Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan jarak yang bisa disebut safar dalam beberapa pendapat:
Pendapat pertama: 48 mil. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Ibnu Qudamah mengatakan:
مَذْهَبُ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( يعني الإمام أحمد ) أَنَّ الْقَصْرَ لا يَجُوزُ فِي أَقَلِّ مِنْ سِتَّةَ عَشَرَ فَرْسَخًا , وَالْفَرْسَخُ : ثَلاثَةُ أَمْيَالٍ , فَيَكُونُ ثَمَانِيَةً وَأَرْبَعِينَ مِيلا . وَقَدْ قَدَرَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ , فَقَالَ : مِنْ عُسْفَانَ إلَى مَكَّةَ ، وَمِنْ الطَّائِفِ إلَى مَكَّةَ ، وَمِنْ جُدَّةَ إلَى مَكَّةَ
“Madzhab Imam Ahmad berpendapat bahwa qashar tidak diperbolehkan jika kurang dari 16 farsakh. Dan satu farsakh sama dengan 3 mil. Sehingga 16 farsakh sama dengan 48 mil. Ini adalah perkiraan jarak dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan: jarak safar adalah dari Usfan ke Mekkah, dan dari Thaif ke Mekkah dan dari Jeddah ke Mekkah” (Al Mughni, 2/1230).
Al Lajnah Ad Daimah mengkonversikan 48 mil ini menjadi 80 km. Mereka mengatakan:
مقدار المسافة المبيحة للقصر ثمانون كيلو متر تقريبا على رأي جمهور العلماء
“Batasan jarak safar yang membolehkan qashar adalah sekitar 80 km menurut jumhur ulama”(Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 8/90).
Pendapat kedua: 30 mil. Ini adalah jarak antara Mekkah dan Mina. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika ke Mina, beliau menganggap penduduk Mekkah sebagai musafir, dan beliau meng-qashar shalat bersama mereka dan tidak memerintahkan untuk menyempurnakan rakaat shalat.
Pendapat ketiga: batasannya kembali ke ‘urf. Jika penduduk setempat memandang perjalanan ke suatu tempat itu safar, maka itulah safar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
وَالْحُجَّةُ مَعَ مَنْ جَعَلَ الْقَصْرَ وَالْفِطْرَ مَشْرُوعًا فِي جِنْسِ السَّفَرِ وَلَمْ يَخُصَّ سَفَرًا مِنْ سَفَرٍ . وَهَذَا الْقَوْلُ هُوَ الصَّحِيحُ
“Kebenaran adalah pada pendapat yang menjadikan qashar dan meninggalkan puasa disyariatkan dalam perjalanan yang berjenis safar, tanpa mengkhususkan suatu jarak safar tertentu. Inilah pendapat yang shahih” (Majmu’ Al Fatawa, 24/106)
Pendapat ketiga inilah yang lebih kuat karena mengingat tidak ada dalil yang sharih mengenai batasan safar dan juga lebih baku kaidahnya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan:
المسافة التي تقصر فيها الصلاة حددها بعض العلماء بنحو ثلاثة وثمانين كيلو مترا ، وحددها بعض العلماء بما جرى به العرف أنه سفر وإن لم يبلغ ثمانين كيلو مترا ، وما قال الناس عنه : إنه ليس بسفر ، فليس بسفر ولو بلغ مائة كيلو متر .وهذا الأخير هو اختيار شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله ، وذلك لأن الله تعالى لم يحدد مسافة معينة لجواز القصر وكذلك النبي صلى الله عليه وسلم لم يحدد مسافة معينة .وقال أنس بن مالك رضي الله عنه : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ مَسِيرَةَ ثَلاثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ ثَلاثَةِ فَرَاسِخَ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
“Jarak yang membolehkan qashar shalat menurut sebagian ulama adalah sekitar 83 km. Sebagian ulama mengatakan bahwa jaraknya sesuai dengan urf (kebiasaan) walaupun tidak sampai 80 km. Jika masyarakat mengatakan: perjalanan dari A ke B bukan safar, maka ini bukan safar walaupun jaraknya 100 km. Inilah pendapat terakhir dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Karena Allah Ta’ala tidak menetapkan jarak tertentu yang membolehkan qashar shalat. Demikian juga Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau tidak menetapkan jarak tertentu. Dan Anas bin Malik mengatakan: Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika keluar sejauh 3 mil atau 3 farsakh beliau shalat 2 raka’at” (Fatawa Arkanil Islam, 380).
Kesimpulannya jarak safar kembali kepada urf (kebiasaan) masyarakat setempat. Jika masyarakat menganggap perjalanan dari A ke B adalah perjalanan jauh yang berat, maka itulah safar. Jika masyarakat menganggap perjalanan dari A ke B adalah perjalanan yang biasa, maka bukan safar. Jika anda bingung atau tidak jelas bagaimana urf yang ada di masyarakat, maka peganglah pendapat jumhur ulama bahwa jarak safar adalah 80 km. Wallahu a’lam.
Adapun perjalanan yang tidak sampai pada batasan safar, seperti dari rumah ke pasar, dari rumah ke toko, dari rumah ke rumah sakit setempat, perjalanan dalam kota, dan semisalnya yang tidak sampai pada batasan safar, maka tidak wajib ditemani mahramnya.
***
Bersambung ke artikel Safar Bagi Wanita (bag. 4): Siapakah Mahram Dalam Safar?
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.Or.Id
Terimakasih infonya,..
﷽
Assalamualaikum
Mau tanya ustadz, bagaimana jika ada wanita mau ikut rihlah sekolah di luar kota namun jaraknya tidak sampai 80 kilometer. Apakah dibolehkan menurut agama atau dihukumi safar?
Syukron