Ibu, sosok istimewa yang memiliki kedudukan mulia sehingga Islam menempatkannya secara mengagumkan. Ibu yang bertaqwa dan shalihah akan selalu mencintai anak-anaknya, merindukannya ketika jarak memisahkan mereka bahkan sering kali ia memiliki harapan besar demi kebahagiaan buah hatinya meski sang anak terkadang membuatnya gundah gulana. Bahkan di dunia hewan pun perasaan kasih sayang pun Allah tumbuhkan sebagaimana hadits berikut.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu‘anhu, ia menuturkan: “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan. Di tengah perjalanan, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam hendak buang hajat. Tiba-tiba kami melihat seekor burung yang sedang bersama anaknya. Lalu kami mengambil kedua anaknya, induknya kemudian datang sambil membentangkan kedua sayapnya. Mendadak Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam muncul lalu berkata : “Siapa yang membuat burung ini risau karena anaknya diambil? Kembalikan lagi anak-anak burung itu kepada induknya!” (HR. Ibnu Majah no. 2329, dishahihkan Al Albani dalamAs-Silsilah Ash-Shaiihah no. 487).
Secara fitrah pun hubungan ibu dengan anaknya sangat erat, bahkan terkadang ada kontak batin yang sangat kuat seperti ketika seorang ibu merasakan hatinya gelisah atau berbagai perasaan dan suasana hati tertentu tatkala anaknya yang tidak didekatnya tengah sakit atau ada perkara yang tidak mengenakkan.
Sejatinya Allah memberi kelembutan hati dan rasa cinta mendalam seorang ibu. Itulah perasaan keibuan yang akan membuatnya gembira, sabar dalam menghadapi cobaan hidup dan ia menderita tatkala dipisahkan dari anaknya.
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhu bahwa seorang wanita berkata: ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini akulah yang mengandung, menyusui, dan mengasuhnya, sedangkan ayahnya telah menceraikan aku dan ingin merebutnya dari tanganku”. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda kepadanya :
?????? ??????? ???? ??????? ??????????
“Kamu lebih berhak terhadap anakmu itu selama kamu belum menikah (lagi).”
(HR. Abu Daud no. 1991, dishaihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud).
Ada sebuah kisah menggetarkan jiwa betapa seorang ibu lembut hatinya dan sangat mencintai seseorang yang mirip sekali dengan anaknya. Syaih At-Thanthawi rahimahullah menyebutkan sebuah kisah nyata seorang temannya yang bekerja sebagai pengacara di sebuah kantor kehakiman besar di India. Ia berkata, ”Temanku itu menceritakan kepadaku, suatu hari aku memasuki sebuah pasar. Aku melihat seorang wanita tua, yang rumahnya berada di dalam pasar tersebut. Wanita tua itu memegang tanganku dan membawaku ke rumahnya. Ia menjamuku sebagai tamu istimewa yang belum pernah aku mendapati sepertinya. Setelah selesai bertamu, maka aku meminta izin untuk pergi, wanita itu berkata : ‘Tak mengapa, wahai Nak, saya mohon jangan segan mengunjungiku setiap engkau pergi ke pasar ini’”.
Temanku itu kembali bercerita. “Aku bertanya kepada wanita tua itu. ‘Wahai Bibi, apa yang telah mendorongmu menjamu dan menghormati seseorang yang antara dirimu dan dirinya tidak saling kenal dan tak ada hubungan apapun?’ Wanita itu menjawab, ‘Wahai Nak, sesungguhnya salah seorang anakku dan belahan jiwaku itu wajahnya seperti wajahmu, warna kulitnya seperti warna kulitmu dan cara berjalannya seperti jalanmu. Ia telah menghilang sejak lama di negeri asing. Saat aku melihatmu maka aku teringat dengan anakku itu. Cinta kasih terhadap anakku yang ada di hati inilah yang telah mendorongku. Aku tak mampu menahan diri hingga aku mengundangmu ke rumahku. Lalu, aku menjamumu seperti yang engkau lihat. Demi Allah wahai nak, jangan segan-segan engkau mengunjungiku untuk kedua kali, ketiga kali dan seterusnya.’ Maka setiap kali aku memasuki pasar itu, akupun mengunjungi wanita tua itu, untuk mengikat hatinya, wanita tua itu begitu menghormatiku. Seperti waktu-waktu sebelumnya” (Dinukil dari buku Tata Busana Para Salaf, Abu Thalhah bin Abdus Sattar, hal 25-26).
Ya Rabbi … mudahkanlah langkahku, lunakkan hatiku dan berilah kami kekuatan iman untuk selalu berbakti pada kedua orang tua kami. Tunjukilah kami pada jalan keselamatan agar kami pun mampu mencintai dan mengasihi buah hati kami demi menjalankan perintah Allah. Dan kumpulkanlah kami bersama orang-orang yang kami cintai di surga-Mu. Amin.
Referensi :
- Tata Busana Para Salaf, Abu Thalhah bin Abdus Sattar, Penerbit Zam Zam, Solo. 2008
- Stop!! KDRT, Abu Hamzah ‘Abdul Lathif Al-Ghomidi, Pustaka Imam Asy Syafii. 2010.
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifah
Artikel Muslimah.or.id