Makna Shalawat Kepada Nabi
Shalawat kita kepada Nabi merupakan permohonan kepada Allah akan shalawatNya dan shalawat para malaikatNya yang telah Dia beritakan di dalam firmanNya (QS. Al-Ahzab: 56). Yakni berupa sanjungan pada beliau, memperlihatkan keutamaan, dan kehormatan beliau, memuliakan serta mendekatkan beliau padaNya.
Jadi shalawat itu mengandung berita dan permintaan. Permohonan dan doa yang kita ucapkan disebut shalawat untuk Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam karena dua alasan:
- Doa ini mengandung pujian orang yang mengucapkannya pada beliau, isyarat akan kemuliaan, keutamaan beliau, serta keinginan, dan rasa suka. Hal itu dikaruniakan Allah pada beliau. Jadi shalawat ini mengandung berita sekaligus permohonan.
- Doa itu disebut shalawat dari kita karena kita meminta pada Allah untuk melimpahkan shalawat pada beliau. Sementara shalawat Allah pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamberarti sanjungan, kehendakNya mengangkat nama beliau, dan mendekatkan beliau padaNya. Sedang shalawat kita pada beliau berarti permohonan kita pada Allah agar Dia melakukan hal tersebut. Lawan dari ini adalah laknat Allah pada para musuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membenci ajaran beliau. Laknat ini disandarkan pada Allah dan juga disandarkan pada hamba, sebagaimana firman Allah,
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَآ أَنزَلْنَا مِنَ ٱلْبَيِّنَٰتِ وَٱلْهُدَىٰ مِنۢ بَعْدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِى ٱلْكِتَٰبِ ۙ أُو۟لَٰٓئِكَ يَلْعَنُهُمُ ٱللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat.” (QS. Al-Baqarah: 159)
Laknat Allah pada mereka mengandung celaan, penjauhan, dan kemurkaanNya pada mereka. Sedang laknat hamba berarti memohon pada Allah agar melakukan hal itu pada orang yang layak dilaknat.
Arti nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Muhammad’ dan Derifasinya
Nama Muhammad, adalah yang paling terkenal di antara nama-nama beliau. Ia diambil dari kata al-hamdu, pada asalnya adalah isim maf’ul (bentuk kata obyek) dari al-hamdu (pujian). Kata ini mengandung sanjungan pada orang yang dipuji, kecintaan padanya, penghormatan, dan pengagungan padanya. Ini hakikat makna al-hamdu.
Dan nama Muhammad ini dipola mengikuti wazan mufa’al, seperti mu’azhzham (yang diagungkan), muhabbab (yang dicintai), musawwad (yang dipertuankan), mubajjal (yang dimuliakan), dan semisalnya.
Sebab pola kata ini dibuat untuk menunjukkan arti memperbanyak. Jika diambil isim fa’il (bentuk kata subyek) dari pola kata ini maka artinya adalah orang yang banyak melakukan perbuatan berkali-kali, seperti mu’allim (pengajar/guru), mufahhim (orang yang memahamkan), mubayyin (yang menjelaskan), mukhallish (yang melepaskan), dan mufarrij (yang melonggarkan kesusahan), serta semacamnya.
Jika diambil isim maf’ul maka artinya adalah orang yang banyak terkena perbuatan berkali-kali baik karena berhak atau karena tertimpa.
Jadi Muhammad berarti orang yang banyak dipuji para pemuji secara berulang kali, atau orang yang berhak dipuji berulang kali.
