Keutamaan Akhlak Mulia dalam Islam
Akhlak mulia merupakan karakter terbaik dari para Rasul dan merupakan amalan yang paling baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Tidak dipungkiri, bahwa hal ini adalah setengah dari agama, buah dari usaha serta amal shalih. Sedangkan karakter buruk merupakan racun yang mematikan dan dapat menjerumuskan ke dalam akibat yang buruk pula.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 273, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahadiits ash-Shahihah no. 45)
Abu Hurairah radhiallahu‘anhu berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang kebanyakan yang menyebabkan manusia masuk Surga, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
تَقْوَى اللهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ، وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ؟ فَقَالَ: اَلْفَمُ وَالْفَرْجُ.
“Takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.” Dan ketika ditanya tentang kebanyakan yang menyebabkan manusia masuk Neraka, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Lidah dan kemaluan.” (HR. At-Tirmidzi (no. 2004), al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (no. 289), Shahiihul Adabil Mufrad (no. 222), Ibnu Majah (no. 4246), Ahmad (II/291, 392, 442), Ibnu Hibban (no. 476, at-Ta’liiqaatul Hisaan ‘alaa Shahiih Ibni Hibban), al-Hakim (IV/324). At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.” Dari Sahabat Abu Hurairah radhiallahu‘anhu)
Karena itu, Islam sangat memberikan perhatian dalam menetapkan cara mengobati penyakit hati dan bagaimana cara memperoleh karakter-karakter yang mulia. Hal ini merupakan suatu kewajiban yang penting, karena tidak ada hati yang terbebas dari penyakit. Penawar ini membutuhkan ilmu dan juga kegigihan.
Bagaimana Mengetahui Kekurangan Diri Sendiri
Jika seseorang mengetahui kekurangan pada dirinya sendiri, maka dia bisa memperbaikinya. Akan tetapi, kebanyakan orang tidak menyadari kekurangan maupun kesalahan mereka. Seperti pepatah, gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut di seberang lautan tampak. Lantas bagaimana caranya?
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui kekurangan diri, yaitu:
1. Kita dapat bertanya kepada Ustadz atau orang yang memiliki ilmu dalam melihat kekurangan orang lain. Selain itu, kita dapat belajar dari sikap dan budi pekerti mereka.
2. Kita dapat bertanya pada teman dekat kita yang memiliki agama baik, teman yang senantiasa melihat dan menyampaikan kekurangan kita. Sebagaimana yang diucapkan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu,
رَحِمَ اللَّهُ مَنْ أَهْدَى إليَّ عُيُوبِي
“Semoga Allah merahmati orang yang menghadiahkan (menampakkan) padaku aib-aibku”.
3. Kita dapat mengetahui kekurangan dan kesalahan kita dari ucapan orang-orang yang membenci kita, orang yang selalu memperhatikan celah-celah kita. Kita dapat mengambil manfaat dari orang-orang yang menyebutkan kesalahan-kesalahan kita daripada orang-orang yang menyanjung-nyanjung kita saja.
4. Kita dapat mencoba berbaur dengan orang lain. Keburukan yang kita lihat pada orang lain bisa menjadi pelajaran bagi kita agar tidak melakukannya.
Bagaimana Mengembangkan Akhlak Mulia
Akhlak mencerminkan bagaimana seseorang berfikir dan bagaimana karakternya. Terdapat empat hal yang perlu diperhatikan agar kita bisa memiliki akhlak yang mulia, yaitu:
1. Dengan adanya ilmu yang kuat, kita dapat melihat mana yang benar dan mana yang tipuan. Dengan kekuatan inilah kita dapat menjadi berwibawa. Dan wibawa merupakan hal utama pada akhlak yang baik.
2. Mengontrol amarah akan melahirkan kebijaksanaan.
3. Mengontrol hawa nafsu dengan kebijaksanaan berdasarkan syariat.
4. Adanya keseimbangan yang baik dari ketiga aspek tersebut, yaitu dapat mengontrol amarah dan hawa nafsu, serta menjaga diri berdasarkan kebijaksanaan dan syariat.
