Pernahkah kita merenung, mengapa Allah ﷻ begitu sering menyebut kata “sabar” dalam Al-Qur’an? Tidak kurang dari 90 kali, kata ini disebutkan dengan beragam konteks, seolah menjadi kunci utama meraih kebahagiaan sejati. Lalu, apa sebenarnya rahasia di balik kesabaran sehingga Allah menjanjikan pahala tanpa batas bagi orang-orang yang sabar?
Sabar adalah seni hidup yang mengubah setiap ujian menjadi tangga menuju kemuliaan. Rasulullah ﷺ bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu keletihan dan penyakit (yang terus menimpa), kekhawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan, bahkan duri yang melukainya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR. Bukhari no. 5641)
Betapa indahnya balasan bagi orang yang bersabar!
Namun, bagaimana sebenarnya hakikat sabar yang sesungguhnya? Mengapa Allah ﷻ menjamin kebersamaan-Nya dengan orang-orang sabar? Dan bagaimana kita bisa meraih kesabaran sejati dalam menghadapi ujian hidup—baik yang terasa pahit maupun yang justru datang dalam bentuk nikmat? Mari kita gali lebih dalam keutamaan sabar dalam Islam.
Sabar, kunci kebahagiaan
Allah ﷻ berfirman
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa hidup adalah ujian. Setiap detik, kita dihadapkan pada pilihan: bersabar atau mengeluh, bersyukur atau menggerutu. Lalu, mengapa sabar menjadi tolok ukur “amal terbaik”?
Ujian dalam hidup tidak selalu berupa musibah. Terkadang, Allah menguji kita dengan kesenangan, kekayaan, atau bahkan keluarga yang kita cintai. Ada yang diuji dengan istri yang sulit, orang tua yang keras, anak yang bandel, atau mertua yang menyulitkan. Namun, di balik semua itu, Allah sedang mengukur sejauh mana kita menahan diri (sabar) dan tetap berpegang pada syariat-Nya.
Sabar bukan pula berarti pasif. Tapi kekuatan aktif untuk menahan lisan dari mengeluh, menahan hati dari berburuk sangka kepada Allah, dan menahan anggota badan dari melakukan hal yang dilarang. Rasulullah ﷺ mengingatkan,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim no. 2999)
Pertanyaannya: Sudahkah kita melihat setiap ujian sebagai peluang untuk meraih cinta Allah? Atau justru kita menganggapnya sebagai hukuman? Inilah rahasia pertama sabar: ia mengubah beban menjadi anugerah.
Tiga jenis sabar
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan bahwa sabar terbagi menjadi tiga: sabar dalam ketaatan, sabar dari maksiat, dan sabar menghadapi musibah. Manakah yang paling berat bagi kita? Mungkin banyak yang menjawab: sabar dari maksiat. Mengapa? Karena godaan syahwat dan hawa nafsu seringkali lebih kuat daripada kesabaran kita.
Sabar dalam ketaatan misalnya, seperti sabar menunaikan salat malam. Bukan soal kuat tidaknya fisik, tapi kuat tidaknya iman. Allah ﷻ memuji orang-orang yang sabar dalam ketaatan,
سَلَٰمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى ٱلدَّارِ
“(Sambil mengucapkan), “Salamun ‘alaikum bima shabartum.” Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’d: 24)
Bahkan, ada orang yang ingin berjihad, tapi Allah lebih memerintahkannya untuk berbakti kepada orang tua. Di sini, sabar dalam taat berarti tunduk pada prioritas yang Allah tetapkan.
Sabar dari maksiat lebih berat lagi. Bagaimana seseorang menahan diri dari zina, gibah, atau korupsi padahal peluang terbuka lebar? Kuncinya ada dalam tiga hal: takut kepada Allah, malu kepada Allah, dan cinta kepada Allah. Rasulullah ﷺ bersabda,
فَإِنَّ الْـحَيَاءَ مِنَ الإيْمَـانِ
“Malu adalah bagian dari iman.” (HR. Bukhari no. 24)
Jika kita benar-benar malu kepada Allah, maksiat akan terasa sangat berat dilakukan.
