Para salafus shalih tak hanya menempa iman dan beramal shalih untuk dirinya. Namun mereka juga sangat konsekuen dan bersemangat membina anak-anaknya untuk selalu dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Kisah di bawah ini adalah sebagian kecil dari potret tarbiyah mereka yang mampu mencetak generasi Rabbani yang selalu berpegang teguh pada Al Qur’an dan as-sunnah shahihah. Kisah menakjubkan keberaniannya membela syariat, ketundukannya pada petunjuk Allah Ta’ala, dan ketekunannya dalam menuntut ilmu telah menjadikan mereka pribadi tangguh yang sulit dicari tandingannya dan di zaman ini. Di balik sosok anak yang hebat ada figur orang tua yang memiliki keimanan dahsyat dalam melahirkan putra-putri cerdas dan senantiasa takut hanya kepada Allah Ta’ala.
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah menukil kisah tentang Imam Ashim bin Ali Al Wasithi. Pada masa Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah ditangkap dan disiksa oleh penguasa karena beliau mempertahankan aqidah Ahlussunnah, terdapat Ashim bin Ali Al Wasithi rahimahullah berkata di hadapan para ahlu ulama ahlussunnah lainnya, “Adakah seorang yang mau berdiri bersama aku untuk bersama-sama kita datangi orang itu (khalifah Al Makmun) dan menasehatinya (agar meninggalkan perbuatan buruk tersebut)”.
Saat itu, tidak ada seorang pun yang menyambut ajakannya. Lalu Ibrahim bin Abi Laits rahimahullah berkata, “Wahai Abul Hasan (Ashim bin Ali) aku pulang dulu menemui anak-anakku untuk memberi wasiat kepada mereka (sebelum pergi bersamamu)”. Kemudian Ibrahim bin Abi Ali datang dan berkata (kepada kami), “Aku pulang menemui anak-anakku dan mereka menangis (karena takut aku akan disiksa atau dibunuh)”.
Pada waktu itu datang sepucuk surat dari dua putri Imam Ashim bin Ali dari kota Wasith (yang isinya): “Wahai Ayah kami, sungguh telah sampai kepada kami (berita) bahwa orang ini (khalifah Al Makmun) telah menangkap dan memukul (menyiksa) Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah supaya ia mau menyatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluk. Maka (wahai Ayah kami), bertakwalah kepada Allah Azza wa Jalla dan janganlah mengikuti pemikiran Al Makmun (yang menyimpang itu). Demi Allah, sungguh Jika datang kepada kami berita tentang kematianmu ini lebih kami sukai daripada berita bahwa engkau mengikuti (pemikiran sesat itu)” (Syahru A’lamin Nubala, X/264).
Demikianlah didikan para Salafus Shalih yang sangat kuat membela kebenaran. Anggota keluarga juga anak-anaknya juga saling bahu-membahu mengobarkan panji kebenaran dalam segala kondisi dan situasi.
Kisah Lainnya tidak kalah menakjubkan dilakukan oleh putri Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah. Imam Abu Bakar Al Marwazi rahimahullah berkata: “Aku pernah datang ke rumah Abu Abdillah (Imam Ahmad bin Hambal). Di sana Aku melihat seorang wanita (tukang sisir) sedang menyisir (rambut) anak perempuannya yang masih kecil. Setelah itu aku bertanya kepada tukang sisir tersebut, “Apakah kamu menyambung rambutnya dengan qaramil? Tukang sisir itu berkata, “Anak kecil itu menolak (dengan keras) seraya berkata, “Sesungguhnya ayahku melarangku (melakukan itu). Dia akan marah, kalau aku melakukannya”. (Disebutkan oleh Imam Jauzi rahimahullah dalam Manaqib Imam Ahmad, hal. 407).
Subhanallah… pengaruh pendidikan agama yang diajarkan ayahnya sangat melekat dalam hatinya sehingga sejak dini mereka telah paham halal-haram. Jadi faktor tempaan orang tua sangat dominan dalam pembentukan aqidah yang lurus, kebiasaan, dan akhlak mulia bagi anak.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
????? ?????????? ???????? ????? ???????????? ??????????? ?????????????? ???? ?????????????? ???? ??????????????
“Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. orang tuanya lah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau majusi.” (HR. Bukhari – Muslim).
Di akhir tulisan ini ada kisah betapa anak shalih akan berupaya untuk meneladani orang tuanya yang juga shalih di mata Allah dan beradab di hadapan manusia. Jejak keshalihan orang tua yang senantiasa memotivasi anak untuk berperilaku sebagaimana mereka.
Muhammad bin Auf berkata, “Aku pernah bermain bola di tempat ibadah, kemudian bola itu masuk ke dalam tempat istirahat Imran bin Al Hamsha. Lalu aku masuk ke dalamnya untuk mengambil bola. Lalu ia berkata, “Kamu ini anak siapa?” Aku menjawab, “Aku anak Auf bin Sufyan”. Lalu ia berkata, “Sesungguhnya ayahmu adalah bagian dari saudara kami, dan beliau adalah orang yang menulis hadits dan ilmu, suatu yang kau harus teladani dari ayahmu adalah engkau ikuti jejak langkah kedua orang tuamu”. Lalu aku mengadukan kejadian itu kepada ibuku, lalu ibuku berkata, “Benar sesungguhnya ia adalah teman ayahmu”. Kemudian aku mendatangi kediamannya dengan membawa tinta dan kertas” (Syiar A’lamin An-Nubala 12/615).
Semoga kisah-kisah menawan di atas memberi semangat bagi orang tua agar lebih intens dalam bersungguh-sungguh mendidik anak. Aamiin.
***
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi:
1. Majalah As-Sunnah edisi II/ Thn XVIII 1436 H
2. 30 Cara Tepat Jadikan Anak Anda Hebat (terjemah), Salim bin Madhi, Muslim Media, Solo, 2010
Artikel Muslimah.or.id