Islam mewajibkan seorang wanita untuk dijaga dan dipelihara dengan sesuatu yang tidak sama dengan kaum laki-laki. Wanita dikhususkan dengan perintah untuk berhijab (menutup diri dari laki-laki yang bukan mahram). Baik dengan mengenakan jilbab, maupun dengan betah tinggal di rumah dan tidak keluar rumah kecuali jika ada keperluan, berbeda dengan batasan hijab yang diwajibkan bagi laki-laki.
Allah ta‘ala telah menciptakan wanita tidak sama dengan laki-laki. Baik dalam postur tubuh, susunan anggota badan, maupun kondisi kejiwaannya. Dengan hikmah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal, kedua jenis ini telah memunculkan perbedaan dalam sebagian hukum-hukum syar‘i, tugas, serta kewajiban yang sesuai dengan penciptaan dan kodrat masing-masing sehingga terwujudlah kemaslahatan hamba, kemakmuran alam, dan keteraturan hidup.
Wanita telah digariskan menjadi lentera rumah tangga sekaligus pendidik generasi mendatang. Oleh karena itu, ia harus menjaga kesuciannya, memiliki rasa malu yang tinggi, mulia, dan bertaqwa. Telah dimaklumi bahwa seorang wanita yang berhijab sesuai dengan apa yang dimaksudkan Allah dan Rasul-Nya, maka tidak akan diganggu orang yang dalam hatinya terdapat keinginan untuk berbuat tidak senonoh, serta akan terhindar dari mata-mata khianat.
Pengertian Jilbab
Ada beberapa pendapat di kalangan ulama tentang definisi jilbab. Ibnu Rajab mengatakan jilbab itu mala-ah (kain yang menutupi seluruh tubuh dari kepala sampai kaki yang dipakai melapisi baju bagian dalamnya, seperti jas hujan). Pendapat ini juga dipilih oleh al-Baghawi dalam tafsirnya dan al-Albani. Ada juga yang berpendapat jilbab itu sama dengan khimar alias kerudung sebagaimana disebutkan oleh an-Nawawi, Ibnu Hajar, dll. As-Sindi mengatakan, “Jilbab adalah kain yang digunakan oleh seorang perempuan untuk menutupi kepala, dada, dan punggung ketika keluar rumah.”
Syarat Jilbab
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, seorang tokoh besar modern dalam bidang hadits, telah melakukan penelitian terhadap ayat-ayat al-Qur‘an dan sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta atsar-atsar para ulama terdahulu mengenai masalah yang penting ini. Beliau mengatakan bahwa seorang wanita hanya diperbolehkan keluar dari rumahnya (begitu pun apabila di dalam rumahnya terdapat laki-laki yang bukan mahramnya) dengan mengenakan jilbab, yaitu berbagai jenis pakaian yang telah memenuhi syarat-syarat berikut ini:
Syarat pertama: menutupi seluruh tubuh kecuali bagian yang dikecualikan
Syarat ini tercantum dalam firman Allah ta‘ala, surat An-Nuur, ayat 31
?????? ??????????????? ?????????? ???? ?????????????? ???????????? ???????????? ???? ????????? ???????????? ???? ??? ?????? ??????? ?????????????? ????????????? ????? ???????????? ???? ????????? ???????????? ???? ???????????????? ???? ??????????? ???? ?????? ?????????????? ???? ?????????????? ???? ????????? ?????????????? ???? ?????????????? ???? ????? ?????????????? ???? ????? ?????????????? ???? ???????????? ???? ??? ???????? ?????????????? ???? ????????????? ?????? ?????? ????????? ???? ?????????? ???? ????????? ????????? ???? ?????????? ????? ????????? ?????????? ???? ?????????? ??????????????? ?????????? ??? ????????? ???? ???????????? ????????? ????? ??????? ???????? ???????? ?????????????? ??????????? ???????????
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung (khimar) ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’” (Qs An Nuur: 31)
Begitu juga surat Al-Ahzaab, ayat 59,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Para ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi‘in memang berselisih pendapat mengenai tafsir “… dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya …” (Qs An-Nuur: 31). Ada yang berpendapat bahwa perhiasan yang boleh nampak adalah pakaian bagian luar yang dikenakan wanita karena tidak mungkin disembunyikan, sebagaimana perkataan al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Sedangkan Ibnu Jarir rahimahullah lebih memilih wajah dan kedua telapak tangan sebagai perhiasan yang boleh ditampakkan, karena keduanya bukan termasuk aurat. Al-Albani juga berpendapat bolehnya seorang wanita menampakkan wajah dan kedua telapak tangan, namun beliau mengingatkan bahwa pendapat tersebut dibangun dengan syarat pada bagian wajah dan telapak tangan tidak terdapat perhiasan. Apabila terdapat perhiasan pada dua bagian tubuh tersebut seperti cincin, make up, dan lain-lain maka keduanya harus ditutupi, berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala, “… dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya …” (Qs An-Nuur: 31).
