Allah Ta’ala berfirman:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya” (QS. An Nuur: 31).
Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya menjelaskan makna ayat ini: “Firman Allah Ta’ala (yang artinya) Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya maksudnya terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah untuk dilihat selain suami-suami mereka. Oleh karena itu banyak para ulama yang berpendapat bahwa wanita tidak diperbolehkan memandang lelaki yang bukan mahram dengan syahwat, demikian juga jika tanpa syahwat hukum asalnya adalah haram. Kebanyakan para ulama berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At Tirmidzi yaitu hadits Az Zuhri dari Nabhan, pembantu Ummu Salamah, ia berkata bahwa Ummu Salamah pernah berkata kepadanya:
أنها كانت عند رسول الله صلى الله عليه وسلم وميمونة قالت: فبينما نحن عنده أقبل ابن أم مكتوم فدخل عليه، وذلك بعدما أمرنا بالحجاب، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “احتجبا منه” فقلت يا رسول الله: أليس هو أعمى لا يبصرنا ولا يعرفنا؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أوعمياوان أنتما؟ ألستما تبصرانه
Ketika itu Ummu Salamah bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan Maimunah, lalu Ibnu Ummi Maktum hendak masuk ke rumah. Itu terjadi setelah kami diperintahkan untuk berhijab (setelah turun ayat hijab). Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Kalian berdua hendaklah berhijab darinya’. Ummu Salamah berkata: ‘Wahai Rasulullah, bukankan Ibnu Ummi Maktum itu buta tidak melihat kami dan tidak mengenali kami?’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Apakah kalian berdua juga buta? Bukankah kalian berdua melihatnya?’ . At Tirmidzi berkata, hadits ini hasan shahih”.
Sebagian ulama berpendapat bahwa wanita boleh melihat lelaki non-mahram tanpa syahwat. Sebagaimana hadits yang terdapat dalam Shahih Bukhari bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
جعل ينظر إلى الحبشة وهم يلعبون بحرابهم يوم العيد في المسجد، وعائشة أم المؤمنين تنظر إليهم من ورائه، وهو يسترها منهم حتى ملّت ورجعت
Rasulullah melihat orang-orang Habasyah sedang bermain tombak di masjid pada hari Id. ‘Aisyah Ummul Mu’minin juga melihat mereka dari balik tubuh Rasulullah. Rasulullah pun membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat ‘Aisyah, sampai akhirnya ‘Aisyah bosan dan enggan melihat lagi”
(Tafsir Ibnu Katsir).
Memandang lelaki dengan syahwat
Jumhur ulama berpendapat bahwa jika seorang wanita memandang lelaki dengan syahwat, maka hukumnya haram. Karena hal tersebut termasuk zina mata. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا ، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا العينِ النظرُ ، وزنا اللسانِ المنطقُ ، والنفسُ تتمنى وتشتهي ، والفرجُ يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه
“sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al Bukhari 6243).
Ibnu Bathal menjelaskan: “zina mata, yaitu melihat yang tidak berhak dilihat lebih dari pandangan pertama dalam rangka bernikmat-nikmat dan dengan syahwat, demikian juga zina lisan adalah berlezat-lezat dalam perkataan yang tidak halal untuk diucapkan, zina nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan. Semua ini disebut zina karena merupakan hal-hal yang mengantarkan pada zina dengan kemaluan” (Syarh Shahih Al Bukhari, 9/23).
Diantara bentuk memandang dengan syahwat adalah memandang untuk menikmati ketampanan lelaki, atau kegagahannya, atau bahkan lebih dari itu semisal memandang disertai fantasi-fantasi yang tidak dihalalkan agama.
Memandang lelaki dengan tanpa syahwat
Adapun jika wanita memandang lelaki tanpa syahwat, para ulama berselisih pendapat dalam 4 pendapat:
- Wanita boleh memandang lelaki selain auratnya. Ini adalah pendapat ulama Hanafiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah.
- Wanita boleh memandang lelaki sebatas anggota tubuh yang dibolehkan bagi lelaki untuk melihatnya pada para mahramnya. Maksudnya, lelaki boleh melihat sebagian aurat mahramnya sebatas apa yang biasa terlihat semisal kepala, rambut, leher, kaki, betis. Maka anggota tubuh inilah yang boleh dilihat oleh seorang wanita terhadap lelaki yang bukan mahram. Ini adalah pendapat Malikiyah dan salah satu riwayat dari Hanabilah.
- Hukum wanita memandang lelaki sama seperti lelaki memandang wanita. Artinya wanita tidak boleh memandang lelaki kecuali pandangan yang tidak disengaja. Ini adalah salah satu pendapat Syafi’iyyah dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad.
- Wanita boleh memandang kedua tangan dan kaki lelaki, makruh memandang wajah, dan haram memandang selain dari itu semua. Ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan beberapa ulama lain.
(lihat Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, 40/355-358).
Yang rajih adalah pendapat pertama, wanita dibolehkan memandang lelaki non-mahram selama bukan pada bagian tubuh yang termasuk aurat. Diantara dalilnya adalah hadits yang dibawakan oleh Ibnu Katsir di atas, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengizinkan Aisyah radhiallahu’anha melihat orang-orang Habasyah bermain tombak di masjid.
Para ulama juga berdalil dengan hadits Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma, suatu ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berkhutbah di hari Id, selesai berkhutbah beliau mendatangi kaum wanita,
جعل ينظر إلى الحبشة وهم يلعبون بحرابهم يوم العيد في المسجد، وعائشة أم المؤمنين تنظر إليهم من ورائه، وهو يسترها منهم حتى ملّت ورجعت
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menasehati dan mengingatkan para wanita dan menyuruh mereka untuk bersedekah. Maka aku (Ibnu Abbas) melihat mereka menjulurkan tangan mereka untuk melemparkan sedekah mereka kepada baju Bilal. Kemudian Nabi pergi bersama Bilal ke rumahnya” (HR. Bukhari – Muslim).
