Itulah hati yang ikhlas, yang tidak memandang kedudukan dan tidak pula mengharapkannya.
Itulah hati yang ikhlas, yang tidak peduli di depan atau di belakang, selagi dia tetap teguh di jalan ilmu, amal dan dakwah kepada Allah Ta’ala.
Itulah hati yang ikhlas, yang tidak mau berpangku tangan, tidak merasa bosan atau gundah, dan yang menyibukkan diri dalam aktivitas dakwah.
Ya Allah, sibukkanlah kami dalam kebenaran dan janganlah Engkau sibukkan kami dalam kebatilan.
Itulah hati yang ikhlas, yang tak kenal waktu dalam melakukan dakwah, dan selalu menjadikan setiap detik kehidupannya untuk berdakwah dan mewakafkan diri untuk dakwah.
Itulah hati yang ikhlas, yang tak pernah berbuat untuk kepentingan pribadi tertentu maupun kelompok, serta tidak untuk mendapatkan kesenangan dunia. Namun, dia berbuat demi keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Itulah hati yang ikhlas, yang maju ketika orang lain mundur, yang teguh ketika orang-orang tergelincir, yang sabar ketika orang-orang terguncang, yang lembut ketika orang-orang bertindak bodoh, yang memberi maaf ketika orang-orang merampas haknya.
Itulah hati yang ikhlas, yang di dalamnya tidak ada tempat sekecil jarum pun untuk ditempati kedengkian terhadap orang muslim.
Itulah hati yang ikhlas, yang tidak hanya memperhatikan diri sendiri, tapi juga memperhatikan orang lain.
Itulah hati yang ikhlas, yang tidak bisa tidur memikirkan kondisi Islam.
Pada akhirnya hati semacam ini menemukan dan menyadari, bahwa tidak ada pilihan dalam perjalanan berikutnya selain memberi tanpa harus menerima, lalu menunggu kedatangan akhirat, di saat yang haq dipisahkan dari yang batil.
Pertolongan pasti akan mendatanginya di dunia. Ia akan merasa aman untuk melaksanakan amanat Ilahiah. Hati semacam inilah yang layak mengemban amanat semenjak ia diciptakan, bukan untuk mendapatkan kesenangan di dunia. Tujuannya benar-benar murni untuk Allah, demi mencari keridhaan-Nya.
***
Diambil dari “Al-Akhfiya : Orang-orang yang Gemar Menyembunyikan Amal Shalih Mereka“. Walid bin Sa’id Bahakam, dengan sedikit perubahan.
Penulis: Dwi Pertiwi
Murojaah: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Artikel muslimah.or.id