Syarat kedua: bukan untuk berhias
Tujuan utama perintah memakai jilbab adalah untuk menutupi perhiasannya, sebagaimana dalil di atas. Oleh karena itu, jilbab yang dikenakan seorang wanita tidak boleh diperindah dengan perhiasan sehingga menarik perhatian dan pandangan kaum laki-laki. Fenomena memperindah pakaian yang dikenakan seorang muslimah ketika keluar rumah banyak terjadi di tengah masyarakat, contohnya adalah bordiran warna-warni, payet, pita sulam emas serta perak yang menyilaukan mata, dan lain sebagainya. Adapun warna pakaian selain putih dan hitam bukanlah termasuk kategori perhiasan, berdasarkan riwayat-riwayat yang menceritakan bahwa istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengenakan jubah berwarna merah.
Syarat ketiga dan keempat: bahannya tebal, tidak transparan, dan tidak menampakkan lekuk tubuh
Agar dapat tercapai tujuan tertutupnya aurat, maka jilbab yang dikenakan harus tebal dan tidak transparan yang dapat memperlihatkan warna kulit dan rambut. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Khimar adalah sesuatu yang dapat menyembunyikan kulit dan rambut.”
Selain tebal, pakaian tersebut juga tidak menggambarkan lekuk tubuh. Terkadang ada bahan pakaian yang tebal namun sangat halus sehingga melekat pada tubuh, atau bisa jadi karena ukurannya yang ketat sehingga nampak lekuk tubuh si pemakai. Usamah bin Zaid berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, ‘Mengapa engkau tidak mengenakan baju Qubthiyah yang telah kuberikan?’ ‘Aku memberikannya kepada istriku,’ jawabku. Maka beliau berpesan, ‘Perintahkanlah istrimu agar memakai pakaian bagian dalam sebelum mengenakan baju Qubthiyah itu. Aku khawatir baju itu akan menggambarkan lekuk tubuhnya.’” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi, hasan).
Syarat kelima: tidak ditaburi wewangian atau parfum
Kaum wanita dilarang menggunakan wewangian ketika keluar rumah berdasarkan banyak hadits. Salah satunya adalah hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Seorang wanita melintas di hadapan Abu Hurairah dan aroma wewangian yang dikenakan wanita tersebut tercium olehnya. Abu Hurairah pun bertanya, ‘Hai hamba wanita milik Al-Jabbar (Allah ta’ala)! Apakah kamu hendak ke masjid?’ ‘Benar,’ jawabnya. Abu Hurairah lantas bertanya lagi, ‘Apakah karena itu kamu memakai parfum?’ wanita tersebut menjawab, ‘Benar.’ Maka Abu Hurairah berkata, ‘Pulang dan mandilah kamu! Sungguh, aku pernah mendengar Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah tidak akan menerima shalat wanita yang keluar menuju masjid sementara bau wangi tercium darinya, hingga ia kembali ke rumahnya dan mandi.’” (HR. Al-Baihaqi, shahih)
Hadits ini menunjukkan haramnya seorang wanita keluar menuju masjid dengan memakai wewangian. Lalu bagaimana hukumnya jika wanita tersebut hendak menuju tempat perbelanjaan, perkantoran atau jalanan umum? Tentu tidak diragukan lagi keharaman dan dosanya lebih besar walaupun seandainya suaminya mengizinkan.
Syarat keenam: tidak menyerupai pakaian laki-laki
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian wanita, dan wanita yang memakai pakaian pria.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim, dan Ahmad, shahih)
Adz-Dzahabi rahimahullah menggolongkan perbuatan menyerupai lawan jenis (tasyabbuh) termasuk dosa besar, berdasarkan kandungan hadits-hadits shahih dan ancaman keras yang disebutkan di dalamnya. Tasyabbuh yang dilarang dalam Islam berdasarkan dalil-dalil meliputi masalah pakaian, sifat-sifat tertentu, tingkah laku, dan yang semisalnya, bukan dalam hal perkara-perkara kebaikan. Alasan ditimpakannya laknat bagi pelaku tasyabbuh menurut Syaikh Abu Muhammad bin Abu Jumrah adalah karena orang tersebut telah keluar dari tabi’at asli yang Allah ta’ala karuniakan bagi dirinya.
