Ada sebagian orang yang mengatakan, “Islam datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita jadi budaya Arab. Bukan untuk ‘aku’ jadi ‘ana’, ‘sampeyan’ jadi ‘antum’, ‘sedulur’ jadi ‘akhi’… Kita pertahankan milik kita, kita harus serap ajarannya, tapi bukan budaya Arabnya.“
Kita katakan:
Pertama: Dalam masalah budaya, tidak mengapa kita menyerap budaya bangsa lain, selama budaya itu bermanfaat bagi kita dan tidak menyelisihi ajaran Islam dan nilai-nilainya.
Kedua: Bahkan kita harus mengganti sebagian budaya kita, bila memang menyelisihi Islam dan nilai-nilainya. Lihatlah bagaimana dahulu Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam– berjuang keras untuk mengubah budaya-budaya Arab yang menyelisihi prinsip risalah Islam yang dibawa beliau.
Ketiga: Tentang menyerap bahasa asing, itu juga sudah sangat lazim di lisan masyarakat kita… I love you, oke, leadership, yes, no, well, sorry, problem, amazing, sorry, thank you, please, dan seterusnya, adalah rentetan kata yang banyak digunakan masyarakat kita tanpa ada pengingkaran yang berarti. Jika itu TIDAK diingkari, mengapa ketika obyek serapannya bahasa Arab diingkari?! Bukankah yang lebih pantas adalah sebaliknya, karena bahasa Arab adalah bahasa yang dipilih Allah untuk kitab suci yang paling agung, dia juga bahasa yang Allah pilih untuk Nabi yang paling mulia.
Keempat: Jika kita memperhatikan syariat Islam secara menyeluruh, kita akan menemukan isyarat dari Allah, bahwa Dia menghendaki agar bahasa Arab bisa menyebar dan membumi bersama Islam. Lihatlah bagaimana bahasa Al-Qur’an tidak boleh diganti dengan bahasa lain, bahasa salat tdk boleh diganti dengan bahasa lain, dan bahasa zikir-zikir yang sangat banyak tidak boleh diganti dengan bahasa lain. Lihat pula bagaimana Allah menghendaki sumber-sumber utama ilmu-ilmu Islam menggunakan bahasa Arab, sehingga untuk mempelajarinya harus paham bahasa Arab dengan baik.
Kelimah: Sangat wajar bila lisan kita terbawa oleh kebiasaan, orang yang biasa belajar bahasa Arab, atau hidup di Arab; lisannya akan terbawa dengan kebiasaannya… Begitu pula orang yang biasa belajar bahasa Barat, atau hidup di sana; lisannya juga akan terbawa dengan kebiasaannya. Dan yang lebih mengherankan lagi, di sekeliling kita banyak sekali budaya barat yang diserap oleh masyarakat, semisal: pakaian ketat, rok mini, pacaran, dansa, dan seterusnya, tapi seringkali tidak diingkari… Sebaliknya, ketika ada yang bercadar, berjenggot, memakai jilbab besar, menjaga pandangan, rajin ke masjid, dan seterusnya, malah diingkari, digunjing, dan dipersoalkan. Wallahul musta’an.
Kesimpulannya, perkataan di atas sangat tidak obyektif, diskriminatif terhadap bahasa Arab, dan sangat tidak pantas diucapkan oleh orang yang cinta kepada Islam, Al-Qur’an, dan Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Wallahu Ta’ala a’lam.
—
Penulis: Ust. Musyafa Ad-Darini Lc., MA.
Artikel Muslimah.or.id