Ketika berbicara mengenai peran seorang wanita dalam membangun umat, maka sosok yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam pembahasan ini adalah ibunda pertama kaum muslimin, yaitu Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha. Istri pertama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkenal akan kedermawanan, kecerdasan, ketinggian nasab, kehormatan, dan kemuliaannya. Beliau radhiyallahu ‘anha adalah teladan bagi setiap muslimah untuk menjadi tonggak peradaban, madrasah pertama bagi anak-anak, dan penyejuk hati bagi suami.
Teladan ibunda Khadijah sebagai seorang istri
Sebagaimana membangun sebuah bangunan dimulai dari pondasi, begitu juga dalam membangun umat, pembangunan dimulai dari lingkup terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga yang merupakan akar penting dalam peradaban.
Wanita memiliki peranan yang penting; dimana ia berperan sebagai seorang istri dan ibu, yang merupakan sandaran, sumber rasa aman, dan ketenteraman dalam keluarga. Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
Ibunda Khadijah adalah contoh konkret akan sosok istri yang difirmankan oleh Allah Ta’ala pada ayat di atas. Hal ini dapat kita lihat melalui sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika permulaan diturunkannya wahyu.
Ibunda Khadijah radhiyallahu ‘anha dengan sigap menyelimuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika Rasulullah berkata, “Selimuti aku, selimuti aku.” Hal ini disebabkan oleh perasaan takut yang dirasakan Nabi setelah bertemu Jibril untuk pertama kalinya. Khadijah segera menyelimuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa banyak bertanya kepadanya ataupun meminta penjelasan secara rinci.
Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa tenang, Nabi memberitahukan masalahnya kepada Khadijah dan berkata, “Aku takut pada diriku.”
Dan kita lihat betapa cerdasnya jawaban ibunda Khadijah, beliau meringankan apa yang dipikul Nabi dan menambahkan ketenteraman pada hatinya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunda Khadijah berkata, “Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, karena kamu adalah orang yang suka menyambung hubungan silaturahim, membantu orang lain, memberi orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan membantu orang-orang yang tertimpa musibah.”
Ibunda Khadijah pun membawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menemui Waraqah bin Naufal agar mendapatkan penjelasan akan peristiwa yang dialaminya dan menjadi teranglah permasalahan yang Nabi hadapi.
Di sini terlihat peranan ibunda Khadijah yang juga terlibat dalam memikul beban yang dirasakan suaminya dan usaha beliau radhiyallahu ‘anha untuk membantu, bersama-sama dalam mencari jalan keluar.
Baca juga: Kisah Salim Maula Abu Hudzaifah
Teladan ibunda Khadijah sebagai ibu
Anak-anak adalah calon pemimpin di masa depan, penerus generasi dan penerima estafet dakwah kepada Allah pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, memberikan mereka pelajaran dan pendidikan yang berkualitas sangatlah penting. Hal tersebut dimulai dari peranan seorang ibu. Seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Di antara keistimewaan ibunda Khadijah radhiyallahu ‘anha adalah hampir-hampir anak keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semuanya berasal dari rahim beliau. Dan kita melihat bagaimana hasil dari tarbiyah (pendidikan dan pengasuhan) Khadijah kepada anak-anaknya, yang berjuang mempertahankan keimanan mereka hingga melaksanakan hijrah dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Di antara anak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ibunda Khadijah adalah seorang putri tercinta, Fathimah radiyallahu ‘anha. Sosok yang melahirkan al-Hasan dan al-Husain, yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang keduanya,
الحَسَن والحُسَيْن سَيِّدا شَباب أهْل الجنة
“Al-Hasan dan al-Husain adalah pimpinan para pemuda penduduk surga.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)
Ibunda al-Hasan dan al-Husain adalah hasil didikan dari ibunda Khadijah radhiyallahu ‘anha yang juga merupakan sosok wanita panutan lagi mulia. Ketika masih belia, Fathimah lah yang membersihkan kotoran unta dari punggung Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang merupakan perbuatan kaum kafir Quraisy pada awal-awal kenabian Rasulullah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai keutamaan Khadijah dan putrinya Fathimah,
سَيِّدَةُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ بَعْدَ مَرْيَمَ: فَاطِمَةُ، وَخدِيْجَةُ، وَامْرَأَةُ فِرْعَوْنَ آسية
“Pemimpin wanita penghuni surga setelah Maryam adalah Fathimah, Khadijah, dan istri Fir’aun, Asiyah.” (Ringkasan Siyar A’lam an-Nubala’)
Teladan ibunda Khadijah dalam dakwah kepada Allah
Ibunda Khadijah merupakan manusia pertama yang beriman kepada risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau radhiyallahu ‘anha senantiasa membersamai dan membela Rasulullah dengan harta dan jiwanya hingga ajal menjemput.