Manusia yang memiliki keempat hal tersebut berarti memiliki karakter akhlak yang mulia. Tidak ada satupun manusia yang mendapat kesempurnaan dari keempat karakter tersebut kecuali Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka hendaknya kita mencontoh akhlak beliau.
Baca juga: Kedudukan Akhlak Mulia dalam Islam
Bagaimana Mendapatkan Keseimbangan Pada Empat Karakter Tersebut
Terdapat dua cara untuk mendapatkan keseimbangan tersebut, yaitu:
1. Dengan anugerah dari Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Dengan melakukan usaha dan melatih diri. Sebagai contoh kita dapat mendorong diri kita sendiri untuk mendapatkan karakter tersebut.
Perlu kita ingat, bahwa akhlak yang mulia tidak akan pernah tercapai kecuali dengan jiwa yang terbiasa melakukan kebiasaan baik, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan butuk, menyukai perbuatan baik dan membenci perbuatan buruk.
Bagaimana Memperlakukan Diri Sendiri untuk Menghilangkan Karakter Buruk
Badan tidak tercipta secara sempurna tetapi dapat disempurnakan melalui konsumsi makanan serta pemeliharaan. Sama halnya dengan jiwa. Jiwa tidak diciptakan secara sempurna namun mempunyai potensi untuk sempurna. Jiwa dapat disempurnakan dengan melalui didikan, kedisiplinan, serta dipelihara dengan ilmu.
Karakter buruk merupakan penyakit hati yang harus disembuhkan, yaitu dengan cara melakukan hal yang sebaliknya. Obat dari ketidaktahuan adalah dengan belajar, mencari ilmu. Karakter pelit dapat diobati dengan memaksa diri untuk bermurah hati. Karakter sombong dapat diobati dengan memaksa diri untuk rendah hati
Dalam upaya-upaya memperbaiki, kita pasti akan dihadapkan dengan kesusahan. Seperti obat yang terasa pahit tetapi ada khasiat untuk menyembuhkan badan kita. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰىۙ فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰىۗ
“Adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, sesungguhnya surgalah tempat tinggal(-nya).” (An-Nazi‘at 79: 40-41)
Bagaimana Melaksanakan Tekad
Hal terpenting dalam perjuangan adalah melaksanakan tekad. Jika seseorang bertekad untuk memerangi hawa nafsunya, maka ia harus bersabar dan tekun. Jika ia terbiasa melepaskan tekadnya, maka tidak akan ada perbaikan. Jika ia gagal dalam melaksanakan tekadnya, maka hendaknya ia menjatuhkan suatu hukuman bagi dirinya sendiri, karena jika tidak ada hukuman yang dapat menakutinya, maka akan ada kecenderungan untuk sulit berubah. Semua usahanya akan sia-sia.
Semoga Allah merahmati kita dengan akhlak yang mulia.
Wallahu ta’ala a’lam
Baca juga: Sempurnanya Syariat Islam dalam Perkara Akhlak
—
Penulis: Lisa Almira
Diketik ulang dengan sedikit tambahan dan perubahan dari rangkuman Ihya’ ‘Ulum Ad-Din oleh al-Ghazali (3/62-98) yang diakses pada https://islamqa.info/en/answers/101023/how-to-acquire-good-characteristics-in-islam
Referensi lain:
- Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, “Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Mengajak Manusia Kepada Akhlak Yang Mulia Dan Amal-Amal Yang Baik”, diakses dari https://almanhaj.or.id/1299-ahlus-sunnah-wal-jamaah-mengajak-manusia-kepada-akhlak-yang-mulia-dan-amal-amal-yang-baik.html
- Ustadz Dr. Syafiq Reza Basalamah Lc., MA., 2014, “Golongan yang Manakah Kita”, diakses dari https://muslimah.or.id/6499-golongan-yang-manakah-kita.html
- Al-Qur’an Kemenag yang diakses dari https://quran.kemenag.go.id/
Artikel Muslimah.or.id