Lalu, sabar dalam musibah. Inilah yang paling banyak disebut dalam Al-Qur’an. Ketika seseorang kehilangan harta, keluarga, atau kesehatan, ucapkanlah, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”
Namun, sabar di sini bukan sekadar menerima, tapi juga yakin bahwa Allah sedang menyiapkan sesuatu yang lebih baik.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِيۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَالصَّلٰوةِ ؕ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيۡنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Masya Allah, janji apakah yang lebih agung dari ini?
Janji surga bagi orang sabar
Allah ﷻ berfirman,
اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوۡنَ اَجۡرَهُمۡ بِغَيۡرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Bayangkan, pahala tanpa hisab! Mengapa balasannya begitu besar? Karena sabar adalah amal yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan pertolongan Allah. Ia membutuhkan ketulusan dan konsistensi yang luar biasa.
Setiap kesabaran kita akan berbuah kebahagiaan abadi. Bahkan, Musa ‘alaihissalam pernah ketakutan saat diperintah menghadapi Firaun. Namun, Allah menenangkannya,
قَالَ لَا تَخَافَآۖ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ
“Jangan takut, sesungguhnya Aku bersama kalian, Aku mendengar dan melihat.” (QS. Thaha: 46)
Inilah jaminan Allah bagi orang sabar: perlindungan dan pertolongan-Nya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
ليس الشأن أن تُحب ولكن الشأن أن تُحَب
“Perkaranya bukanlah bagaimana engkau mengaku mencintai Allah, tetapi perkaranya apakah engkau dicintai Allah.” (Rawdhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqin, hal. 266)
Salah satu tanda dicintai Allah adalah diberi kesabaran dalam ujian. Jika kita bisa bersabar, itu pertanda Allah sedang mencintai kita.
Pertanyaan terbesar: Jika orang kafir bisa bersabar menempuh perjalanan panjang menuju neraka, mengapa kita tidak sabar menuju surga? Jika mereka rela bersusah payah untuk kesenangan sesaat, mengapa kita enggan bersabar demi kebahagiaan abadi?
Meraih kebersamaan dengan Allah
Sabar adalah anugerah terindah. Rasulullah ﷺ bersabda,
وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ مِنْ عَطَاءٍ خَيْرٌ وَأَوْسَعُ مِنَ الصَّبْرِ
“Tidak ada sebuah anugerah yang lebih baik dan lebih besar bagi seseorang daripada kesabaran.” (HR. Muslim)
Mengapa? Karena dengan sabar, seorang hamba meraih kebersamaan Allah.
وَٱصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)
Kesabaran juga melahirkan keberkahan. Allah akan memberikan kasih sayang dan petunjuk-Nya kepada orang yang sabar. Lihatlah kisah Nabi Ayyub ‘alaihissalam, yang kehilangan harta, keluarga, dan kesehatan, tapi tetap sabar. Akhirnya, Allah mengembalikan segalanya dengan berlipat ganda.
Lalu, bagaimana cara meraih sabar? Pertama, banyak berdoa. Kedua, mengingat pahala sabar. Ketiga, bergaul dengan orang-orang sabar. Keempat, yakin bahwa setiap ujian pasti ada akhirnya.
فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5)
Pernahkah kita merasa malu kepada Allah ketika masih bermaksiat? Padahal, Dia selalu mengawasi kita.
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَٰكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa tujuan)?” (QS. Al-Mu’minun: 115)
Maka, jagalah nikmat Allah dengan meninggalkan maksiat, karena maksiat menghilangkan nikmat.
Saudaraku, sabar itu indah. Sabar mengubah derita menjadi pahala, air mata menjadi senyuman, dan kegelapan menjadi cahaya. Orang sabar adalah orang yang paling bahagia, karena ia yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan kesabarannya. Maka, bersabarlah… karena surga menanti.
Baca juga: Hadapi Ujian dengan Penuh Kesabaran
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel Muslimah.or.id