Karena jasa yang besar inilah, Rasulullah senantiasa mengingat beliau radhiyallahu ‘anha hingga sepeninggalnya. Rasulullah senantiasa berbuat baik kepada karib kerabat serta teman-teman ibunda Khadijah dan senantiasa mengirimkan makanan kepada mereka. Sampai-sampai ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dibuat cemburu karenanya.
Ibunda ‘Aisyah berkata, “Aku tidak pernah cemburu terhadap istri-istri Nabi, kecuali dengan Khadijah. Walaupun aku belum pernah bertemu dengannya. Jikalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memotong kambing, beliau selalu berkata, ‘Berikan sebagian kepada teman-teman Khadijah’. Suatu hari aku membuat beliau marah karena aku berkata, ‘Khadijah?’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku telah dikaruniai kecintaan kepadanya.’” (HR. Muslim no. 2435)
Diriwayatkan dari ‘Abdullah al-Bahi, dia berkata, ‘Aisyah berkata, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita tentang Khadijah, beliau tidak pernah bosan memujinya dan memintakan ampunan untuknya. Pada suatu hari, beliau bercerita tentang Khadijah hingga aku dibuatnya cemburu, aku berkata, ‘Allah telah memberikan pengganti orang tua itu dengan yang lebih muda.’ Seketika itu beliau terlihat marah besar, hingga menusuk hatiku, sampai-sampai aku berkata dalam hatiku, ‘Ya Allah, seandainya Engkau dapat mengenyahkan kemarahan Rasulullah terhadapku, maka aku tidak akan membuat diri beliau tersinggung lagi.’ Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui perkataanku, beliau bersabda, ‘Apa katamu? Dia selalu percaya kepadaku ketika semua orang tidak mempercayai diriku, dia menerimaku ketika semua orang menolakku, dan dia memberiku anak keturunan sedangkan kalian tidak.’ Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi dan menghindari diriku selama satu bulan.” (Ringkasan Siyar A’lam an-Nubala’)
Demikianlah, sekelumit kisah akan keteladanan dari pribadi ibunda Khadijah radhiyallahu ‘anha. Seorang wanita yang turut menjadi sebab kesuksesan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kejayaan yang diraih umat Islam. Seorang wanita yang mendapatkan salam dari Allah Ta’ala dan Jibril ‘alaihissalam, serta berita gembira akan istana di surga yang terbuat dari mutiara, emas, dan perak serta dihiasi dengan permadani yang luas, yang di dalamnya tidak terdapat kegaduhan dan kelelahan.
Semoga Allah memudahkan kita untuk meniti jejak beliau radhiyallahu ‘anha dan mengumpulkan kita bersama beliau di surga-Nya yang mulia.
Baca juga: Mengenal Pribadi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Bin Utsman Adz-Dzahabi, Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad. 2008. Ringkasan Siyar A’lam An-Nubala’. Jakarta: Pustaka Azzam
Zaid, Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim. 2019. Fikih Sirah Nabawiyah. Jakarta: Darus Sunnah