“Sumpah demi apa pun!”, “Sumpah demi semesta!”, “Sumpah demi kamu!” Kita bukan bicara tentang puisi remaja-remaja senja yang sedang ngetrend sekarang. Tapi, apakah boleh bersumpah seperti itu?
Menjadikan sesuatu sebagai saingan (tandingan) bagi Allah termasuk perbuatan syirik, dalam hal ini termasuk sumpah. Allah Ta’ala berfirman,
فلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدادًا
“Dan janganlah kalian jadikan tandingan untuk Allah.” (QS. Al-Baqarah: 22)
Di dalam Islam, sumpah bukan suatu hal yang bisa kita gunakan untuk main-main. Sumpah merupakan perkara serius. Sumpah adalah menekankan pentingnya sesuatu dengan menyebutkan hal yang dia agungkan secara khusus. Dan keagungan hanya boleh kita sematkan hanya kepada Allah Ta’ala. Adapun selain Allah, maka semua adalah makhluk, yang tidak boleh kita jadikan sebagai objek sumpah. Bersumpah hanya diperbolehkan dengan menggunakan nama Allah atau sifat-Nya. Adapun Allah Ta’ala, Ia boleh bersumpah dengan menyebut nama makhluk-Nya; sedangkan makhluk tidak boleh bersumpah selain dengan menyebutkan nama Allah, bagaimanapun keadaannya. Makhluk tidak boleh bersumpah dengan menyebutkan nama Nabi, malaikat, orang-orang saleh, tidak boleh pula menyebutkan nama Kakbah, wali-wali, atau apa pun itu, kecuali hanya Allah Ta’ala saja. (I’anatul Mustafid, 2: 161)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من حلف بغير الله فقد أشرك
“Barang siapa yang bersumpah kepada selain Allah, sungguh dia telah melakukan kesyirikan.” (HR. Abu Dawud)
من كان حالفا فليحلف بالله أو ليصمت
“Barang siapa yang hendak bersumpah, maka bersumpahlah dengan nama Allah, atau diamlah.” (HR. Bukhari dan Muslim) (Khudz Aqidatak, hal. 19)
Bersumpah dengan menyebutkan nama selain Allah termasuk kesyirikan, yaitu syirik kecil, dan disebut juga syirik lafadz (syirik ucapan), meskipun dia tidak memaksudkan (meniatkan) dengan hatinya. Karena bersumpah dengan selain Allah termasuk dalam perbuatan menjadikan makhluk sebagai tandingan bagi Allah Ta’ala. Syirik kecil dapat mengantarkan dan menjerumuskan seseorang kepada syirik besar. Sehingga larangan ini juga bertujuan untuk menjauhkan perbuatan syirik dari sisi manapun, baik dari sisi lafaz, niat, dan perbuatan. (I’anatul Mustafid, 2: 161)
Tauhid adalah ketaatan terbesar. Sedangkan maksiat (yang bukan syirik), sebesar apapun dosanya, maka ini lebih ringan daripada dosa syirik. Sampai-sampai Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,
لأن أحلف بالله كاذبا أحب إلي من أن أحلف بغيره صادقا
“Seandainya aku bersumpah kepada Allah namun isinya kedustaan, itu lebih aku sukai daripada aku bersumpah kepada selain Allah meskipun isinya benar.”
Karena sumpah kepada selain Allah termasuk kesyirikan; sedangkan bersumpah dengan nama Allah, jika isinya dusta, maka ia terhitung maksiat, yang dosanya lebih ringan dibanding dosa syirik. (Al-Qaulul Mufid, hal. 261)
Ketika menjelaskan maksud perkataan Ibnu Mas’ud di atas, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Karena bersumpah dengan menyebut nama Allah mengandung tauhid, meskipun ada kedustaan di dalamnya. Adapun bersumpah dengan selain Allah, meskipun isi sumpahnya jujur, maka mengandung kesyirikan. Kebaikan yang ada pada tauhid itu lebih agung daripada kebaikan yang ada pada kejujuran.” Keburukan syirik itu lebih parah daripada keburukan dusta. (I’anatul Mustafid, 2: 162)
Allahu a’lam.
Baca juga: Sumpah yang Diperbolehkan dan Sumpah yang Dilarang
***
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
- Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdillah. 1423 H. I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid. Muassasah Ar-Risalah. Al-Maktabah Asy-Syamilah.
- Al-’Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 1438 H. Al-Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid. Darul Ibn Jauzi. Riyadh.
- Zainu, Muhammad bin Jamil. Khudz Aqidatak min Al-Kitabi wa As-Sunah Ash-Shahihah.



