(Menggambarkan cinta ayah yang diwujudkan dalam ibadah untuk perlindungan sang anak)
Dalam kehidupan ini, kita dapat melihat bukti cinta seorang ayah sering kali tak tampak dalam kata-kata manis atau pelukan hangat seperti seorang ibu. Cinta itu lebih sering tersembunyi dalam diamnya usaha, kerasnya kerja, tegarnya sikap, bahkan setiap panas atau hujan, ayah tetap lewati agar tetap melindungi anak-anaknya, terutama melindungi anak-anak perempuannya. Namun, bagi orang-orang pilihan Allah, cinta seorang ayah bisa juga diwujudkan dalam bentuk yang paling mulia dalam ibadah, doa, dan permohonan tulus di tengah malam yang sunyi.
Salah satu kisah yang indah tentang cinta ayah adalah kisah Sa’id bin Musayyib, seorang tabi’in yang dikenal sebagai ahli ilmu dan wara’. Di balik keteguhan ilmunya, ia adalah seorang ayah yang penuh kasih, yang rela menambah ibadah sunahnya demi memohon perlindungan Allah untuk anaknya.
Ibadah ayah untuk kesalehan sang buah hati
Sa’id bin Al-Musayyib pernah berkata pada anaknya,
لَأَزِيْدَنَّ فِي صَلاَتِي مِنْ أَجْلِكَ
“Wahai anakku, sungguh aku terus menambah salatku ini karenamu (agar kamu menjadi saleh, pen.).” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467)
Tujuan Sa’id bin Musayyib menambah salatnya adalah sebagai bentuk ikhtiar seorang ayah dalam memperbaiki dan memperbanyak ibadah, khususnya salat sunah, demi memohon kebaikan dan keberkahan bagi anaknya. Ia berharap bahwa ibadah yang dilakukannya dapat menjadi wasilah agar Allah menjaga anaknya dari segala keburukan dan dosa.
Salah satu bukti bahwa kesalehan orang tua membawa dampak bagi anak-anaknya dapat kita temukan dalam kisah dua anak yatim yang dijaga oleh Allah berkat kesalehan sang ayah. Kisah ini dapat dilihat dalam surah Al-Kahfi,
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh.” (QS. Al-Kahfi: 82)
‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz pernah mengatakan,
مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ إِلاَّ حَفِظَهُ اللهُ فِي عَقِبِهِ وَعَقِبِ عَقِبِهِ
“Setiap mukmin yang meninggal dunia (di mana ia terus memperhatikan kewajiban kepada Allah, pen.), maka Allah akan senantiasa menjaga anak dan keturunannya setelah itu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467)
Cinta yang berwujud ibadah
Kisah ini tak hanya menyentuh hati, tetapi juga membuka mata kita akan tingginya derajat seorang ayah yang mencintai anaknya dengan cara yang diridai oleh Allah. Salat sunah yang ia lakukan bukan sekadar ibadah pribadi, melainkan wujud doa tanpa ucapan permohonan yang terbalut dalam amal saleh.
Di zaman sekarang, banyak orang tua rela berkorban apa saja demi anak: bekerja keras tanpa henti, memenuhi segala kebutuhan materi. Namun, Sa’id bin Musayyib mengajarkan bahwa penjagaan sejati berasal dari Allah, bukan semata dari usaha lahiriah. Dan untuk mengetuk pintu langit, dibutuhkan amal yang tulus dan doa yang sungguh-sungguh.
Nasihat untuk ayah di masa kini
Dalam zaman yang serba canggih dan modern, banyak ayah terjebak dalam kesibukan dunia dan lupa bahwa perlindungan sejati untuk anak-anaknya ada dalam kedekatan mereka dengan Allah. Kisah Sa’id bin Musayyib adalah seruan halus agar para ayah kembali menjadi pelindung bagi keluarganya. Menambah salat sunah, memanjatkan doa dalam tahajud, menyebut nama anak dalam sujud, semua itu adalah warisan tak ternilai yang akan lebih kokoh dari rumah mewah, lebih abadi dari warisan harta.
Cinta sejati tidak selalu terlihat, tapi terasa dalam diam yang penuh makna. Sa’id bin Musayyib telah mengajarkan kita, bahwa cinta seorang ayah yang sejati bukan hanya soal hadir di sisi anaknya saat sakit, tapi hadir di hadapan Allah memohon penjagaan dari Dzat yang Maha Melindungi.
Baca juga: Hak Anak yang Harus Ditunaikan
***
Penulis: Rizka Fajri Indra
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
Tuasikal, Muhammad Abduh. 2017. Bagaimana Mendidik Anak Agar Shalih.