Pada dasarnya, amalan yang dilakukan seorang hamba selayaknya tidak diumbar. Cukup ia dan Rabb-nya yang mengetahui perbuatan baiknya. Apalagi jika ia merasa khawatir akan terjatuh dalam riya’ atau sum’ah. Namun ada beberapa keadaan yang menjadikan seseorang diperbolehkan menceritakan amalnya, diantaranya sebagai berikut:
Menjawab Pertanyaan Guru atau Orang Tua
Dalam rangka mengajarkan kebaikan, terkadang seorang guru, dai ataupun orang tua menanyakan kepada muridnya tentang amalan yang ia kerjakan. Lalu apakah seorang murid diperbolehkan menceritakan amalannya di hadapan gurunya? Jawabannya sebagaimana kisah yang tertera dalam hadits di bawah,
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «مَن أصبح منكم اليوم صائمًا؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال: «فمن تَبِعَ منكم اليوم جنازةً؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال: «فمن أطعم منكم اليوم مسكينًا؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال: «فمن عاد منكم اليوم مريضًا؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ما اجتمعن في امرئٍ إلا دخل الجنة»
Abu Hurairah meriwayatkan sebuah kisah yang cukup menarik. Suatu hari Rasulullah shalallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa di antara kalian yang berpuasa hari ini?”
Maka Abu Bakar radhiyallah ‘anhu menjawab, “Aku.”
“Siapakah di antara kalian yang mengiringi jenazah pada hari ini?” beliau bertanya kembali.
“Aku,” jawabnya lagi.
“Siapakah di antara kalian yang memberi makan orang miskin pada hari ini?”
“Aku.”
“Siapakah di antara kalian yang menjenguk orang sakit pada hari ini?”
“Aku.”
Rasulullah shalallahu‘alaihi wa sallam lalu bersabda, “Tidaklah amal-amal ini terhimpun dalam diri seseorang melainkan dia akan masuk surga.” (HR. Muslim)
Rasulullah shalallahu‘alaihi wa sallam merupakan seorang pengajar, dai, dan pemberi nasihat bagi para sahabat. Beliau tidak menanyakan suatu amalan sahabatnya kecuali dengan maksud pengajaran dan nasihat. Pada keadaan semisal ini maka tidak mengapa seseorang menceritakan amalannya dalam rangka mendapat bimbingan dan nasihat. Bisa jadi di dalam amalnya terdapat kekeliruan yang perlu dibenahi, atau ada hal lain yang bisa menambah kesempurnaan amalnya dimana hal itu belum diketahui oleh sang murid.
Namun untuk lebih menjaga keikhlasan sang murid, sebaiknya ia tidak menceritakannya kecuali di hadapan gurunya tanpa ada orang lain yang ikut mendengarnya. Begitu pula sebaiknya sang guru tidak bermudah-mudah memuji sang murid di hadapan murid lainnya.
Mengajak Orang Lain Untuk Beramal
Keadaan selanjutnya adalah apabila ia menampakkan amalan dalam rangka memotivasi orang lain untuk beramal. Amalan semacam sedekah terkadang lebih baik ditampakkan. Karena di sebagian keadaan menuntut terpenuhinya kebutuhan orang yang mendapat sedekah sehingga apabila ada yang mencontohkan dan mengajak maka semakin mempercepat terkumpulnya harta yang dibutuhkan.
Kisah Ibnul Mubarak yang mengirimkan surat kepada Fudhail bin Iyadh juga menunjukkan akan hal ini. Saat itu kaum muslim harus berjihad di medan perang dalam rangka menegakkan agama Islam. Ibnul Mubarak menjadi salah seorang ulama yang terjun langsung di medan peperangan, sementara sahabatnya Fudhail yang merupakan seorang ahli ibadah memilih untuk menyibukkan diri dengan ibadahnya.