Syarat ketujuh: tidak menyerupai pakaian wanita kafir
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, hasan)
Meniru-niru penampilan lahiriah kaum musyrikin akan menghantarkan pada kesamaan akhlak dan perbuatan. Terdapat kaitan erat antara penampilan luar seseorang dengan keimanan yang ada dalam batin, keduanya akan saling mempengaruhi.
Syarat kedelapan: bukan merupakan pakaian yang mengundang sensasi di masyarakat (pakaian syuhrah)
Jilbab yang dipakai wanita muslimah tidak boleh mengundang sensasi atau nyeleneh, sehingga menjadi pusat perhatian orang, baik pakaian tersebut pakaian yang sangat mewah maupun murahan. Adapun penampilan yang sesuai dengan syari‘at namun berbeda dengan masyarakat pada umunya maka bukan termasuk dalam pakaian syuhrah.
“Barangsiapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka Allah akan memakaikan pakaian (kehinaan) yang serupa baginya pada hari kiamat, lalu Allah akan menyulutkan api pada pakaian itu.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, hasan)
Kedelapan syarat di atas harus terpenuhi seluruhnya untuk mencapai makna jilbab yang dimaksudkan dalam Islam. Hendaklah kaum mukminah bersegera melaksanakan apa yang Allah ta’ala perintahkan, salah satunya yaitu untuk mengenakan jilbab sebagai bentuk ketaatan kepada Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cukuplah para shahabiyah di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan bagi kita dalam melaksanakan perintah Allah ta’ala, sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Sungguh wanita-wanita Quraisy memiliki keutamaan. Namun demi Allah, aku belum pernah menjumpai kaum wanita yang lebih utama, membenarkan kitabullah, dan lebih kuat keimanannya terhadap apa yang diturunkan Allah daripada wanita Anshar. Ketika Allah menurunkan surat An-Nuur (ayat 31), ‘Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,’ para laki-laki Anshar pulang untuk membacakan ayat tersebut kapada istri, putri, saudarinya, serta para kerabatnya. Setelah mendengarnya, mereka pun langsung bangkit mengambil kain tirai rumahnya (lebar dan tebal), lalu menjadikannya kerudung; sebagai bentuk pembenaran dan keimanan terhadap hukum yang Allah ta’ala turunkan melalui kitab-Nya.”
Ya Allah, tutupilah aurat kami (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tentramkanlah kami dari rasa takut.
Wa shallallaahu ‘ala nabiyyina Muhammadin walhamdu lillaahi Rabbil ‘aalamin.
***
Artikel Buletin Zuhairah
Penulis: Ummu ‘Ubaidillah
Murajaah: Ustadz Adika Minaoki
Referensi:
- Kriteria Busana Muslimah [terj. Jilbaab Mar-ah Muslimah fil Kitaab was Sunnah], Muhammad Nashiruddin al-Albani, Pustaka Imam Syafi‘i.
- Menjaga Kehormatan Muslimah [terj. Hiraasah al-Fadhilah], Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid, Daar an-Naba’.
- Artikel “Jilbab atau Khimar”, Aris Munandar, www.ustadzaris.com
Assalamu’alaikum,,,
Alkhamdulillah lengkap sekali penjelasannya,,,yg ingin sy tanyakan,
1.apakah pakaian yg menyerupai laki2 itu t’masuk celana panjang (bukan bahan jeans/kulot).Suami sy mempunyai motor besar yg jika sy membonceng sy seringnya pakai celana panjang.
2.jk pakai rok (membonceng motor)didalamnya pakai pakai celana panjang (kulot),bolehkah demikian?
Syukron jawabanny.
Wassalamu’alaikum,,,
@ Ummu Rafah
??????????? ?????????? ?????????? ????? ?????????????
Ukhti yang kami hormati, perlu kami sampaikan hakekat pakaian adalah apa yang nampak dari luar. Jadi celana/kulot yang dipakai didalam tidaklah bisa dianggap pakaian yang menyerupai laki-laki. Insyaallah boleh-boleh saja memakai dalaman kulot bila menaiki motor malah kami rasa ini yang lebih aman agar aurat kita tetap tertutup dan terjaga.
