Islam tidak pernah memandang rendah seorang wanita. Sebaliknya, Islam justru menjunjung tinggi kedudukan wanita, sebagaimana Rasulullah menyebut nama ibu sampai tiga kali, untuk menunjukkan betapa tingginya kedudukan berbakti kepada seorang ibu.
Perihal bekerja bagi para wanita, Islam tidak sepenuhnya mengharamkan atau melarang hal tersebut. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi para wanita yang hendak bekerja, sebagaimana yang insya Allah akan kita bahas pada kesempatan kali ini.
Pada hakikatnya, Allah menciptakan wanita untuk berada di rumahnya dan tidak keluar dari rumah, kecuali jika ada kebutuhan mendesak.
وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ
عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu. Laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Perintah untuk tinggal di rumah bagi wanita bukanlah suatu aturan tanpa alasan syar’i, dan tidak pula suatu larangan yang tidak memiliki manfaat bagi wanita itu sendiri. Larangan tersebut justru bentuk pemuliaan Islam terhadap wanita.
قال عليه الصلاة والسلام : ( المرأة عورة ، وإنها إذا خرجت استشرفها الشيطان ، وإنها لا تكون أقرب إلى الله منها في قعر بيتها )
“Perempuan adalah aurat, dan sesungguhnya apabila ia keluar dari rumahnya, maka setan pun menghiasinya. Dan saat-saat paling dekat dengan Rabbnya, ialah saat ia berada di bagian rumahnya yang paling dalam.” (HR. Ibnu Hiban dan Ibnu Khuzaimah, di-shahih-kan oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no. 2688)
Bagi wanita yang ingin membangun karirnya, maka hendaknya memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kedua dalil tersebut. Syaikh Shalih al-Munajid pernah menuliskan dalam sebuah fatwanya, di antara hal-hal yang harus diperhatikan seorang wanita yang hendak bekerja ialah:
1) Pekerjaan yang dilakukan, tidak bertentangan dengan tabiat wanita. Beberapa pekerjaan yang boleh dilakukan seorang wanita antara lain; perawat, penjahit, guru, dan dokter.
2) Tidak ada ikhtilat atau bercampur baur dengan laki-laki ajnabi (laki-laki bukan mahram) dalam ruang lingkup kerjanya.
3) Tetap berpakaian syar’i ketika melakukan pekerjaannya.
4) Pekerjaan tersebut tidak mendorong wanita untuk melakukan perjalanan bisnis atau safar tanpa mahram.
5) Jika ia bekerja di luar rumah, maka ia tidak menyertai kepergiannya ke tempat kerja dengan sesuatu yang haram, seperti memakai wewangian secara berlebihan hingga dapat mengundang syahwat laki-laki. (Fatwa nomor 106815)
Syaikh Shalih al-’Utsaimin juga pernah berfatwa,
قال الشيخ محمد الصالح العثيمين : ” المجال العملي للمرأة أن تعمل بما يختص به النساء مثل أن تعمل في تعليم البنات سواء كان ذلك عملا إداريّاً أو فنيّاً , وأن تعمل في بيتها في خياطة ثياب النساء وما أشبه ذلك , وأما العمل في مجالات تختص بالرجال ، فإنه لا يجوز لها أن تعمل حيث إنه يستلزم الاختلاط بالرجال ، وهي فتنة عظيمة يجب الحذر منها , ويجب أن يعلم أن النبي صلى الله عليه وسلم ثبت عنه أنه قال : (ما تركت بعدي فتنة أضر على الرجال من النساء وأن فتنة بني إسرائيل كانت في النساء) ، فعلى المرء أن يجنب أهله مواقع الفتن وأسبابها بكل حال ” انتهى
“Pekerjaan bagi wanita ialah pekerjaan yang khusus diperuntukkan bagi para wanita, seperti mengajar anak-anak perempuan, baik itu pekerjaan idariyyun (administrasi) atau pekerjaan faniyyun (mengajar). Selain itu, ia juga bisa bekerja di rumahnya, seperti menjahit baju-baju para wanita dan semisalnya. Sedangkan pada pekerjaan yang khusus bagi laki-laki, maka tidak boleh baginya melakukan pekerjaan tersebut karena pasti akan bercampur baur dengan para lelaki, dan hal tersebut adalah sebenar-benarnya fitnah yang wajib wanita hindari.
Hendaknya para wanita mengetahui bahwa Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menetapkan perkara tentang hal ini, “Tidaklah aku meninggalkan setelahku sebuah fitnah yang sangat berbahaya bagi para lelaki, melebihi fitnahnya para wanita. Dan sesungguhnya fitnahnya Bani Israil adalah para wanita.” Oleh karenanya, bagi para wanita dan lelaki, agar menjauhkan dirinya dan keluarganya dari fitnah-fitnah dan hal-hal yang bisa menyebabkan fitnah tersebut muncul dengan cara apapun.” (Fatwa-Fatwa Muslimah, 2: 981)
Hal-hal penting ini juga berlaku bagi para wanita yang sudah berumah tangga, atau bahkan sudah diamanahi putra-putri dari Allah Ta’ala. Seorang ibu tetap bisa bekerja, asal mendapat izin dari suami, serta tetap memperhatikan hak dan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu. Hal paling utama dan wajib bagi seorang ibu, adalah memenuhi hak dan menjalankan kewajibannya bagi suami dan anak-anaknya. Karena rumah tangga ini adalah ladang kebaikan dan gudang pahala menuju surga Allah Ta’ala.
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا صلت المرأة خمسها، وصامت شهرها، وحفظت فرجها، وأطاعت زوجها قيل لها: ادخلي الجنة من أي أبواب الحنة شئت
“Jika seorang wanita telah mengerjakan salat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan, menjaga kemaluannya, serta menaati suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya, ‘Masuklah ke surga dari pintu mana saja yang engkau suka’.“ (HR. Ahmad 1: 191)
Demikianlah, Islam tidak secara mutlak mengharamkan seorang wanita bekerja sehingga para wanita akan merasa impiannya terputus begitu saja. Ia tetap diperbolehkan mengepakkan sayapnya di dunia kerja, tetap berkarya, selama syarat-syaratnya terpenuhi. Maka, jangan bersedih wahai para wanita, karena engkau adalah mutiara berharga yang akan tetap bisa memberikan manfaat, produktif, dan berkarya sesuai minat dan bakat masing-masing.
Bekerja bukan hanya soal nominal yang didapat, melainkan soal keberkahan dan manfaat yang bisa kita berikan untuk orang lain, serta berkaitan dengan surga dan neraka.. Oleh karena itu, penting sekali memperhatikan syarat-syarat dalam bekerja ini, agar kita terlepas dari harta yang tidak membawa keberkahan, atau bahkan membuat Allah tidak ridha. Wal ‘iyadzubillah.
Wallahu Ta’ala a’lam.
Baca juga: Adab Muslimah Bekerja di Luar Rumah
***
Penulis: Ummu Syafiq Evi Noor Azizah
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
- Atsary, Abu Ihsan dan Ummu Ihsan Choiriyyah. 2014. Surat Terbuka untuk Para Istri. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i
- https://islamqa.info/ar/answers/106815