Sebagian orang beranggapan bahwa semakin senior seorang ustadz, maka ia boleh berinteraksi dengan lawan jenis lebih bebas, cair dan akrab.
Karena dianggap lebih kuat imannya dan lebih tahan terhadap fitnah wanita.
Kalau murid atau aktifis dakwah junior kelas ikan cere ingin rapat atau ketemuan dengan akhwat, maka wajib pakai hijab, menundukkan pandangan, dan berjauh-jauh. Tapi kalau sudah “ustadz” senior, tak perlu seperti itu. Bahkan bercanda ria, dan berbalas pesan pun tak masalah. Campur baur dengan para akhwat pun tak masalah.
Maaf, ini anggapan yang keliru.
Yang benar, semakin berilmu seseorang, seharusnya ia semakin takut kepada Allah. Seseorang semakin ia mengenal Rabb-nya dan semakin dekat ia kepada Allah Ta’ala, akan semakin besar rasa takutnya kepada Allah. Nabi kita Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إني أخشاكُم للهِ وأحْفَظُكم لحدودِه
“Sesungguhnya aku yang paling yang paling takut kepada Allah dan paling menjaga batasan-batasan Allah” (HR. Ahmad no. 25893, dishahihkan al Albani dalam Irwaul Ghalil [7/79]).
Allah Ta’ala juga berfirman:
إنما يخشى الله من عباده العلماء
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28)
Ya, karena para ulama, yaitu memiliki ilmu tentang agama Allah ini dan mengamalkannya, merekalah orang-orang yang paling mengenal Allah. Sehingga betapa besar rasa takut mereka kepada Allah Ta’ala.
Demikian, sehingga tidaklah heran jika sahabat Umar bin Khattab radhiallahu’anhu, sahabat Nabi yang alim lagi mulia dan stempel surga sudah diraihnya, beliau tetap berkata:
لو نادى مُنادٍ من السماء أيها الناس إنكم داخلون الجنة كلكم أجمعون إلا رجلا واحداً لَخِفْتُ أن أكون هو
“Andai terdengar suara dari langit yang berkata: ‘Wahai manusia, kalian semua sudah dijamin pasti masuk surga kecuali satu orang saja’. Sungguh aku khawatir satu orang itu adalah aku” (HR. Abu Nu’aim dalam Al Hilyah, 138).
Maka tidak layak seorang ustadz merasa aman dari fitnah wanita, setinggi apapun ilmunya, Bahkan seharusnya semakin berilmu ia semakin takut pada fitnah wanita. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika bersabda:
ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ
“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. Al Bukhari 5096, Muslim 2740).
Apakah hadits ini hanya berlaku untuk orang awam, murid dan para aktifis junior? Nampaknya zahir hadits tidak menunjukkan demikian.
Bukankah kita ingat kisah Nabi Yusuf yang ketampanannya membuat Zulaikha kasmaran? Ia tidak menahan pandangan dan dalam hatinya tumbuh penyakit al isyq. Apa akibatnya? Ia mengajak Yusuf berzina. Allah kisahkan dalam Al Qur’an:
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan zina) dengan Yusuf, dan Yusuf PUN BERMAKSUD (melakukannya pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” (QS. Yusuf: 24).
Jika Nabi Yusuf ‘alaihissalam saja terfitnah oleh wanita -namun Allah selamatkan beliau dan beri hidayah kepada beliau- maka apalagi selevel ustadz?
Lihat bagaimana seorang Sa’id bin Musayyab rahimahullah (wafat tahun 94H), seorang tabi’in yang dijuluki sayyidut tabi’in karena ketinggian ilmu dan akhlaknya, namun ia mengatakan:
مَا أَيِسَ الشَّيْطَانُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا أَتَاهُ مِنْ قِبَلِ النِّسَاءِ ، قَدْ بَلَغْتُ ثَمَانِينَ سَنَةً وَمَا شَيْءَ أَخْوَفُ عِنْدِي مِنَ النِّسَاءِ» وَكَانَ بَصَرُهُ قَدْ ذَهَبَ
“Setan ketika ia putus asa untuk menggoda pada suatu keburukan, ia pasti akan datang dalam bentuk godaan wanita. Usiaku sudah 80 tahun, dan tidaklah ada sesuatu yang paling aku takutkan kecuali fitnah wanita”. Padahal ketika itu penglihatan beliau (Sa’id bin Musayyab) sudah hilang (Hilyatul Auliya‘, 2/166).
Adapun keyakinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam agama, maka semakin ia boleh meninggalkan aturan-aturan agama, maka ini keyakinan kaum Sufiyah yang batil.
Semoga Allah memberi taufik.
***
Penulis: Yulian Purnama S.Kom.
Artikel Muslimah.or.id
Semoga Allah selalu memberikan keberkahan pada ilmu ustadz untuk kaum muslimin