Sebagian orang bekerja, banting tulang siang-malam tanpa henti. Mereka mengira kekayaannya akan bertambah hanya dengan bekerja. Namun, apa yang terjadi? Mereka hanya merasakan lelah dan tidak menikmati hasil jerih payahnya dengan tenang, karena yang kurang bukanlah kerja keras, melainkan keberkahan usaha.
Ada juga, sebagian penuntut ilmu belajar tanpa henti, setiap kata dihafal, setiap halaman dibaca berulang kali, namun pada akhirnya ilmunya hanya sebatas hafalan tanpa pemahaman. Dia salah dalam niatnya, bersungguh-sungguh dalam belajar hanya untuk mendapatkan nilai cumlaude yang dielu-elukan atau agar disebut sebagai seorang yang alim dan memiliki banyak ilmu.
Padahal Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Saudariku!
Pernahkah engkau lihat, orang-orang yang memiliki rumah megah layaknya istana, di dalamnya terdapat segala macam kenikmatan dunia: makanan lezat, mobil-mobil mewah, para pembantu yang melayani penghuninya, baju-baju dan tas-tas branded yang memenuhi lemari besarnya, perhiasan-perhiasan impor yang tak ternilai harganya. Dengan semua kenikmatan ini, pasti kita berpikir betapa bahagianya para penghuni rumah itu. Tapi herannya, semua penghuni rumah itu tidak merasakan kebahagiaan! Bagaimana akan diraih kebahagiaan kalau setiap harinya selalu ada percekcokan?! Tidak ada keharmonisan dan canda gurau di rumah itu, semua penghuninya sibuk dengan kepentingan masing-masing. Padahal mungkin saja kita dapati canda gurau di gubuk kecil sederhana, tapi penghuninya bersyukur dan rida atas semua ketetapan Allah.
Saudariku!
Jika engkau mengira kebahagiaan dari banyaknya digit yang kau dapat detiap bulannya, atau dari gelar profesor di belakang namamu, maka engkau salah. Kebahagiaan yang sesungguhnya datang ketika Allah memberkahi hartamu. Kebahagiaan itu ketika engkau memiliki ilmu dan Allah memberikan keberkahan di ilmu itu sehingga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat. Kebahagiaan adalah ketika Allah memberikan keberkahan di waktumu sehingga engkau bisa memanfaatkan waktu itu dalam kebaikan dan ketaatan. Kebahagiaan adalah ketika Allah meletakkan keberkahannya di dalam rumah dan keluargamu sehingga keharmonisan dan ketenangan kau dapati di rumahmu. Tak peduli sekecil apa rumahmu, jika Allah meletakkan keberkahan, maka engkau akan merasakan ketenangan.
Dikisahkan bahwasanya ada seorang lelaki yang hidup sederhana. Dia dan keluarganya hidup di rumah yang sederhana dan makan seadanya. Seiring berjalannya waktu, lelaki miskin itu menjadi orang kaya dan memiliki banyak harta. Namun, dia merasakan bahwa harta yang ia miliki itu kurang dan tidak cukup untuknya dan keluarganya. Dan ketika sadar, lelaki itu berkata, “Dulu makanan sedikit cukup untukku dan keluargaku, tetapi sekarang setelah semua kemewahan ini aku tidak pernah merasa cukup. Sesungguhnya bukan banyak sedikit hartanya, tetapi keberkahannya. Ketika makananku sedikit, Allah menjadikannya cukup dam memberkahi di makanan itu. Tapi sekarang ketika makanan ini banyak dan berlipat ganda, Allah mencabut barakahnya sehingga makanan ini tidak cukup untukku dan keluargaku.”
Lihatlah bagaimana keberkahan dari Allah dapat memberi dan menghilangkan nikmat. Jika kebahagian hanya diukur dari harta, maka Qarun adalah orang yang paling bahagia di muka bumi. Dan jika kebahagiaan hanya diukur dari ilmu, maka Abu Jahal adalah orang yang paling bahagia di muka bumi! Tapi tidak, lihatlah ketika Allah tidak memberikan keberkahan di harta Qarun, Allah menenggelamkannya ke tanah bersama harta-hartanya itu. Hartanya itu tidak bisa menjadi penolongnya. Allah Ta`ala berfirman,
فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنتَصِرِينَ
“Maka Kami benamkan dia (Qarun) beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya selain Allah, dan tidaklah ia termasuk orang-orang yang dapat membela diri.” (QS. Al-Qashash: 81)
Dan Abu Jahal, lihatlah! Dia dijuluki Al-Hakam atau orang yang bijak sebelum Islam, ini karena ilmu dan kebijaksanaannya. Tapi setelah Islam datang, dia menjadi salah satu orang yang paling keras melawan dakwah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan akhirnya dia mendapat julukan Abu Jahal. Lihatlah ketika Allah tidak memberkahi ilmu seseorang, maka seberapa pintar dan berilmunya orang itu hanya akan menjadi sia-sia dan bahkan merendahkan orang itu.
Lantas, apa yang harus kita lakukan?
Allah berfirman,
لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Bagi siapa di antara kalian yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kalian tidak dapat menghendaki (jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwir: 28-29)
Yang harus kita lakukan adalah selalu berdoa agar Allah memberikan barokah dalam setiap langkah dan urusan kita, serta selalu meminta taufik dari Allah untuk melakukan kebaikkan. Taufik adalah pertolongan dari Allah agar kita dapat melakukan amal kebaikkan. Dan ketika kita mampu melakukan amal saleh, maka harus selalu disertai dengan doa agar Allah menerima amal kebaikan itu. Sesungguhnya, tidak ada seorang hamba pun yang bisa melakukan kebaikan karena dirinya sendiri. Kebaikan apapun yang berhasil kita lakukan hakikatnya adalah pertolongan dari Allah. Lantas atas landasan apa lagi kita bisa sombong?
Baca juga: Bukan Sekadar Kenyang! Inilah Adab Makan Pembuka Pintu Keberkahan
***
Penulis: Norma Melani Khaira
Artikel Muslimah.or.id