Maka dalam rangka menyemangati sahabatnya agar ikut berjihad, Ibnul Mubarak mengirimkan sepucuk surat yang berisi syair berikut,
Wahai ahli ibadah Haramain
Andai kau tahu apa yang kami lakukan
Kau akan sadar bahwa ibadahmu hanyalah permainan
Siapa yang mewarnai kelopak matanya dengan air mata
Maka kami mewarnainya dengan tetesan darah
Ketika membaca surat ini menangislah Fudhail dan ia membenarkan isi surat Ibnul Mubarak.
Baca juga: Tidak Boleh Menceritakan Percumbuan Dengan Pasangan
Mengajarkan Tata Cara Suatu Amalan
Apabila seseorang berada di komunitas yang masih awam terhadap perkara agama, sehingga mereka belum mengetahui tatacara ibadah maka orang tersebut perlu menampakkan amalannya dalam rangka pengajaran. Begitu pula tidak mengapa ia menceritakan amalannya seperti umrah atau yang semacamnya dalam rangka mengajarkan tata caranya.
Imam an-Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar mengatakan, “Yang dianjurkan apabila hal tersebut (menyebutkan amal atau kebaikan diri) mendatangkan kemaslahatan agama, seperti dalam rangka memerintahkan kepada yang makruf dan mencegah dari kemungkaran, atau ketika harus menyampaikan nasihat, mengisyaratkan kemaslahatan, mengajar, mendidik, mengingatkan, mendamaikan di antara dua orang yang bertikai, mencegah keburukan dari dirinya, dan lain sebagainya. Dalam kesempatan itu, seseorang harus menyebutkan kebaikan-kebaikan dirinya, dengan niat agar perkataannya lebih dapat diterima..” (Al-Adzkar, hal. 238)
Juga sebagaimana bentuk pengajaran Rasulullah shalallahu‘alaihi wa sallam terhadap para sahabat beliau, dimana kerap kali beliau mencontohkan suatu bentuk amalan kemudian meminta para sahabat untuk mengikuti tatacara peribadatan beliau.
Mencegah Kezhaliman Orang Lain
Di antara dalilnya adalah sabda Nabi shalallahu‘alaihi wa sallam ketika menghadapi Dzul Khuwaisirah yang menuduh beliau tidak adil dalam pembagian ganimah, “Kalau keadilan tidak berasal dariku, lalu dari siapa?”
Juga Utsman yang menyebutkan kebaikannya tatkala ia dikepung pemberontak, “Tidakkah kalian tahu bahwa Rasulullah pernah bersabda, ‘Barangsiapa menggali sumur rumah maka ia mendapatkan surga’, lalu aku pun menggalinya? Tidakkah kalian tahu beliau bersabda, ‘Barangsiapa membekali pasukan yang kesulitan maka ia mendapat surga,’ lalu aku pun membekalinya?”
Menyebutkan kebaikan diri atau amalan yang selama ini tidak diketahui orang lain terkadang dapat mencegah terjadinya kezhaliman orang lain terhadap pelaku amal. Hal itu disebabkan seseorang yang berlaku zhalim terkadang mengira dia di atas kebenaran dan sedang menumpas keburukan, padahal ia salah dalam memahami keadaan orang yang akan dia zhalimi.
Demikian sebagian keadaan yang membolehkan seseorang menceritakan amalnya. Namun yang perlu digarisbawahi, hendaknya ia tetap menjaga hatinya dari berbagai bentuk kesyirikan dan berhati-hati dari tipu daya syaithan. Allahu a’lam.
Baca juga: Jangan Kau Bercerita tentang Wanita Lain
—
Dinukil dengan sedikit perubahan dari buku Al-Akhfiya Orang-orang yang Gemar Menyembunyikan Amal Shalih Mereka (Judul Asli الأخفياء المنهاج والسلوك karya Walid bin Sa’id Bahakam, terbitan Daun Publishing).
Penulis: Intan M. Nurwidyani, S.H.
Artikel Muslimah.or.id