereka lebih dekat dengan kebahagiaan.
Kenyataannya, banyak dari mereka malah merasakan kekosongan dalam hidup, sangat jauh dari kebahagiaan dan ketentraman.
Bahkan salah satu penyair mereka mengatakan, “Bukan kegelapan di hatiku tapi itu adalah kekosongan, dan aku masih menunggu mentari.”
Dalam dunia psikologi, perasaan kosong dan hampa (emptiness) merupakan kondisi terkait perasaan dimana seseorang tidak merasakan senang, bahagia, harapan, kepuasan, atau keinginan terhadap sesuatu dalam kehidupan.
Kondisi seseorang yang mengalami perasaan hampa dan kosong juga akan mengalami penurunan motivasi. Tidak hanya menghilangkan dorongan hidup, kondisi hampa ini juga menghilangkan kesenangan dalam menjalani keseharian. Perasaan kosong dan hampa sering dikaitkan dengan kondisi keputusasaan, gangguan suasana hati, dan kesepian.
Sebagai seorang muslim kita tentu mengetahui bahwa tujuan kita diciptakan di dunia ini adalah bukan untuk bermain-main, melainkan untuk beribadah kepada Allah.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Dan pengibadahan kepada Allah adalah fitrah yang telah Allah tanamkan pada diri setiap manusia, baik muslim maupun kafir.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
“Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadits yang lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَإِنِّـي خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءُ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِيْنُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِيْنِهِم
“Sesungguhnya Aku menciptakan para hamba-Ku semua dalam keadaan hanif (lurus dan cenderung pada kebenaran) dan sungguh (kemudian) para syaitan mendatangi mereka lalu memalingkan mereka dari agama mereka” (HR. Muslim, no. 2865)
Maka ketika seseorang berpaling dari fitrahnya, akan ada suatu celah yang tidak terisi pada dirinya. Jiwanya meronta, mencari, berusaha memahami apa yang salah di hatinya. Kehidupan pun terasa sempit baginya.
Ini sesuai dengan firman Allah ta’ala,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit” (Q.S Thaha: 124)
Maksudnya menentang perintahKu dan apa yang Aku turunkan kepada RasulKu, berpaling darinya, melupakannya, dan mengambil petunjuk dari selain itu.
“Maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit” Maksudnya, kesempitan di dunia, sehingga tidak ada ketenangan dan kelapangan dada baginya. Tapi justru dadanya sempit dan sulit lantaran kesesatannya. Meskipun pada lahirnya merasakan kenikmatan, bisa mengenakan pakaian yang dikehendaki, bisa makan makanan yang dikehendaki, dan tinggal di tempat yang dikehendakinya, tapi selama tidak memiliki kemurnian dalam keyakinan dan petunjuk, maka hatinya dalam kegelisahan, kebimbangan, dan keraguan. Dia selalu dilanda keraguan dan kebimbangan.” (Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5 halaman 787, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Jakarta)
Oleh karena itu hanya ada satu solusi untuk menghilangkan kekosongan tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
“hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
“Maksudnya, kegundahan dan kegelisahannya (hati mereka) lenyap dan berganti dengan kebahagiaan hati dan kenikmatan-kenikmatannya.
“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram” maksudnya, semestinya dan sudah seyogyanya, kalbu-kalbu itu tidak menjadi tenang dengan sesuatu selain dengan mengingatNya. Karena tidak ada sesuatu pun yang lebih nikmat, lebih memikat dan lebih manis bagi kalbu ketimbang (kenikmatan dalam) mencintai Penciptanya, berdekatan dan mengenalNya” (Tafsir As-Sa’di Jilid 4 halaman 32, Penerbit Darul Haq Jakarta)
Baca juga: Kunci Pertolongan Allah Ta’ala Ketika Susah
Jika ia telah mencapai kepada Tuhannya maka ia tenang dan tentram, sirnalah kegundahan dan kesedihannya, dan keperluannya pun menjadi terpenuhi. Karena sesungguhnya di dalam hati terdapat hajat yang tidak dapat dipenuhi oleh sesuatu pun kecuali oleh Allah. Di dalamnya terdapat ketidak teraturan, dan tak ada yang dapat menyatukannya kembali kecuali dengan menghadap kepadaNya. Di dalamnya terdapat penyakit yang tidak dapat disembuhkan kecuali dengan ikhlas dan beribadah kepadaNya semata.
Maka hati yang sehat akan senantiasa mengingatkan pemiliknya sehingga ia bisa tenang dan tentram bersama Tuhan, Dzat yang disembahnya. Dan kala itu ia pun bisa mengendalikan ruh kehidupannya, merasakan nikmatnya, dan ia selanjutnya memiliki kehidupan yang lain dari kehidupan orang-orang yang lalai dan berpaling dari masalah ini, yang karenanya ia diciptakan, surga dan neraka dijadikan, dan para Rasul diutus serta kitab-kitab diturunkan. Dan seandainya tidak ada sesuatu balasan apa pun bagi manusia kecuali keberadaan hati yang sehat maka cukuplah hal itu sebagai balasan, dan cukuplah dengan kehilangannya sebagai sesuatu penyesalan dan siksaan.
Abul Hasan Al-Warraq berkata, “Kehidupan hati adalah dengan mengingat Dzat yang Maha Hidup yang tidak mati. Dan kehidupan yang sentosa adalah kehidupan bersama Allah, lain tidak” (Manajemen Qalbu, Ibnul Qayyim halaman 109, Penerbit Darul Falah Jakarta)
Berikut beberapa doa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan kepada kita agar senantiasa mengingat Allah dan mencintaiNya.
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah, tolonglah aku dalam berdzikir, bersyukur, dan beribadah yang baik kepadaMu” (HR. Abu Daud dengan sanad shahih)
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْألُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ ، وَالعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepadaMu untuk selalu cinta kepadaMu, mencintai orang yang selalu mencintaiMu, dan amal yang dapat menyampaikan ku untuk mencintaiMu” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan)
wa sallallahu ala nabiyyina muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
Baca juga: Mengapa Hati Dilanda Gundah?
—
Penulis: Annisa Auraliansa
Referensi:
- https://getradius.id/news/86735-emptiness-sebuah-perasaan-kosong-dan-hampa-bahkan-di-keramaian
- https://almanhaj.or.id/6970-kembalikan-hatimu-pada-fitrahnya.html
- https://rumaysho.com/16599-berdoa-di-akhir-shalat-agar-rajin-berdzikir-bersyukur-dan-memperbagus-ibadah.html
- https://rumaysho.com/22798-doa-nabi-daud-meminta-cinta-allah.html
- https://www.kompasiana.com/amp/spoticay/624549be5a74dc187502f7d3/lo-bukan-bosen-bisa-jadi-lo-kena-deep-emotional-emptiness
Artikel: Muslimah.or.id
Maa Syaa Allah..
Isi artikel ini memberikan kenyamanan bagi hati ana. Kekosongan yg ana rasakan menjadi terisi kembali. Kebingungan selama ini telah dijawab oleh keterangan dari Allah melalui artikel ini.
Hati ana sangat senang mendengar kabar baik dari artikel ini.