Segala puji bagi Allah yang telah mempertemukan kita kembali dengan bulan yang agung nan mulia, yang termasuk di antara bulan-bulan haram, bahkan merupakan penghulu dari tiga bulan haram yang berturut-turut, yaitu bulan Zulkaidah.
Asal kata Dzulqa’dah yaitu Al-Qa’dah dengan di-fahath-kan huruf Qaf-nya atau boleh juga di-kasrah-kan; dinamakan demikian karena pada bulan tersebut orang-orang Arab zaman jahiliyah qu’ud (duduk atau tidak melakukan) peperangan atau bepergian. Bentuk jama’-nya adalah Dzawatul Qa’dah. (Tafsir Ibnu Katsir, 4: 202)
Adapun keutamaan bulan Zulkaidah, yang pertama sebagaimana yang telah disebutkan, bahwa bulan ini termasuk di antara bulan haram yang empat. Ali bin Abu Thalhah berkata bahwa Ibnu ‘Abbas berkata, “Allah mengistimewakan empat bulan itu (Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab) sebagai bulan haram. Allah meninggikan kehormatannya, menjadikan dosa yang dilakukan pada keempat bulan itu lebih besar daripada bulan lainnya. Begitu pula amal saleh di keempat bulan tersebut lebih besar daripada amal saleh di bulan lainnya.” (Lathaiful Ma’arif, hal. 218)
Kedua, bulan Zulkaidah termasuk bulan haji yang disebutkan di dalam Al-Qur’an,
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰت
“Haji adalah pada bulan-bulan yang telah diketahui.” (QS. Al-Baqarah: 197)
Ketiga, bulan Zulkaidah adalah bulan di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan seluruh ibadah umrah beliau semasa hidupnya, selain umrah yang beliau gabungkan dengan ibadah haji. Dan sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berihram untuk umrah ini pun pada bulan Zulkaidah, akan tetapi penunaiannya di bulan Zulhijah bersamaan dengan ibadah haji.
Ibadah umrah dilaksanakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semasa hidup beliau sebanyak empat kali. Pertama, umrah di tahun Hudaibiyah, yang terhalang untuk diselesaikan hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin yang menyertai beliau saat itu langsung bertahalul dan pulang kembali ke Madinah. Kedua, umrah yang dilaksanakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun berikutnya, yang dinamakan umrah qadha (umrah pengganti), sebagai pengganti atas umrah yang terhalang pada tahun Hudaibiyah. Kemudian yang ketiga, umrah Ji’ranah yang dilaksanakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat penaklukan kota Mekah. Adapun umrah terakhir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah umrah yang beliau laksanakan ketika haji wada’.
Lantas timbul pertanyaan, apakah ibadah umrah lebih baik dan lebih besar pahalanya jika dilakukan di bulan Zulkaidah, mengikuti apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Manakah yang lebih utama, umrah di bulan Zulkaidah atau di bulan Ramadan?
Disebutkan dari sekelompok salaf, di antaranya Ibnu ‘Umar, ‘Aisyah, dan Atha’ bahwa umrah di bulan Zulkaidah lebih utama dari umrah di bulan Ramadan. Hal ini disebabkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan umrah di bulan Zulkaidah dan bulan-bulan haji. (Latha’iful Ma’arif, hal. 487)
Akan tetapi, pendapat yang lebih kuat bahwa umrah di bulan Ramadan adalah yang lebih utama dibandingkan umrah di bulan Zulkaidah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عمرة في رمضان تعدل حجة
“Umrah di bulan Ramadan sama pahalanya dengan haji.” Atau dalam riwayat yang lain,
تقضي حجة معي
“Sama dengan ibadah haji bersamaku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan yang keempat, di antara keutamaan bulan Zulkaidah merupakan tiga puluh hari yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi Musa ‘alaihis salam. Sebagaimana firman Allah Tabaraka wa Ta’ala,
وَوَٰعَدْنَا مُوسَىٰ ثَلَٰثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَٰهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَٰتُ رَبِّهِۦٓ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ۚ
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam.” (QS. Al-A’raf: 142)
Adapun firman Allah, وَأَتْمَمْنَٰهَا بِعَشْرٍ [Dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi)] maksudnya adalah sepuluh hari pertama dari bulan Zulhijah.
Kita memohon kepada Allah agar memudahkan kita untuk beramal dengan sebaik-baiknya pada bulan haram yang mulia ini. Semoga Allah menutupi aib-aib kita dan memaafkan semua kesalahan, kelalaian, dan dosa-dosa yang telah kita lakukan. Dan semoga Allah menerima semua amal ibadah serta ketaatan yang kita kerjakan. Hanya kepada Allah kita memohon taufik.
Baca juga: Wahai Muslim! Kenalilah Bulan-Bulan Haram
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Al-Hanbali, Al-Hafidz Ibnu Rajab. 1420. Latha’iful Ma’arif (Terjemahan: Sidiq, Yusuf). Sukoharjo: Penerbit Al-Qowam.
Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. 2012. Ritual Sunnah Setahun. Bogor: Media Tarbiyah.