Alhamdulillah…terima kasih sudah mengingatkan….
ass. semoga Alloh senantiasa memberikan rahmatNya, usth saya mohon izin copas untuk disebarkan sebagai bahan tarbiyah untuk anak anak, wass.
ini sangat bagus
bismillah,
afawan, bagaiamana dengan hukum memakai celana panjang bagi wanita didalam rumah?
bismillah,
afwan, bagaiamana dengan hukum memakai celana panjang bagi wanita didalam rumah?
@ Nurul
Wanita diperbolehkan memakai celana panjang didalam rumah demikian ini fatwayg disampaikan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah. Simak penjelasannya dilink berikut: http://ustadzaris.com/celana-panjang-bagi-muslimah-di-rumah
Aslmualikum,,wr.wb
subhanallah,,,insya allah pnjlsan yg ustadzh jabarkan bsa di terpkn ntuk mnjdi muslimah yg lbih baik,,amien,,
wa salam,,
Assalamu’alaykum warohmatullahi wabarokatuh
apkah mahram seorg wanita muslim yg hny terdpt pd QS.AN NUUR ; 31 sja,,,selain dr mreka yg dsbtkan bknlah mahram nya? co:keponakan suami,ipar suami,saudara2 suami.jazakallahu khoyron
Ponakan suami.. Ipar suami saudara2 suami bukanlah mahram
Pada syarat kedua disebutkan “Adapun warna pakaian selain putih dan hitam bukanlah termasuk kategori perhiasan”
yang ingin saya tanyakan
apakah maksudnya warna pakaian putih dan hitam termasuk perhiasan? jadi, kita tidak boleh menggunakan pakaian warna putih dan hitam?
Assalamualaikum izin share yah dan artikel nya sangat bermanfaat sekali ..
syukron :)
assalamualaikum. saya mau tanya, hukum menggunakan bros itu bagaimana ? apakah itu termasuk perhiasan yg menyilaukan mata? terimakasih.
wassalamualaikum : )
wa’alaikumussalam. Sejatinya bros itu adalah perhiasan. Karena dengannya jilbab menjadi lebih manis/menarik. wallahu a’lam.
assalamu’alaykum.. jazakallohu khoir ats smw info yg bermanfaat ini.. ana mw tanya apkh bordir atw atw motif2 di perbolehkan pd hijab syar’i.. ana jg mw tanya bagaimana cara ana share halaman ini ke facebook ana.. syukron..
Assalaamu’alaykum
‘afwan ana menjawab pertanyaan ukhti yuliani. Benar bahwa yg anti sebutkan keponakan suami yg laki-laki, ipar-iparnya yg laki-laki, saudara suami yg laki-laki adalah bukan mahrom anti. Jadi tidak boleh membuka aurat di depan mereka. Walloohu ta’aala a’lam
Shahih.. Barakallah fiik jami’an
indah memang jika wanita berhijab..aku menghargai wanita dari kerudungnya…..semakin syar’i kerudungnya maka makin …makin…makin..makin apa ya…makin..menghargai..dia..
Alhamdulillah..
Sudah banyak penjelasan dari para asatidz dan asatidzah kita mengenai bagaimana pakaian seorang muslimah yang syar’i.
Dan akses untuk hal tersebut sangatlah mudah dan siapa saja dapat mengaksesnya dengan izin Allah.
Mudah-mudahan bagi siapa saja yang telah mengetahui mengenai aturan syar’i dalam berpakaian, dapat menerapkannya pada diri sendiri dan dapat menyampaikannya kepada saudara muslim yang lain.
Alhamdulillah, syukron atas penjelasannya, semoga ana bisa lebih baik lagi dalam berhijab. :)
Assalammualaikum,maaf mau nanya saya berjilbab tapi belum jilbab yg syar’I padahal saya ingin sekali memakai nya.keadaan ekonomi sya ngga’ mampu membeli pakaian dan jilbab yg syar’I, berdosakah saya?
#Ulfah
Wa’alaikumussalam, semoga Allah maafkan dan semoga dimudahkan untuk bisa berbusana syar’i.
Hijab syar’i itu menutup dada. Tidak harus sampai ke perut atau pinggang. Hijab itu disesuaikan dgn urf nya (kebiasaan di tempatnya). Urf di Arab berbeda dgn di Indonesia. Pemakaian payet atau renda juga tidak bisa dianggap sebagai pakaian syuhrah. Pakaian syuhrah adalah pakaian yg aneh dan nyeleneh. Selama payet dianggap sbg perhiasan yg biasa tampak di suatu tempat, maka insya Allah tdk masalah. Ingat.. permudahlah, jgn dipersulit. Wallahua’lam bish-shawab.
