Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa maksud diutusnya beliau adalah untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
???????? ???????? ??????????? ????????? ????????????
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad, al- Hakim, dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah ash- Shahihah)
Syariat-syariat terdahulu yang Allah Ta’ala syariatkan pada hamba-hamba-Nya bertujuan untuk memotivasi manusia untuk berakhlak mulia. Oleh karena itu, para ulama menyebutkan bahwasanya akhlak-akhlak yang mulia merupakan bagian dari syariat umat terdahulu. Namun, syariat yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini merupakan akhlak-akhlak tersebut sehingga menjadi yang paling sempurna.
Untuk memahami masalah ini, kita berikan contoh dalam masalah qishash.
Jika seseorang melakukan kriminal pada orang lain apakah dia di-qishash? Para ulama menyebutkan bahwasanya syariat qishash pada syariat Yahudi hukumnya wajib secara mutlak, tidak ada opsi untuk dimaafkan, sedangkan dalam syariat orang Nasrani adalah kebalikan syariat Yahudi, yaitu orang yang berbuat kriminal terhadap orang lain wajib dimaafkan secara mutlak (tidak ada qishash). Akan tetapi, syariat Islam datang dengan membawa kesempurnaan pada dua sisi tersebut, ada qishash dan ada pengampunan. Karena, dengan menghukum pelaku/qishash, akan membuat efek jera dan menghentikan keburukan. Dan dengan adanya pemaafan, maka di dalamnya merupakan perbuatan kebaikan dan melakukan perbuatan yang ma’ruf kepada pelaku.
Oleh karena itu, dari sini kita ketahui syariat Islam datang dengan membawa kesempurnaan, dengan memberikan opsi antara pemaafan dan melanjutkan eksekusi qishash agar bisa melaksanakan hal yang tepat dalam setiap keadaan. Ketika yang tepat itu memaafkan, maka memaafkan. Kalau yang tepat itu qishash, maka pelakunya di-qishash. Maka syariat Islam lebih utama ketimbang syariat Yahudi yang mewajibkan qishash secara mutlak, padahal terkadang pemaafan itu lebih maslahat untuk pelaku kriminal tersebut. Dan lebih utama dari syariat Nasrani yang mengharuskan pemaafan pelaku secara mutlak, padahal terkadang yang maslahat adalah memberikan hukuman qishash.
**
(Disarikan dari kitab Makarimul Akhlaq, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, hlm. 11-12)
Penulis: Fera Rita Ummu Sufyan
Artikel Muslimah.or.id