بسم الله الرحمٰن الرحيم
Al Allamah Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullahu ta’ala mengatakan: “penulis kitab Al Manazil mengatakan, muhasabah memiliki 3 rukun, yang pertama, engkau membandingkan nikmat Allah dengan kejahatan yang engkau lakukan. maksudnya, engkau membandingkan apa yang Allah berikan kepadamu dengan apa yang engkau serahkan kepada Allah, dengan ini akan nampaklah perbedaan diantara keduanya. Akhirnya engkau pun akan tahu bahwa ternyata yang benar-benar engkau harapkan adalah ampunan-Nya dan rahmat-Nya, jika tidak engkau akan binasa dan hancur.
Dengan perbandingan ini, engkau akan mengetahui bahwa Allah adalah sebenar-benarnya Rabb dan seorang hamba adalah benar-benar hamba. Dan akan nampak jelas bagimu hakikat nafsu dan sifat-sifatnya. Akan nampak jelas juga betapa agungnya perkara Rububiyyah yang Allah miliki dan betapa hanya Allah semata yang memiliki kesempurnaan dan keagungan hakiki. Akan jelas juga bahwa setiap nikmat dari Allah adalah karunia, dan setiap keburukan yang Allah timpakan adalah bentuk keadilan-Nya.
Dan engkau, sebelum membandingkan hal itu, engkau jahil terhadap dirimu sendiri. Engkau juga jahil terhadap keagungan rububiyah Allah dalam ciptaan-Nya dan makhluk-Nya. Setelah engkau membandingkannya, engkau baru sadar bahwa jiwamulah sumber segala kejelekan dan landasan semua aib. Dan engkau baru tersadar bahwa batasannya adalah: kejahilan yang penuh kegelapan.
Andaikan bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya untuk mensucikanmu dari hal itu, engkau tidak akan terbebas dari kejahilan itu selamanya. Dan kalau bukan karena petunjuk-Nya, engkau tidak akan tertunjuki. Dan kalau bukan karena bimbingan-Nya dan taufiq-Nya engkau tidak akan menggapai kebaikan selamanya.
Ketetapan bahwa engkau bisa meraih kebaikan tidak lain merupakan bentuk pengaturan dan penciptaan-Nya, juga bentuk taufiq dari-Nya sebagaimana Ia memberi taufiq pada ciptaan-ciptaan-Nya. Sebagaimana pada asalnya mereka tidak memiliki wujud, maka juga mereka pada asalnya tidak memiliki kesempurnaan. Dan pada hakikatnya yang mereka miliki adalah ketiadaan, ketiadaan akan dzat dan ketiadaan akan kesempurnaan.
Oleh karena itulah engkau akan mengucapkan dengan sebenar-benarnya ucapan dzikir:
أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ بِذَنْبِي
‘Aku akui semua nikmat-nikmatMu kepadaku dan aku akui dosa-dosaku‘”
(Madaarijus Salikin, 1/320, cetakan ke-2, Darut Thaybah, 2008)
Dzikir tersebut adalah kutipan dari sayyidul istighfar, yang diriwayatkan Al Bukhari dan lainnya, yang lafadznya dalam Shahih Al Bukhari (6306) sebagai berikut:
عن شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ؛ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «سَيِّدُ الاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ! أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا أَنْتَ». قَالَ: «وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ؛ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ؛ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ»
“Dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: Sayyidul Istighfar adalah engkau mengucapkan:
/ALLAHUMMA ANTA RABBI LAA ILAAHA ILLA ANTA KHALAQTANI WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHA’TU A’UUDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHANA’TU. ABUU`U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABUU`U LAKA BIDZANBI FAGHFIRLI. FA INNAHU LAA YAGHFIRU ADZ-DZUNUUBA ILLA ANTA/
(Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada Rabb yang berhak diibadahi selain Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku terikat dalam perjanjian-Mu dan janji-Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku akui semua nikmat-nikmatMu kepadaku dan aku akui dosa-dosaku, maka ampunilah aku. Sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain-Mu).
Nabi bersabda: “barangsiapa mengucapkannya di waktu siang dengan penuh keyakinan lalu meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk dari penghuni surga. Dan barangsiapa membacanya di waktu malam dengan penuh keyakinan lalu meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk dari penghuni surga“.
***
Sumber: http://tamammennah.blogspot.com/2011/08/blog-post_19.html
Penulis: Sukainah bintu Muhammad Nashiruddin Al Albani
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.Or.Id