Sesuatu yang dilakukan berulang-ulang serta kontinyu niscaya akan hafal dan paham. Begitu pula dengan belajar, metode pengulangan kata, kalimat, atau ilmu-ilmu syar’i lainnya akan mudah melekat di otak dan terinstal dengan baik sehingga secara otomatis dia akan hafal di luar kepala. Pengulangan sangat dibutuhkan oleh para penuntut ilmu dan kaum muslimin pada umumnya karena salah satu tabiat manusia adalah lupa. Di sinilah, dengan mengulang kita bisa meminimalisir kesalahan. Ibarat sebilah pisau yang harus diasah agar selalu tajam. Inilah metode nabawi yang terbukti berfaedah yang seharusnya menjadi metode operasional dan pembelajaran Islam.
Al-Khatib Al Baghdadi rahimahullah, dalam kitabnya Ta’limul Muta’alim Thariiqul Ta’allum, berkata, bahwa Alqamah mengatakan: “Berlama-lamalah dalam mengulang hadits, niscaya setelah itu tidak akan hilang”. Dan juga sebagaimana ucapan Sufyan At Tsauri: “Jadikanlah hadits itu sebagai pembicaraan dalam jiwa kalian dan perenungan dalam hati kalian, niscaya kalian akan hafal” (Al Jaamili Akhlaqi Rawi 2/226).
Mengulang-ulang ayat Al Qur’an, hadits, dan matan-matan kitab karya ulama dalam berbagai situasi dan waktu akan semakin mengokohkan pemahaman. Inilah kiat strategis dalam menjaga ilmu agar terlindung dari berbagai penyimpangan dan kesalahan.
Dan tingkat pemahaman serta kecerdasan orang bertingkat-tingkat, ada yang dikaruniai Allah ta’ala kemudahan dalam memahami dan menghafal, namun ada pula yang butuh perjuangan ekstra untuk memahami ilmu. Intinya faktor murojaah itu tetap menjadi agenda dan prioritas penuntut ilmu atau setiap pribadi kaum muslimin untuk meminimalisir kesalahan dan memantapkan ilmu yang telah dikuasainya.
Al Hasan bin Abu Bakar An Naisaburi berkata: “Ada seorang ahli fiqih mengulang-ulang pengajaran di rumahnya berkali-kali. Berkata seorang wanita tua yang berada di rumahnya, “Sungguh demi Allah, aku telah menghafalnya”. Ahli fikih itu berkata: “Ulangilah pelajaran itu”. Wanita itu pun mengulanginya. Setelah beberapa hari ahli fikih itu berkata: “Wahai wanita tua, ulangilah pelajaran itu”. Wanita itu pun menjawab, “Aku tidak hafal lagi pelajaran itu”. Ahli fikih itu berkata, ‘”Aku mengulang-ulang hafalan agar tidak tertimpa apa yang menimpamu'” (Al Hatstsu ‘Ala Hifdzil ‘Ilmi, hlm 21).
Inilah fakta betapa pentingnya kebiasaan menghafal dan mengulanginya yang manfaatnya luar biasa yang hendaklah dilakukan dengan semangat, penuh kesabaran, dan tidak tergesa-gesa agar hasilnya optimal.
Syaikh Ibnu Jibrin berkata, “Pada umumnya barangsiapa yang menghafal dengan cepat tanpa mengulanginya, maka dia pun akan cepat lupa. Dan sungguh kebanyakan pelajar pada zaman dahulu mencurahkan kesungguhan mereka dalam menghafal, sampai-sampai salah seorang di antara mereka membaca satu hadits atau 1 bab sebanyak 100 kali sehingga melekat dalam benaknya. Setelah itu mereka mengulang-ulang apa yang telah mereka hafal.” (I’dad Isa bin Sa’d Alu Uwasyn, hal. 31).
Demikian pula sebagai pendidik yang mengajarkan ilmu dengan mengulang-ulang materi kepada anak didik akan lebih mudah dipahami anak, atau mereka akan fokus belajar, dan menghindari dari kemalasan. Dalam riwayat At Tirmidzi dari hadits Anas radhiallahu’anhu, ia berkata:
????? ??????? ???? ??? ???? ???? ???? ??????? ?????????? ???????? ????????? ?????
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengulang-ulang ‘kata’ sebanyak tiga kali agar dapat dipahami darinya.” (HR. At Tirmidzi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.4990).
Al Mubarakfuri berkata, “Maksudnya bahwa beliau shallallahu’alaihi wa sallam pernah mengulangi perkataannya tiga kali ketika kondisinya menuntut itu, karena sulitnya (pemahaman) maknanya atau keasingannya atau banyaknya orang-orang yang mendengar, beliau melakukannya tidak secara terus-menerus, karena mengulang perkataan tanpa ada kebutuhan untuk mengulanginya bukanlah termasuk balaghah sama sekali. Demikian disebutkan dalam Syarh Asy Syama’il karya Al Baijuri, perkataannya (????????? ??????) agar dapat dipahami darinya, dengan kalimat pasif. Maksudnya agar kata tersebut dapat dipahami dari beliau shallallahu’alaihi wa sallam” (Tuhfatul Ahwazi).
Pengulangan adalah sarana efektif untuk menghafal pelajaran dan untuk memfokuskan kepada poin yang penting. Mengulang-ulang juga sebagai bentuk penekanan untuk menggugah perhatian pendengar agar menghadirkan pemahaman. Semoga ikhtiar ini apa yang dipelajari dan dihafal beserta menjadi ilmu yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.
***
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi:
1. Begini Seharusnya Menjadi Guru (terjemah), Fuad bin Abdul Aziz Asy Syalhub, Darul Haq, Jakarta, 2014
2. Rancangan Peraturan Pengelolaan dan Pengembangan Yayasan dan Pendidikan Islam, Ali Ahmad bin Umar, Pekanbaru, 1435 H
Artikel Muslimah.or.id