Alhamduillahi rabbil ‘alamin, wash-salatu was-salamu ‘ala nabiyyina Muhammadin alladzi ballagha al-balagh al-mubin, wa ‘ala alihi wa ashhabihi wat-tabi’ina lahum bi ihsanin ila yaumi ad-di. Amma ba’du.
Sesungguhnya banyak orang yang tidak mengetahui hukum-hukum sujud sahwi dalam salat. Ada di antara mereka yang meninggalkan sujud sahwi pada waktu yang sebetulnya wajib, dan ada juga yang melakukan sujud sahwi bukan pada tempatnya (melakukannya saat tidak diwajibkan untuknya). Dan adapula yang menjadikan sujud sahwi sebelum salam, sekalipun tempatnya (waktunya) adalah setelah salat (setelah salam).
Oleh karena itu, mengetahui hukum-hukumnya termasuk perkara yang amat penting. Terlebih lagi bagi imam yang diikuti oleh orang-orang (makmum) dan mengemban tanggung jawab untuk mengikuti syariat dalam salatnya.
Dalam hal ini, saya (Syekh Ibnu ‘Utsaimin, pent.) akan memberikan penjelasan beberapa hukum pada perkara ini kepada saudara-saudara saya, dan saya berharap kepada Allah Ta’ala agar hal ini bisa bermanfaat bagi para hamba-Nya, yaitu orang-orang mukmin. Saya mengatakan: saya memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala, serta memohon petunjuk dari-Nya berupa taufik dalam kebenaran.
Pengertian sujud sahwi
عبارة عن سجدتين يسجدهما المصلي لجبر الخلل الحاصل في صلاته من أجل السهو
“Ialah istilah untuk dua sujud yang dilakukan oleh orang yang salat untuk memperbaiki kekurangan (kecacatan) yang terjadi dalam salatnya karena ketidak sengajaan.”
Sebab-sebab sujud sahwi
Ada tiga sebab sujud sahwi, yaitu ziyadah (pertambahan), naqsh (pengurangan), dan syak (keragu-raguan).
Ziyadah atau penambahan
Ziyadah adalah sesuatu yang ditambahkan oleh mushalli (orang yang salat) pada salatnya, baik itu dalam posisi berdiri, duduk, rukuk, atau sujud; dan jika dilakukan secara sengaja, maka batal salatnya. Akan tetapi, jika ia melakukannya karena lupa, dan ia tidak mengingat tambahan tersebut sampai ia selesai dari salatnya, maka ia harus melakukan sujud sahwi, dan salatnya tetap sah. Adapun jika ia mengingat penambahan tersebut ketika masih salat, maka ia harus menyesuaikannya (memperbaikinya) dan wajib melakukan sujud sahwi, serta salatnya tetap sah.
Contoh ziyadah pada rakaat salat
Ada seseorang melaksanakan salat Zuhur (contohnya) lima rakaat, dan ia tidak mengingat penambahan tersebut kecuali saat ia melakukan tasyahud akhir. Maka ia tetap menyelesaikan tasyahud-nya, lalu salam. Kemudian sujud sahwi, lalu salam lagi. Namun apabila ia tidak mengingat penambahan tersebut kecuali setelah salam, maka ia sujud sahwi dan salam setelah salat Zuhur tersebut.
Apabila ia mengingat penambahan tersebut saat masih pada rakaat ke-5, maka ia duduk saat itu juga, kemudian tasyahud dan salam, lalu sujud sahwi dan salam lagi.
