Takdir telah menautkan dua insan dalam bingkai suci pernikahan. Laila bintu Al Judi yang berbadan semampai, cantik nan rupawan menguasai hati Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shiddiq. Mahligai cintanya telah membuat Abdurrahman sangat bahagia, impian indahnya terwujud.
Kegembiraan Abdurrahman tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata, harapannya benar-benar menjadi kenyataan bahkan kecintaan yang sangat kepada Laila membuat sahabat ini seolah-olah melupakan istrinya yang lain. Merasa tidak diperlakukan sewajarnya, para wanita itu mengadukan perilaku Abdurrahman kepada Aisyah, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sekaligus saudarinya. Lalu saat menyikapi teguran saudarinya ini, Abdurrahman berkata: “Tidakkah kamu melihat keindahan giginya yang bagaikan biji delima?”.
Belum lama Laila mengobati mabuk asmara yang dialami Abdurrahman, wanita jelita ini ditimpa suatu penyakit yang menyebabkan bibirnya terkelepai ke bawah. Sejak itulah cinta putra Abu Bakar itu luntur, bahkan sirna dalam sekejap. Apabila dahulu dia sampai melupakan istri-istrinya yang lain sekarang sikapnya kepada Laila sungguh bertolak belakang. Abdurrahman selalu berperilaku kasar terhadapnya. Tidak tahan dengan perilaku demikian, Laila mengadukan sikap suaminya kepada Aisyah. Maka Aisyah menegur saudaranya. “Abdurrahman, dahulu kamu sangat mencintai Laila tetapi sekarang kamu sangat membencinya. Hendaklah kamu memilih antara dua hal ini, berlaku adil terhadapnya atau mengembalikan dia kepada keluarganya”. Karena terus didesak oleh saudarinya sedemikian rupa Abdurrahman pun memilih untuk memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh Damaskus oleh Ibnu Asakir [35/34] dan Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi [16/559]).
Demikianlah, kadang cinta dan benci terasa tipis batasnya. Sebaik apapun atau sesempurna apapun seseorang suatu saat akan ada kekurangan. Sebaliknya seburuk apapun orang yang anda benci, pasti ia memiliki kelebihan. Maka dibutuhkan sikap proposional serta objektif dalam menilai, mencintai atau membenci orang lain.
Kita tidak boleh mencela Abdurrahman atas apa yang terjadi pada kisah hidupnya ini. Karena beliau seorang sahabat Nabi yang mulia. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
??? ????????? ??????????? ??????? ?????????? ???? ???????? ?????? ?????? ??????? ??? ???????? ????? ?????????? ????? ?????????
“Jangan engkau cela sahabatku, andai ada diantara kalian yang berinfaq emas sebesar gunung Uhud, tetap tidak akan bisa menyamai pahala infaq sahabatku yang hanya satu mud (satu genggam), bahkan tidak menyamai setengahnya” (HR. Bukhari no. 3673, Muslim no. 2540).
Tentu saja sahabat Nabi tidak ma’shum. Mereka tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Namun tidak boleh kita mencela mereka. Dan kesalahan serta kekurangan para sahabat, mereka telah bertaubat darinya, dan Allah sudah ridha kepada mereka. Dan kita bisa mengambil pelajaran dari kesalahan yang terjadi pada diri mereka.
Diantara pelajarannya, setiap pasutri hendaklah menyadari bahwa kecantikan atau ketampanan dan perkara-perkara yang bersifat lahiriyah pada hakekatnya sebuah ujian. Dianugerahi pasangan yang nyaris ‘sempurna’ hendaklah bersyukur dan tidak melupakan tanggung jawabnya kepada istri yang lainnya. Yah… kadang ujian berupa kebahagiaan bisa membuat manusia tidak tahan dan mendzalimi orang lain meskipun terkadang pentingnya keadilan dalam berpoligami.
Syaikh Dr. Abdullah bin Ath-Thayyar dalam al ‘Adalah Fi At-Ta’addud (hal.68) berkata: “Adil terhadap para istri adalah salah satu hak istri yang paling pokok dan menjadi faktor terpenting kebaikan dan ketentraman keluarga serta tercapainya keharmonisan antara anggota keluarga”.
Adil dalam sandang, papan, pangan serta hal-hal yang suami mampu, adapun kecenderungan, perasaan cinta, hati ini di luar kehendak manusia. Allah berfirman,
????? ??????????????? ??? ??????????? ?????? ??????????? ?????? ?????????? ? ????? ?????????? ????? ????????? ???????????? ????????????????
“Kalian tidak akan dapat berbuat adil terhadap para istri, sekalipun kalian sangat menginginkannya. Maka janganlah cenderung dengan sepenuh kecenderungan, lalu membiarkannya terkatung-katung” (QS. An Nisa’: 129).
Sangat indah tuntunan Islam dalam membina rumah tangga sehingga tercipta kedamaian jiwa, tidak ada yang mendzalimi dan didzalimi. Tampilan dan penampakan lahiriyah janganlah membuat terkecoh, karena keindahan batinlah yang lebih banyak berperan dalam meraih kebahagiaan.
Dan anugrah dari-Nya ketika Anda memiliki pasangan yang secara lahiriyah mempesona, hatinya baik bak bidadari, shalih atau shalihah dan semua itu justru bisa mendongkrak keimanan dan ketaqwaan. Bukan pasangan yang menjauhkannya dari ketaqwaan dan kecintaan Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga kisah cinta anda bersama pasangan abadi hingga menembus surga-Nya, Amiin.
***
Referensi :
- Cerdas Berkomunikasi Ala Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam, Dr. M. Arifin Badri, MA, Pustaka Imama Syafi’i, Jakarta, 2013
- Aturan Islam Tentang Bergaul dengan Sesama (terjemah) Dr. Abdul Aziz bin Fauzan bin Shalih al-Fauzan, Griya Ilmu, Jakarta, 2010
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Artikel Muslimah.or.id