Peringatan penting!
‘Ala kulli haal, baik tunangan dalam definisi pertama maupun kedua, tetap saja dua orang yang bertunangan itu bukan mahram dan belum halal sama sekali dan tidak boleh bermuamalah layaknya suami istri. Sehingga orang yang bertunangan tidak dianggap telah “mengikat” calon pasangannya.
Dan tetap berlaku semua adab-adab terhadap lawan jenis pada orang yang sudah bertunangan:
* Tidak boleh bersentuhan
* Tidak boleh pandang-pandangan, karena ini adalah zina mata
* Tidak boleh berduaan
* Tidak boleh rayu-merayu, atau komunikasi di luar kebutuhan, karena ini adalah zina lisan
* Tidak boleh berfantasi dan membayangkan calonnya sehingga timbul syahwat, karena ini adalah zina hati
* Tidak boleh berhubungan intim, karena ini tetap termasuk zina
* Tidak boleh berfoto pre-wedding bersama (karena akan membawa pada poin-poin di atas)
* Sang laki-laki belum ada kewajiban untuk memberi nafkah, menjaga, mendidik
* Sang laki-laki belum ada hak untuk memberi perintah atau melarang-larang sang wanita
* Sang wanita belum ada kewajiban untuk merawat dan melayani si laki-laki
Dan perlu diketahui, bahwa selama belum terjadi akad nikah, maka lamaran atau tunangan boleh dibatalkan jika ada maslahat. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu, Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:
?? ???????? ????????? ????? ???????? ??????? ?????? ???????? ?????????? ???????? ? ???? ???????? ???? ??????????
“Tidak boleh seorang lelaki mengkhitbah di atas khitbah saudaranya, sampai pelamar pertama meninggalkan (menolak atau ditolak) sang wanita atau pelamar pertama mengizinkan” (HR. Bukhari no. 5142, Muslim no. 1412).
Hadits ini menunjukkan bahwa boleh menolak dan membatalkan lamaran, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak wanita. Juga boleh membiarkan dua atau lebih lelaki melamar satu wanita jika pelamar pertama mengizinkan. Padahal tentu yang diterima hanya satu, yang lainnya, ditolak.
Demikian juga hadits dari Fathimah bintu Qais radhiallahu’anha, ia berkata:
???????? ???????? ???????? ???? ????? ??????????? ???? ????? ????????? ??????? ?????? ?????????? ?.? ??????? ??????? ??????? ??? ???? ???? ???? ?”? ?????? ????? ?????? ????? ?????? ??????? ???? ????????? ???????? ??????????? ??????????? ??? ????? ???? ???????? ????????? ???? ?????? ?”? ?.? ???????????? ????? ????? ?”? ???????? ????????? ????????????? ???????? ??????? ????? ??????? ????????????? ????
“Ketika aku sudah halal (sudah habis masa iddah), aku mengabarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya. Adapun Mu’awiyah ia adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid..”. Aku pun menunjukkan gelagat kurang menyukainya, namun Nabi bersabda lagi: “Menikahlah dengan Usamah bin Zaid..”. Maka aku pun menikah dengan Usamah bin Zaid dan Allah jadikan kebaikan pada rumah tanggaku dan orang-orang pun ghibthah (cemburu) kepadaku. (HR. Muslim no.1480).
Dalam hadits ini Fathimah bintu Qais radhiallahu’anha telah dilamar beberapa sahabat Nabi. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya untuk menolak semua lamaran tersebut dan menikahi Usamah bin Zaid radhiallahu’anhu.
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa boleh saja membatalkan lamaran atau tunangan. Sehingga adanya lamaran atau bertunangan tidak membuat status “terikat”. Selama belum terjadi akad nikah maka ada kelonggaran untuk memilih pasangan.
Misalnya, jika baru mengetahui ternyata calon pasangan adalah orang yang bejat atau buruk agamanya, atau merasa ada ketidak-cocokan, atau karena sebab lainnya, maka tidak mengapa membatalkan lamaran atau membatalkan pertunangan. Dan membatalkan lamaran atau pertunangan itu lebih ringan daripada perceraian ketika sudah akad.
Wallahu a’lam.
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id
Berarti tuker cincin itu nggak dibolehkan? Apapun alasannya, misalkan hanya untuk mengikuti adat masyarakat setempat?
Tidak diperbolehkan karena itu mengekor kepada adat orang kafir.
boleh bertanya apakah hadis berikut sahih
Hadits: ( أسروا الخطبة وأَعْلِنُوا النِّكَاحَ (“Rahasiakanlah Pertunangan dan Umumkanlah Pernikahan”
Kalo ngasih cincin dari pihak laki laki nya saja ke perempuan, jdi hanya pihak perempuan yg pakai, itupun di kasih ke ibu nya, bagaimana jika seperti itu?