Seringkali kita dapati perkataan sebagian orang “cuma masalah jenggot saja dipermasalahkan“, “ah cuma isbal saja dibesar-besarkan”, “kan cuma masalah cadar…”, dan semisalnya. Perkataan-perkataan ini mengandung peremehan terhadap sebagian ajaran Islam. Demikian juga sebagian orang yang membagi syariat menjadi inti dan kulit. Sehingga ada ajaran Islam yang merupakan kulit, sehingga tidak terlalu penting.
Tidak ada yang remeh dalam masalah agama
Renungkan firman Allah ta’ala:
إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.”(QS. Al Muzammil: 5).
Maka Al Qur’an dan semua yang dikandungnya disebutkan oleh Allah sebagai qaulan tsaqilan (perkataan yang berat). Semuanya bukan perkara remeh sama sekali.
Perhatikan! Bagaimana masalah buang air kecil ternyata tidak remeh, karena bisa mengakibatkan adzab kubur. Wal ‘iyyadzubillah. Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma, ia berkata:
مَرَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ الْمَدِينَةِ أَوْ مَكَّةَ ، فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِى قُبُورِهِمَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ » ، ثُمَّ قَالَ « بَلَى ، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar dari sebagian pekuburan di Madinah atau Makkah. Lalu beliau mendengar suara dua orang manusia yang sedang diadzab di kuburnya. Beliau bersabda, ‘Keduanya sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab karena dosa besar (menurut mereka bedua)’, lalu Nabi bersabda: ‘Padahal itu merupakan dosa besar. Salah satu di antara keduanya diadzab karena tidak membersihkankan bekas kencingnya, dan yang lain karena selalu melakukan namiimah (adu domba)” (HR. Bukhari no.6055, Muslim no.703).
Nah, ternyata masalah buang air kecil tidak remeh bukan?! Apa lagi masalah-masalah lain yang lebih dari sekedar buang air kecil?
Oleh karena itu Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam sampai memberikan tuntunan-tuntunan detail kepada kita sampai perkara buang air besar sekalipun. Menunjukkan semua ini tidak ada yang remeh. Pernah ditanyakan kepada Salman Al Farisi radhiallahu’anhu:
قِيلَ له: قدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ كُلَّ شيءٍ حتَّى الخِراءَةَ قالَ: فقالَ: أجَلْ لقَدْ نَهانا أنْ نَسْتَقْبِلَ القِبْلَةَ لِغائِطٍ، أوْ بَوْلٍ، أوْ أنْ نَسْتَنْجِيَ باليَمِينِ، أوْ أنْ نَسْتَنْجِيَ بأَقَلَّ مِن ثَلاثَةِ أحْجارٍ، أوْ أنْ نَسْتَنْجِيَ برَجِيعٍ، أوْ بعَظْمٍ
“Apakah Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan segala sesuatu sampai masalah buang air? Salman menjawab: Ya, Beliau melarang kami buang air besar atau buang air kecil menghadap kiblat, beristinja’ dengan tangan kanan, beristinja’ dengan batu yang kurang dari tiga buah dan beristinja’ dengan kotoran binatang atau tulang” (HR. Muslim no. 262).
Kemudian masalah larangan isbal (memanjangkan pakaian lebih dari mata kaki) bagi laki-laki, yang sering diremehkan, ternyata justru sangat serius bagi Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار
“Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka.” (HR. Bukhari no. 5787).
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب
“Ada tiga jenis manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak dipandang, dan tidak akan disucikan oleh Allah. Untuk mereka bertiga siksaan yang pedih. Itulah laki-laki yang isbal, orang yang mengungkit-ungkit sedekah dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu”. (HR. Muslim, no. 106)
Ternyata masalah isbal sangat mengerikan ancamannya, diancam dengan neraka dan tidak diajak bicara oleh Allah ta’ala. Maka jelas ini bukan masalah remeh.
Pembagian syariat menjadi inti dan kulit
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengkritisi pembagian syariat menjadi lubb (inti) dan qusyur (kulit). Beliau mengatakan:
هذا الكلام خطير ومنكر عظيم، وليس في الدين قشور، بل كله لب وصلاح وإصلاح، وينقسم إلى أصول وفروع، ومسألة اللحية وتقصير الثياب من الفروع لا من الأصول.لكن لا يجوز أن يسمى شيء من أمور الدين قشورا، ويخشى على من قال مثل هذا الكلام متنقصا ومستهزئا
“Ini adalah perkataan yang sangat berbahaya, sekaligus perkataan yang sangat munkar. Di dalam agama ini tidak ada perkara kulit, bahkan semuanya perkara inti. Semua merupakan kebaikan dan perbaikan. Memang, perkara agama bisa dibagi menjadi ushul dan furu’. Masalah memanjangkan jenggot dan memendekkan pakaian di atas mata kaki, termasuk masalah furu’, bukan masalah ushul. Namun tidak boleh menamakannya sebagai masalah kulit. Dikhawatirkan orang yang mengatakannya termasuk meremehkan dan merendahkan syariat” (https://binbaz.org.sa/fatwas/1726).
Pembagian syariat menjadi inti dan kulit adalah keyakinan kaum Sufiyah. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
فإذا أنكره عليهم ورثة الرسل قالوا لكم العلم الظاهر ولنا الكشف الباطن ولكم ظاهر الشريعة وعندنا باطن الحقيقة ولكم القشور ولنا اللباب فلما تمكن هذا من قلوبهم سلخها من الكتاب والسنة والآثار كما ينسلخ الليل من النهار
“Ketika para ulama pewaris para Rasul mengingkari mereka (Sufiyah), merekapun berkata: “yang kalian miliki hanya ilmu zhahir, sedangkan kami ilmu kasyaf batin. Yang kalian miliki hanya zhahir dari syariat, sedangkan kami mengetahui ilmu batin dari syariat. Bagi kalian hanya kulit, namun pada kami terdapat inti”. Ketika keyakinan ini yang bercokol dalam hati mereka, mereka akan terlepas dari Al Qur’an, as Sunnah dan atsar. Sebagaimana lepasnya malam dari siang” (Ightsatul Lahafan, 1/119).
Maka tidak layak diantara kita meremehkan satu saja bagian dari syariat ini. Semisal dengan mengatakan, “cuma masalah jenggot saja….“, “ah cuma isbal saja….”, “kan cuma masalah jenggot…”, atau semisalnya.
Kita tidak ingkari bahwa memang ada skala prioritas dalam syariat. Ada amalan wajib, ada amalan sunnah dan ada yang mubah. Ada yang rukun Islam dan yang bukan rukun Islam. Ada amalan yang ma’lum fid din bidharurah, ada perkara yang nazhari. Ada ayat yang muhkam, ada yang mutasyabih. Dosa pun ada yang dosa besar, ada dosa kecil. Syirik ada yang syirik akbar dan ada syirik asghar. Memang ada tingkatan.
Namun dengan semua tingkatan ini, tidak ada perkara agama yang remeh. Tidak boleh ada yang direndahkan apalagi dilecehkan. Semuanya berat karena semua itu dari Allah dan Rasul-Nya, dan akan dihisab oleh Allah ta’ala. Betapa banyak amalan yang dianggap remeh, namun besar di sisi Allah. Demikian juga betapa banyak amalan yang dianggap besar, namun menjadi kecil di sisi Allah.
Semoga Allah memberi taufik.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id