Dalam kisah ini para wanita melihat Bilal dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak melarangnya. Dan para ulama juga mengatakan bahwa secara logika jika wanita diharamkan melihat lelaki yang bukan mahram tentu lelaki akan diperintahkan untuk berhijab sebagaimana wanita.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsamin ditanya, “Apakah hukum wanita memandang laki-laki di televisi atau memandang lelaki secara langsung ketika sedang berada di jalan?”. Beliau menjawab: “Wanita memandang lelaki baik lewat televisi maupun secara langsung, tidak lepas dari dua keadaan berikut:
- Memandang dengan syahwat dan memandang dalam rangka bernikmat-nikmat (misalnya menikmati kegantengan lelaki yang dilihat, pent.) ini hukumnya haram karena di dalamnya terdapat kerusakan dan fitnah (bencana).
- Sekedar memandang, tanpa adanya syahwat dan bukan ingin bernikmat-nikmat, maka ini tidak mengapa menurut pendapat yang lebih tepat dari para ulama. Hukumnya boleh sebagaimana hadits yang terdapat di Shahihain:
وعائشة أم المؤمنين تنظر إليهم من ورائه، وهو يسترها منهم
“Aisyah Radhiallahu’anha pernah melihat orang-orang Habasyah bermain di masjid dan Nabi Shalallahu’alahi Wasallam membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat ‘Aisyah “. Hadits ini menunjukkan bolehnya hal tersebut.
Karena para wanita itu berjalan di pasar-pasar dan melihat para lelaki walaupun mereka berhijab, sehingga mereka bisa melihat para lelaki sedangkan para lelaki tidak bisa melihat mereka. Namun syaratnya, tidak terdapat fitnah dan syahwat. Jika menimbulkan fitnah dan syahwat maka haram, baik lewat televisi maupun secara langsung” (Majmu’ Fatawa Mar’ah Muslimah 2/973).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, “Adapun pertanyaan mengenai wanita yang memandang lelaki tanpa syahwat dan tanpa bernikmat-nikmat, sebatas apa yang di atas pusar dan di bawah paha, ini tidak mengapa. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengizinkan ‘Aisyah melihat orang-orang Habasyah. Karena para wanita itu selalu pergi ke pasar yang di dalamnya ada lelaki dan wanita. Mereka juga shalat di masjid bersama para lelaki sehingga bisa melihat para lelaki. Semua ini hukumnya boleh. Kecuali mengkhususkan diri dalam memandang sehingga terkadang menimbulkan fitnah atau syahwat atau berlezat-lezat, yang demikian barulah terlarang. Adapun pandangan yang sifatnya umum, tanpa syahwat dan tanpa berlezat-lezat tidak khawatir terjadi fitnah, maka tidak mengapa. Sebagaimana engkau tahu para wanita dibolehkan shalat di masjid dan mereka dibiarkan keluar ke pasar-pasar memenuhi kebutuhan mereka” (Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/11044).
Yang lebih utama tetap menundukkan pandangan
Jika kita telah mengetahui bahwa seorang wanita Muslimah boleh memandang lelaki yang bukan mahram jika tanpa syahwat dan sebatas anggota tubuh yang bukan aurat, bukan berarti wanita Muslimah dapat bermudah-mudah memandangi para lelaki. Karena pembahasan di atas adalah mengenai boleh-tidaknya memandang lelaki yang bukan mahram. Adapun yang lebih baik dan lebih utama, adalah tetap menundukkan pandangan. Karena hal tersebut termasuk hal yang dianjurkan dalam ayat:
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya” (QS. An Nuur: 31).
Juga mengamalkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
اسْتَحْيُوا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
“malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu!” (HR. At Tirmidzi 2458, ia berkata: “hasan”).
Selain itu, lebih dapat menjaga kesucian hati dan lebih wara’. An Nusafi dalam Tafsir-nya menyatakan:
وغض بصرها من الأجانب أصلاً أولى بها. وإنما قدم غض الأبصار على حفظ الفروج لأن النظر بريد الزنا ورائد الفجور فبذر الهوى طموح العين
“jika wanita menundukkan pandangannya terhadap lelaki yang bukan mahram itu lebih utama. Karena didahulukannya penyebutan ‘menjaga pandandan’ daripada ‘menjaga farji’ karena pendangan itu surat menuju zina dan pemicu syahwat pada farji. Bibit hawa nafsu adalah mata yang berambisi”.
Wallahu a’lam bis shawab.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id
Assalamualaikum
ustad apakah memandang wanita mahram dengan syahwatnya juga di haramkan?
Wa’alaikumussalam, hukumnya haram
Assalamualaikum ustadz
Kalo melihat lelaki yang bukan mahram hanya sekali atau sekilas haram gak?
Wa’alaikumussalam, melihat laki-laki yang bukan mahram jika tanpa syahwat maka boleh.
Bagaimana dengan memandang berjam jam? Kalau dipasar sangat jarang terjadi memandang berjam jam, selain itu di pasar jarang yang berhias. Sementara di kajian tv, acaranya bisa 1 jam atau lebih, wanita memandang, penyiarnya berhias, ustadnya juga dipilih yang wajahnya kamera face. Apa iya tidak ada syahwat yang muncul selama itu? Seandainya bisa, ana akan tuntut mereka di akhirat. Wallahi ana cemburu dengan kondisi yg seperti ini.
Silakan simak: https://muslim.or.id/8474-hukum-wanita-melihat-ustadz-di-video-dalam-rangka-talim.html