Mengingat Allah, merendah, dan mendekatkan diri kepada-Nya terasa amat mudah ketika kita tertimpa kondisi yang sulit lagi menyempitkan dada. Sebab saat itu, hati berada dalam kondisi yang sadar bahwa tidak ada tempat untuk bergantung, tidak ada seorang pun yang dapat menolong, tidak ada daya dan upaya kecuali dari Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Sama halnya dengan kaum musyrikin pada masa jahiliyyah. Mereka ikhlas dalam berdoa kepada Allah dan menyandarkan diri kepada-Nya pada waktu-waktu yang sulit. Berbeda ketika berada pada kondisi yang lapang; mereka kufur terhadap nikmat-nikmat Allah, mempersekutukan yang lain bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan menghadap kepada berhala-berhala yang mereka perbuat.
Allah ‘Azza wa Jalla mencela sifat semacam ini dalam berbagai tempat di dalam Al-Quran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَإِذَا مَسَّ ٱلْإِنسَٰنَ ٱلضُّرُّ دَعَانَا لِجَنۢبِهِۦٓ أَوْ قَاعِدًا أَوْ قَآئِمًا فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُۥ مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَآ إِلَىٰ ضُرٍّ مَّسَّهُۥ
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.” (QS. Yunus: 12)
وَإِذَا مَسَّ ٱلنَّاسَ ضُرٌّ دَعَوْا۟ رَبَّهُم مُّنِيبِينَ إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَآ أَذَاقَهُم مِّنْهُ رَحْمَةً إِذَا فَرِيقٌ مِّنْهُم بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ
“Dan apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertobat kepada-Nya. Kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat dari-Nya, tiba-tiba sebagian dari mereka mempersekutukan Tuhannya.” (QS. Ar-Rum: 33)
وَإِذَا مَسَّ ٱلْإِنسَٰنَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُۥ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُۥ نِعْمَةً مِّنْهُ نَسِىَ مَا كَانَ يَدْعُوٓا۟ إِلَيْهِ مِن قَبْلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ أَندَادًا لِّيُضِلَّ عَن سَبِيلِهِۦ
“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya. Kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya, lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya.” (QS. Az-Zumar: 8)
Maka wajib bagi setiap muslim untuk menghadap kepada Allah dalam setiap keadaannya; mudah maupun sulit, lapang ataupun sempit.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيْبَ اللهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالْكَرْبِ فَلْيُكْثِرِ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ
“Barangsiapa ingin agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan baginya di saat susah dan sulit, maka hendaklah ia banyak berdoa di saat lapang.” [HR. At-Tirmidzi (3382), Al-Hakim (1: 544), dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ (6290)]
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
ﺗَﻌَﺮَّﻑْ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺧَﺎﺀِ ﻳَﻌْﺮِﻓُﻚ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸِّﺪَّﺓِ
“Perkenalkan diri kepada Allah di saat lapang, niscaya Dia akan mengenalimu di saat sulit.” (Al-Musnad, 1: 307 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 2961)
Baca juga: Tanda Cinta Kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ibnu Rajab rahimahullah berkata dalam satu tulisan khusus untuk menjelaskan hadis ini, “Maknanya, apabila seorang hamba bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, memelihara batasan-batasan-Nya, dan memenuhi hak-hak-Nya, di saat dia lapang dan sehat, maka dia telah memperkenalkan diri dengan hal itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Antara dia dan Allah Subhanahu wa Ta’ala terdapat pengenalan. Maka Rabbnya akan mengenalinya di saat sulit. Dia Subhanahu wa Ta’ala akan mengenali amalnya di saat lapang. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkannya dari kesulitan disebabkan oleh pengenalan itu.”
Pengenalan khusus inilah yang disinggung dalam hadis ilahi,
وَلَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، – إِلَى أَنْ قَالَ – وَلَئِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيْدَنَّهُ
“Hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan-amalan nawafil (sunnah) hingga Aku mencintainya – sampai dikatakan – jika dia meminta kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya, dan jika dia berlindung kepada-Ku, niscaya Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari no. 6502)
Kemudian beliau menyebutkan dari Adh-Dhahhak bin Qais, bahwa beliau berkata, “Ingatlah Allah di saat lapang, niscaya Dia akan mengingat kamu di saat sulit. Sungguh Yunus ‘alaihis salam biasa mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika dia berada dalam perut ikan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَلَوْلَآ أَنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلْمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ فِى بَطْنِهِۦٓ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (QS. Ash-Shaffat: 143-144)
Adapun Fir’aun adalah seorang yang angkuh dan lupa mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika dia tenggelam, dia berkata, ‘Aku beriman,’ namun Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
ءَآلْـَٰٔنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنتَ مِنَ ٱلْمُفْسِدِينَ
“Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Yunus: 91)
Barangsiapa tidak memperkenalkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (rajin ibadah dan bertakwa) pada saat lapang, maka tidak ada peluang baginya untuk dikenal Allah Subhanahu wa Ta’ala pada saat-saat sulit, baik di dunia maupun di akhirat.”
Seorang laki-laki berkata kepada Abu Ad-Darda’, “Berilah wasiat kepadaku.” Maka beliau berkata, “Ingatlah Allah Subhanahu wa Ta’ala pada saat senang, niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan mengingatmu pada saat sulit.” (Hilyatul Aulia, 1: 209)
Disebutkan juga bahwa beliau radhiyallahu ‘anhu berkata, “Berdoalah kepada Allah pada hari senangmu, niscaya akan dikabulkan untukmu pada hari kesulitanmu.” [Al–Mushannaf karya Abdurrazzaq (11: 180); Syu’abul Iman karya Al-Baihaqi (2: 52); dan Jami’ Al–Ulum wal Hikam (1: 475-476)]
Sesungguhnya termasuk memperkenalkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di saat lapang adalah seorang hamba bersungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, meminta keridaan-Nya, dan memperbanyak amal-amal shalih yang mendekatkan diri kepada-Nya, seperti berbakti kepada orang tua, mempererat hubungan kekeluargaan, bersedekah, berbuat kebaikan, amar ma’ruf dan nahi mungkar, dan selain itu dari jenis-jenis kebaktian dan jalan-jalan kebaikan.” (Nur Al-Iqtibas karya Ibnu Rajab)
Termasuk pendukung hal ini juga adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Shahih-nya (no. 3465), dimana Rasulullah bercerita tentang tiga orang yang masuk ke dalam gua, dengan maksud berlindung dari hujan. Akan tetapi, mereka terhalang untuk keluar karena batu yang menutupi mulut gua tersebut.
Lantas mereka pun berdoa kepada Allah untuk menyingkap kesulitan itu. Mereka berdoa dengan doa-doa yang mengandung amal-amal shalih mereka di saat lapang, berupa bakti kepada orang tua, meninggalkan zina, dan menjaga amanah. Hingga Allah pun mengijabah (mengabulkan) doa mereka, membukakan untuk mereka, dan mereka pun dapat keluar.
Hanya kepada Allah kita memohon taufik.
Baca juga: Untuk Saudaraku yang “Lelah” Menunggu Pertolongan Allah
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Fiqih Doa dan Dzikir, Syekh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr, Penerbit Griya Ilmu Cetakan Ketujuh Rabi’ul Awwal 1444/ Oktober 2022.