Ukhti, menyesuaikan urf bukan berarti menyelisihi dalil-dalil yang ada. Dalil-dalil menunjukkan jilbab itu harus lebar dan bentuk tubuh tidak boleh nampak, baik itu dada, pinggang, pinggul, kaki, dan bagian tubuh lainnya.
Alhamdulillah penjelasan yang akhsan, sukron….
Assalamulaikum…saya mau tanya apa hukum nya wanita yg berhijab tapi belum sesuai dengan syari,,,dengan mengikuti jaman seperti sekarang di mana banyak wanita yang bekerja di luar rumah dan harus menyesuaikan pakaian mereka dengan keadaan sekitar ( spt,naik kendaraan umum yg tidak memungkinkan untk menggunakan jilbab yg sesuai syari ) dan saya sempat berhijab kurang lebih 3 bulan terakhir,namun saya melepas kembali jilbab saya karena saya merasa jilbab yang saya gunakan belum sesuai dengan syari,,dan saya merasa saya belum bisa menggunakan jilbab yg sesuai syari seperti penjabaran di atas,,saya juga takut di bilang munafik dan hanya mengukutin trend yg ada dengan berjilbab,,,mohon penjelasan nya karena hati saya saat ini di penuhi dengan keragu raguan,,,,terimakasih
@Hana, Wa’alaikumussalam, teruslah bersemangat meningkatkan kualitas diri untuk menjadi muslimah yang kaafah.
Assalamu’alaikum.Terima kasih atas ilmunya. Saya mohon ijin
copy paste ya. Syukron
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh. Silakan, semoga bermanfaat. ‘Afwan.
Assalamualaukum.
Sy mau bertanya, apa jilbab paris bsa msk kategori? Krna tiap hari sy memakai it, dan kalo memang tidak apa2 pakaian yg kt kenakan selain warna hitam dan putih, bolehkah jika pakaian yg di kenakan it memiliki bnayk motif? Trims sbny.
@nilla byun, ukhtiy teruslah bersemangat dalam menjalankan syariat hijab, dan teruslah upgrade hijabmu agar menjadi hijab yang syar’i
Assalamu’alaykum..
Jadi dibolehkan ya memakai hijab dengan warna” terang. Seperti biru, pink, hijau dsb??
Wa’alaikumussalam, warna apa pun pada asalnya boleh.
Namun dalam berdasarkan urf suatu daerah bahwa suatu warna itu dianggap ngejreng, nyentrik, maka terlarang.
Juga terlarang menggunakan pakaian yang warnanya membuat tertarik kaum lelaki yang melihatnya.
Assalamu’alaikum. Bagaimana jika seorang wanita menggunakan celana kulot tapi tidak untuk dalaman? (Untuk luarnya)
Wa’alaikumussalam, tidak diperbolehkan
Assalaamu’alaikum.
Bagaimana hukumnya jika memakai rok sebgai bawahan dan baju sedalam lutut sebgai atasan, apakah itu termasuk pakaian syar’i atau tidak? Jazaakillahu khyair
Wa’alaikumussalam, jika memenuhi kriteria-kriteria di atas maka syar’i. Tidak ada batasan masalah modelnya, berapa potong, rok atau gamis, ini semua bebas.
Bismillah,
Assalaamu’alaykum, apakah boleh hanya menggunakan jilbab lebar (panjang menutupi lutut) saja tanpa ada khimar (penutup kepala yg panjangnya menutupi dada) didalam jilbab tersebut? Baarokallohu fiik
Wa’alaikumussalam, boleh
Assalamualaikum,
sekarang kebetulan sedang ramai prihal cadar, sebetulnya hukum cadar bagaimana ya?
Wa’alaikumussalam, hukumnya sunnah
Bismillah sy mau tanya apakah memakai rok dan baju tapi tdk transparan dan tdk membentuk apakah itu tidak syar’i?
Kalau memenuhi kriteria hijab syar’i maka tidak mengapa.
Hijab syari itu apa harus yang panjang menutupi tangan seperti mukenah?
Telapak tangan dan punggung tangan bukan aurat, boleh saja terlihat. Namun lengan itu aurat, wajib tertutup kulitnya dan lekuk-lekuknya. Jadi jilbab sebaiknya menutupi lengan juga.
Assalamualaikum, afwan mimin saya izin meng-share yaa. Jazakinallah khoir