Dalilnya ialah hadis dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat Zuhur lima rakaat, kemudian dikatakan kepadanya,
أزيد في الصلاة؟ فقال: “وما ذاك؟ ” قالوا: صليت خمساً، فسجد سجدتين بعدما سلَّم. وفي رواية: فثنى رجليه واستقبل القبلة فسجد سجدتين ثم سلَّم
“Apakah ia (rakaat) telah ditambahkan dalam salat?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apa yang ditambahkan?’ Mereka mengatakan, ‘Engkau telah salat lima rakaat.’ Setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sujud sebanyak dua kali, lalu salam. Dan dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melipat kedua kakinya dan menghadap kiblat, kemudian sujud sebanyak dua kali, lalu salam.” (Diriwayatkan oleh al-Jama’ah)
Mengucapkan salam sebelum lengkap rakaat salatnya
Salam sebelum lengkap atau belum selesai rakaat salatnya, termasuk bagian dari penambahan di dalam salat (catatan: maksud dari ziyadah atau penambahan di sini adalah ia menambahkan salam ketika ia salat, pent.).
Jika orang yang salat sudah mengucapkan salam sebelum lengkap salatnya secara sengaja, maka salatnya batal. Adapun jika ia lupa dan tidak mengingatnya kecuali setelah jangka waktu yang lama, maka ia mengulang salatnya dari awal. Dan jika ia ingat setelah beberapa waktu yang singkat, seperti dua menit atau tiga menit setelah salat, maka ia melengkapi salatnya dan salam, kemudian sujud sahwi, lalu salam lagi.
Dalilnya adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
أن النبي صلى الله عليه وسلّم صلَّى بهم الظهر أو العصر فسلَّم من ركعتين، فخرج السرعان من أبواب المسجد يقولون: قصرت الصلاة، وقام النبي صلى الله عليه وسلّم إلى خشبة في المسجد فاتكأ عليها كأنه غضبان، فقام رجل فقال: يا رسول الله، أنسيتَ أم قصرت الصلاة؟ فقال النبي صلى الله عليه وسلّم: لم أنس ولم تقصر فقال الرجل: بلى قد نسيت، فقال النبي صلى الله عليه وسلّم للصحابة: أحق ما يقول؟ قالوا: نعم، فتقدم النبي صلى الله عليه وسلّم فصلَّى ما بقي من صلاته ثم سلَّم، ثم سجد سجدتين ثم سلَّم
“Bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat Zuhur atau Asar bersama kaum muslimin, kemudian mengucapkan salam saat dua rakaat. Lalu beliau keluar dengan tergesa-gesa dari pintu masjid, dan kaum muslimin berkata, ‘Engkau telah memangkas (meng-qashar) salat.’ Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdiri ke papan kayu di dalam masjid dan bersandar padanya seperti marah.
Kemudian seorang lelaki berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah engkau lupa, atau meng-qashar salat?’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, ‘Aku tidak lupa dan aku tidak meng-qashar nya.’ Lalu lelaki tadi berkata, ‘Tentu engkau lupa.’
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para sahabat, ‘Apakah benar apa yang ia katakan?’ Para sahabat menjawab, ‘Betul.’ Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mendahului dan mendirikan salat dengan jumlah yang tersisa dari salatnya, kemudian salam. Setelah itu beliau sujud sebanyak dua kali, lalu mengucapkan salam.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Seorang imam telah mengucapkan salam sebelum salatnya lengkap, dan makmum yang tertinggal sebagian salat bangkit untuk meng-qadha atau mengganti bagian yang mereka lewatkan. Kemudian jika imam mengingat bahwa ada yang kurang dalam salatnya, maka ia menyempurnakannya. Dan bagi makmum yang telah berdiri untuk mengganti bagian salat yang tertinggal diberi pilihan: boleh memilih untuk melanjutkan qadha’ dan sujud sahwi, atau kembali mengikuti imam dan menyelesaikan salat bersamanya. Setelah imam salam, lalu mereka meng-qadha bagian yang tertinggal dan sujud sahwi setelah salam, hal ini lebih baik dan lebih berhati-hati.
[Bersambung]
Baca juga: Mengapa Kita Sulit Merasakan Nikmatnya Ibadah?
***
Penerjemah: Evi Noor Azizah
Artikel Muslimahor.id
Catatan Kaki:
Diterjemahkan dari Kitabu Risalatin fi Sujudi as-Sahwi, karya Syekh Shalih al-Utsaimin, hal. 141-144.