Bila demikian pengertiannya maka penamaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ‘Muhammad’ dikarenakan makna yang terkandung di dalamnya. Yakni, pujian. Sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu terpuji di hadapan Allah, terpuji di hadapan para malaikat, terpuji di hadapan para sejawat beliau dari kalangan rasul – semoga shalawat dan salam terlimpah pada beliau dan mereka -, serta terpuji di hadapan semua penduduk bumi. Meskipun sebagian dari mereka mengingkari beliau. Namun karakter-karakter kesempurnaan yang beliau sandang, terpuji dalam pandangan setiap orang yang berakal, kendati ia melawan jalan akalnya ini hanya karena keras kepala atau karena tidak tahu bahwa beliau menyandang sifat-sifat tersebut, di mana seandainya ia mengetahuinya pasti ia memuji beliau. Sebab pada dasarnya ia memuji orang yang menyandang karakter-karakter kesempurnaan, hanya saja ia tidak mengetahui keberadaannya pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi pada hakikatnya orang ini memuji beliau.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di istimewakan memiliki nama al-hamdu (pujian) yang tidak terhimpun pada selain beliau. Nama beliau adalah Muhammad dan Ahmad, umat beliau adalah al-hammadun (orang-orang yang memuji) yakni mereka memuji Allah dalam suka maupun duka, salat beliau dan salat umat beliau diawali dengan bacaan al-hamdu (Al-Fatihah), khotbah beliau dibuka dengan al-hamdu (pujian), dan kitab beliau diawali dengan al-hamdu (surah Al-Fatihah).
Demikianlah di sisi Allah di lauhul mahfuzh bahwa para khalifah dan sahabat beliau menulis mushaf dengan diawali al-hamdu (surah Al-Fatihah). Kemudian di tangan beliau tergenggam bendera al-hamdu pada hari kiamat, dan ketika beliau sujud di hadapan Rabb ‘azza wa jalla untuk memohon syafaat dan beliau diizinkan, beliau memuji Allah dengan pujian-pujian yang Dia ilhamkan pada beliau.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pemilik al-maqamul mahmud (tempat terpuji) yang dicita-citakan semua generasi awal dan akhir. Allah berfirman,
وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Dan pada sebagian malam hari salat Tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabbmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra: 79)
Baca juga: Adab Salam dan Shalawat
Makna Al-Alu
Dikatakan, alu seseorang adalah ia sendiri, atau juga bisa berarti orang yang mengikuti dirinya, atau juga dapat berarti keluarga dan kerabat-kerabatnya.
Tentang siapa keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (alu Nabi) diperselisihkan menjadi empat pendapat:
- Mereka adalah orang-orang yang diharamkan menerima sedekah. Tentang siapa saja mereka ini, ada tiga pendapat di kalangan ulama.
Pertama, mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Muthalib.
Kedua, mereka Bani Hasyim saja.
Ketiga, mereka Bani Hasyim dan generasi di atas mereka sampai Ghalib. Maka masuk di dalamnya Bani Muthalib, Bani Umayah, Bani Naufal, dan generasi di atas mereka sampai Ghalib.
- Keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah keturunan dan istri-istri beliau.
- Keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah para pengikut beliau hingga Hari Kiamat.
- Keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang bertakwa dari umat beliau.
Dan yang benar adalah pendapat pertama, diikuti pendapat kedua. Sedang pendapat ketiga dan keempat lemah, sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghilangkan kesamaran dengan sabda beliau:
إنَّ الصَّدقة لَا تَحِلُّ لِآلِ مُحَمَّدٍ
“Sesungguhnya sedekah tidak halal bagi keluarga Muhammad” (HR. Muslim, no. 1072)
إِنَّمَا يَأْكُلُ آلُ مُحَمَّدٍ مِنْ هَذَا الْمَالِ
“Sesungguhnya keluarga Muhammad memakan dari harta (Allah) ini.” (HR. Bukhari XII / no. 6725, 6726 dan Muslim, no. 1759)
اللّٰهُمَّ اجْعَلْ رِزْقَ آلِ مُحَمَّدٍ قُوْتًا
“Ya Allah, jadikan rezeki keluarga Muhammad berupa makanan pokok.” (HR. Bukhari XI / no. 6460 dan Muslim, no. 1055, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Kata al-alu (keluarga) dalam hadits-hadits ini sama sekali tidak tepat bila dimaksudkan umat secara umum.
Shalawat untuk keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk kesempurnaan dan pelengkap shalawat untuk beliau. Pasalnya, hal itu di antara faktor yang membahagiakan beliau dan dengannya Allah menambahkan kemuliaan dan keluhuran beliau – semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam sempurna pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau.
Kembali ke bagian 1: Tafsir Shalawat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Bag. 1)
—
Dirangkum dari Kitab Jala’ul Afham karangan Ibnul Qayyim.
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
- Jala’ul Afham (Keutamaan Shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, Penerbit Al-Qowam Sukoharjo