Seorang sahabat yang shalih, mujahid fi sabillah sekaligus anak sahabat yang dijamin masuk surga, Zubair bin ‘Awwam, dengan sentuhan cinta Asma’ binti Abu Bakar lahirlah ksatria pemberani yang keharuman namanya banyak membuat orang menaruh simpati, cinta dan telah menginspirasi jutaan kaum muslimin untuk berjuang menegakkan Islam.
Nama lengkap beliau Abdullah bin Zubair bin Al -‘Awwam bin Khuwailid bin Asas bin Abdul ‘Uzza bin Qushay Al Asadi. Dia dipanggil dengan sebutan Abu Bakar, ada pula yang menyebutnya Abu Khubaib. Kelahirannya di negeri hijrah Madinah telah membuat gembira kaum muslimin, kala itu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mentahniknya dengan sebiji kurma sebagaimana terdapat dalam HR. Al-Bukhari dan Muslim.
Ibnu Zubair adalah sosok ahli ibadah, sangat tekun shalat malam dan berpuasa, disamping meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 33 hadits. Beliau piawai menunggang kuda, tangkas di medan laga, menyukai kata-kata indah, serta suaranya yang lantang. Saat gejolak fitnah begitu kuat mencengkeram kaum muslimin, beliau sebenarnya tidak setuju pelimpahan kekuasaan dari Mu’awiyah kepada Yazid karena dianggap tidak Syar’i, namun banyak dari sahabat yang menyetujui keputusan Mu’awiyah tersebut dan membaiat Yazid bin Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhum ajma’in. Meski tidak setuju, namun Abdullah bin Zubair juga tidak memprovokasi masa untuk memberontak pada penguasa.
Setelah Yazid meninggal, banyak orang yang memberi dukungan kepada Abdullah bin Zubair. Singkat cerita, akhirnya beliau menjadi khalifah dan kekuasaannya meliputi seluruh Hijaz, Makkah, Madinah dan sekitarnya.
Beliau memulai pemerintahannya dengan pembangunan Ka’bah dan memilih gubernur Madinah serta mengirim utusan-utusan ke Iraq. Pada saat kepemimpinannya, muncul pula pemberontak yang dipimpin Al-Mukhtar dengan 2000 pendukungnya. Saat itu tak ada khalifah yang berkuasa secara menyeluruh, baik di Syam maupun Kufah. Akhirnya muncullah orang yang kuat, yaitu Marwan di Syam. Tahun 67 Ibnu Zubair berhasil mengalahkan Al-Mukhtar yang dipimpin Mush’ab bin Zubair yang saat itu sebagai gubernur Basrah tahun 71 H, Mush’ab bin Zubair terbunuh oleh pihak Syam.
Kekuasaan Abdul Malik bin Marwan sangat luas, ketika di Kufah ia memerintahkan Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi membawa 3000 pasukan Syam untuk menundukkan Ibnu Zubair. Disamping itu ia juga menulis surat kepada Ibnu Zubair yang isinya menjamin keamanannya bila ia tunduk pada kekuasaannya. Namun beliau menolak, terjadilah pertempuran dahsyat di Arafah yang dimenangkan Hajjaj bin Yusuf. Saat itu kedudukan pasukan Ibnu Zubair sudah lemah. Untuk kedua kalinya terjadi lagi pertumpahan darah di Makkah pada bulan Dzulhijah tahun 73 H dan gugurlah Ibnu Zubair.
Dalam Tarikh Khulafa’ karya Imam As-Suyuthi dikisahkan beliau dikepung selama beberapa bulan, dilempari dengan manjaniq dan ada sebagian pengikutnya yang berkhianat. Beliau dibunuh dengan cara disalib pada Selasa 17 Jumadil Ula. Dan benarlah apa yang dikatakan Muawiyah di saat beliau masih hidup kepada Ibnu Zubair, Muawiyah lebih mengenal karakter Ibnu Zubair dari pada Ibnu Zubair sendiri. Diriwayatkan dari Al-Madaaini dari Maslamah bin Alaqah dari Khalid, dari Abu Qilabah bahwa Muawiyah mengatakan kepada Ibnu Zubair, “Engkau, dengan kesungguhanmu dalam meraih sesuatu dan semangatmu akan membawamu memasuki tempat yang sempit. Aku ingin kalau aku masih hidup ketika hal itu terjadi padamu, aku ingin menyelamatkanmu”. Maka Ibnu Zubair ketika mendapatkan keadaan tersebut, beliau berkata: “Inilah yang dikatakan Muawiyah kepadaku, sungguh aku menginginkan kalau Muawiyah sekarang masih hidup”. (Melalui nukilan Syaikh Muhibuddin Al-Khatib dalam catatan kaki kitab Al-‘Awashim hal 222 ).
Begitulah kisah heroik seorang Abdullah bin Zubair. Sebagai seorang muslim yang senantiasa berupaya meniti jalan Islam yang lurus, kita harus mencintai para sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, merekalah generasi terbaik yang harus menjadi teladan dalam keimanan, kebaikan akhlak, serta menjadi inspirasi agar umat Islam tetap jaya di bawah panji-panji Islam. Allah melarang mencaci maki para sahabat, menyakiti dan memandang remeh pada mereka.
***
Referensi :
Majalah Salafi, edisi 37/ 1421 H/ 2001 M
Tarikh Khulafa’ ( terjemahan. ) Imam As-Suyuthi, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2001
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifah
Murojaah: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Artikel muslimah.or.id